Part 1: Pengganggu Baru

22 6 6
                                    

Fiyya kembali menekuni buku tebal dihadapannya, ia kembali sendirian hari ini. Seperti hari biasanya Fiyya selalu diganggu oleh mahluk halus lainnya. Kali ini wanita dengan rambut panjang menutupi setengah wajahnya, menyeringai lebar berusaha mengganggu gadis itu. Fiyya sudah terlalu biasa.

"Sttt..woi. Nengok ke elah." Anak baru itu terus berusaha mencari perhatian Fiyya, hari pertamanya masuk ulangan sejarah langsung menyapanya. Belajar? Itu tidak berlaku untuk Adira.

Fiyya masih mengabaikan dua mahluk yang sedang mencoba menganggunya, sejujurnya ulangan kali ini pun terlalu mudah. Ia bahkan bosan karena telah selesai lebih dulu.

Adira mencolek bahu gadis disampingnya, ia gemas. Setidaknya soal sialan ini bisa ter isi meski satu jawaban, Adira kembali mengumpat dengan umpatan yang ia tau. Guru sejarah sialan, sekolah sialan, ini semua membuat nya kesal.

Fiyya menoleh, ia mendapati Adira sedang mengomel sendiri sembari memainkan pensil berwarna biru tua ditangannya. Sedangkan wanita berambut panjang dan tidak menapak tadi sudah hilang entah kemana, aneh. Fiyya mengira bahwa ini berkat disentuh oleh pria yang menurutnya asing ini. Tapi itu tidak mungkin kan, mungkin karena memang mahluk itu lelah.

"Kenapa?" sahut gadis itu sembari membenarkan kacamatanya yang melorot.

"Jawaban satu, dua, tiga, empat, sama lima apaan? Gue tinggal segitu doang. Plis bagi." Adira membuat pose memohon sembari memonyong-monyongkan bibirnya.

"Eh tapi kan emang soalnya cuman lima." Fiyya merasa gugup sekali, baru kali ini ia berbicara dengan seorang pria setelah lima tahun lamanya.

"Waktunya lima belas menit lagi." sebuah suara mengintrupsi keduanya, Adira lah yang paling panik.

Ia menunjukan cengiran tampannya, menunjukan deretan gigi putih terawat. "Ayolah bantu gue, plis ntar gue traktir deh. Gue bakalan nurutin apapun perintah lo." mohon Adira yang semakin panik karena bapak Joni terus saja menghitung waktu mundur.

"Oke deh, karena kamu anak baru aku tolongin," Fiyya memberi kertas jawabannya yang segera disambar oleh pria disampingnya dengan girang.

"Waktu habis, kumpulkan dari belakang." titah pak Joni bak seorang Raja dari kayangan.

Kepanikan Adira semakin menjadi-jadi, ia bahkan memekik dengan suara sumbang dikala perintah dari guru berperawakan tambun itu terdengar. Tulisan mode fast pun ia gunakan, cakar bebek lah hasilnya. Ia sudah tidak peduli tulisannya layak dibaca atau tidak.

"Jangan lupa anak-anak, kita akan mengunjungi kota tua minggu depan. Buat laporan dan sejarah yang kalian tau." seru pak Joni sebelum ia keluar meninggalkan kelas tersebut.

***

Kelas menjadi seperti pasar dikala Ibu Siska, guru matematika tidak menghadiri kelas. Anak-anak perempuan akan membuat lingkaran lalu mulai membicarakan apapun yang bisa di bicarakan. Mulai dari aktor Korea yang tampan-tampan hingga Lilis yang memotong rambutnya menjadi bob. Sedangkan para lelaki akan membuat pojokan untuk dunia mereka sendiri, ada yang bermain game hingga berkerumun menonton layar laptop yang minimalis.

Fiyya sendiri ia hanya diam memperhatikan semuanya, meskipun ia tidak berada dalam lingkaran para anak perempuan namun ia mendengarkan semua percakapan mereka. Sesekali berkomentar sembari menggumam, atau terkekeh ketika membicarakan Lilis tentang model rambut barunya. Mengabaikan para mahluk halus yang mencelanya karena tidak punya teman.

"Udah sih kamu kan gak punya temen, temenan ama kita aja." wanita dengan mata merah menyala, gigi runcing dan kotor menyeringai.

"Manusia itu emang gitu, benci perbedaan." kini pria berbadan besar dengan rambut panjang dan rambut disekujur tubuhnya.

"Yang tadi makasih yah."

Fiyya masih mengabaikannya. Lalu sebuah tangan kembali mencolek bahunya, semua mahluk halus yang ada disana seolah lenyap tak bersisa. Fiyya sendiri sempat tercengang bagaimana mereka lenyap, seolah tertelan angin.

Akhirnya gadis itu menoleh, sedikit terkejut karena wajah tampan didepannya begitu dekat. Kening mereka bersentuhan, hanya beberapa detik sebelum Fiyya memekik lalu mendorong Adira dengan satu hentakkan. Alhasil Adira terjatuh menubruk bangku dan meja miliknya, kepalanya juga terkantuk kayu bangku.

Adira meringis menikmati ngilu yang timbul di kepalanya, beberapa anak melihat kelakuan mereka. Lalu kembali memalingkan wajah saat tau Fiyya lah penyebabnya, entahlah mereka hanya tidak ingin terlibat dengan gadis paranormal itu. Sedikit menyeramkan.

Fiyya menyadari ekpresi yang dibuat untuknya, hal itu sedikit membuat hatinya tergores. Ia beranjak dari tempatnya duduk, lalu keluar menuju toilet untuk menenangkan dirinya.

****

Fiyya mengucir rambut sepinggangnya menjadi kucir kuda, ia menatap pantulan wajahnya. Setengah wajahnya tertutup oleh poni, kacamatanya yang besar menutupi hingga ke pangkal hidungnya. Setidaknya ia cantik, menurut versinya sendiri.

Fiyya ditertawakan oleh penghuni kamar mandi, cermin telah penuh oleh wajah seram. Bahkan wajah Fiyya sendiri telah tertutup oleh wajah-wajah hantu yang kini menertawakannya semakin keras.

Gadis itu segera meninggalkan kamar mandi, tidak terburu-buru ataupun terbirit-birit seperti manusia normal melihat mahluk halus. Ia berjalan santai lalu keluar menuju kawasan kamar mandi, sudah sepuluh tahun ia mengalami hal seperti ini. Ia sudah terbiasa.

Adira menunggu didepan perbatasan toilet antara wanita dan pria, akhirnya yang ia tunggu tiba juga. Tanpa ekpresi seperti biasanya, hanya ekpresi terkejut yang baru dilihat Adira. Ia ingin lebih banyak melihat ekpresi gadis ini.

"Hai!" sapanya santai, Fiyya menoleh sedikit terkejut karena melihat sosok pria itu.

"Maaf soal yang tadi, saya nggak sengaja." gadis itu membungkukan kepalanya, ia merasa bersalah. Mendorong seseorang yang tidak melakukan kesalahan, itu cukup memalukan.

"Woles aja kali, udah kebal gue haha. Tapi emang sakit sih, sikut gue kegores dikit." ingat Adira ingin melihat ekpresi gadis didepannya.

Fiyya merogoh saku bajunya, mengeluarkan plester berwarna coklat beberapa lembar. Ia merobek bungkusnya, menarik pergelangan pria itu. Lalu menempelkan pada luka yang disebutkan Adira barusan.

Pria itu sedikit terkejut akan perlakuan Fiyya, namun tetap memperhatikan gadis didepannya. Gadis itu sesekali meniup luka yang sudah tertutupi plester tersebut, lalu sedetik kemudian tersadar apa yang telah dilakukannya.

"Maaf," Fiyya cepat-cepat menunduk lalu meninggalkan pria yang masih bengong akan tingkah nya barusan.

***
To Be Continued...

Ealah ini kok susah amat dapet feelnya, wkwkw moga dinikmati eak :v

Akagami_Red

First Love NerdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang