"Bagaimana rasanya bisa melihat kami? Menyenangkan bukan?!" suara itu berubah menjadi tawa memekik yang bisa memekakan telinga.
Fiyya kecil meringkuk dalam uraian air mata, ia merasa hampir gila melihat wajah-wajah berdarah dan seram yang pernah ia saksikan selama hidupnya, mata berlubang di sertai lumuran darah, belum cukup sampai disitu wanita itu merangkak menuju Fiyya dengan lidah menjulur keluar.
"Pergi kalian, kubilang pergi." Fiyya terus saja menutup kedua telinganya sembari berteriak. Tidakah ini kurang cukup untuk membuat nya menderita.
***
Matahari mulai memunculkan sinarnya, masih malu-malu untuk menunjukan dirinya. Sinarnya yang silau enggan ditunjukannya pagi ini, bahkan gerimis seolah mewakilkan sang matahari untuk menangis.
Fiyya hanya memakai satu lapis jaket tanpa payung seperti yang lainnya, mahluk halus yang biasa menghantuinya kini sudah mengekori gadis itu. Ia pria dengan wajah sepucat tepung, meskipun tak ada luka yang menghiasi wajahnya namun kulit pucatnya sama sekali bukan manusia biasa.
"Kamu tidak mau bicara padaku?" tanya hantu itu sembari mendekatkan wajahnya kepada gadis itu.
Orang normal mungkin hanyak akan melihat hal itu adalah udara kosong, namun Fiyya menggeserkan tubuhnya karena enggan menabrak hantu itu. Seharusnya ia hanya perlu menganggap semuanya tidak ada, maka dengan begitu hidupnya akan tenang. Namun wajah-wajah seram tak bisa hilang dari lingkungannya.
"Minggir," Fiyya sedikit bergumam saat menyebutkannya, takut jika ada yang mendengar bahwa ia berbicara lagi dengan udara kosong. Hantu itu terus saja menghalangi jalan Fiyya hingga harus beberapa kali menggeserkan tubuhnya ke arah lain.
Satu sentuhan ringan mendarat pada bahu gadis itu, mahluk tadi pun lenyap seketika. Lagi membuat Fiyya lagi-lagi tercengang seketika, ia menolehkan kepalanya dan melihat senyuman khas yang menghantuinya sejak kemarin. Adira, mau apa lagi pria itu.
"Selamat pagi, hari ini cerah yah!" sahutnya dengan nada ceria, mengabaikan tatapan para murid lainnya yang menuju ke arah mereka.
Mungkin dalam pikiran mereka, Adira baik sekali mengasihani si kutu buku yang suram. Fiyya tau isi kepala mereka semua, terutama pria ini. Ia hanya mencari sensasi dengan mendekatinya.
"Lo sering ngelamun, awas kesambet lo." Adira mengelus puncak kepala gadis itu, mengacak-acak rambutnya sebelum kemudian ia melesat ke arah gerombolan pria yang memanggilnya.
Darah gadis itu berdesir hebat, rasanya seperti melihat hantu yang sangat seram. Rasanya sama, namun kali ini darahnya hingga berdesir ke kepala membuat semburat tipis pada wajahnya. Apa yang telah dilakukan pria itu padanya?
***
Bel istirahat kembali berbunyi untuk yang kesekian kalinya, seluruh murid tumpah ruah menuju satu tempat untuk mengisi cacing-cacing yang telah berdemo minta diberi nutrisi, yaitu kantin.
"Kantin yuk!" Adira memukul meja gadis berkacamata itu, membuatnya terlonjak lalu menundukan kepalanya karena malu. "sekalian balas budi yang waktu itu." lanjutnya.
"Nggak usah," sahut Fiyya seadanya, dengan suara kecil.
"Apaan?! Nggak denger." Pria itu mendekati wajah Fiyya, menyodorkan telinganya agar bisa mendengar lebih jelas.
Kedua teman Adira mendekatinya, memukul bahunya lalu menggeleng penuh makna. Lalu keduanya menyeret lengan pria itu sedikit paksa, karena Adira terus saja menolak.
Fiyya sendiri beranjak bangun untuk membuang sampah, namun sebuah obrolan tak sengaja ia dengar.
"Lo nggak usah deketin dia." suara ini Fiyya mengenalnya, suara yang beberapa menit lalu membawa Adira pergi, Seto.
"Kenapa?" sahutan Adira terdengar.
"Lo anak baru sih jadinya kagak tau, dia itu sering ngobrol padahal nggak ada siapa-siapa, terus ngelamun sendiri. Pokoknya serem deh, katanya sih dia punya ilmu hitam."
Berita sama yang terus gadis itu dengar, Fiyya memang tak bisa menyangkal tentang berbicara dan melamun karena ia bisa melihatnya. Namun entah kenapa itu sedikit melukai hatinya, bukan karena gosip lama itu yang terus menyebar. Melainkan orang itu akan tau, tau tentang rahasia besarnya. Padahal Fiyya sedikit berharap.
"Meskipun tuh cewek bisa liat tuhan, gue gak peduli," sial! Gadis itu tak sabar menanti kelanjutan dari kata-kata itu. "Mungkin dia sendiri nggak pengen punya kemampuan itu, tapi itu anugrah yang dia dapet. Dan seharusnya dia seneng."
Dadanya berdebar kencang, darahnya kembali berdesir hebat hingga mencapai ubun-ubun kepalanya. Pintu terbuka, menampilkan sosok Fiyya yang tengah tanpa sadar tersenyum. Pertama kalinya setelah dua tahun, gadis itu tersenyum.
"Makasih," sahutnya singkat. Ia menunduk lalu pergi melewati ketiganya yang terbengong-bengong menyaksikan ekpresi super langka tersebut.
"Gue baru tau dia bisa senyum." Seto berdecak kagum atas apa yang telah dilihatnya. Adira tersadar dari lamunannya.
"Tuh cewek emang bikin gue penasaran."
"Jangan bilang lo mau ama dia Ra?" kini Aldi menyuarakan prasangka buruknya.
Adira tersenyum manis, ia menjentikan jarinya. "Liat aja, gue bakalan dapetin dia."***
"tapi itu anugrah yang dia dapet. Dan seharusnya dia seneng." Kata itu kembali terulang dikepalanya, memutar seperti rekaman yang tak akan pernah bosan ia dengar.Fiyya bahkan bersenandung untuk mewakilkan rasa senangnya, ternyata ada orang yang mengerti. Setidaknya ia bisa tertidur nyenyak.
"Kamu sepertinya sedang senang." Hantu pria tadi pagi kembali menghampiri Fiyya.
"Iya, saya sedang senang." bahkan Fiyya menyahuti hantu yang selama ini ia benci.
"Tapi aku tidak bisa dekat-dekat dengan pria itu, aku sendiri juga bingung. Kamu tau kenapa?" tanya hantu bernama Ray itu dengan pandangan bingung.
"Benarkah?" tanggapan hangat Fiyya terhadap hantu mengundang tatapan aneh dari para pengunjung toilet.
"Huum ketika dia menyentuhmu, sel-sel di uratku berteriak bahwa dia berbahaya. Meski aku tidak yakin, aku masih memiliki sel atau tidak."
"Saya senang sekali bisa melihatmu." gadis itu keluar dari toilet, para mahluk halus menyapanya dan dibalas oleh Fiyya dengan anggukan.
Setidaknya ada satu orang yang menyadari bahwa kemampuan ini tidak salah, dan hal itu sudah lebih dari cukup untuk seorang Fiyya.
To Be Continued...
Adududuw saya ceria banget hari ini..
Akagami_Red
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love Nerd
Teen FictionFiyya bukan sekedar gadis cupu biasa, alasan kecupuannya yang tiada tanding itu karena ia memiliki kemampuan tidak seperti manusia lainnya. Kemampuan untuk melihat mahluk dari dimensi lain, atau yang sering disebut mahluk halus atau hantu, jin dan s...