Kemudian aku dipukuli atau dipaksa melakukan salah satu "permainan"-nya, kemudian menyeselesaikan segala tugas yang harus kukerjakan pada siang hari, kemudian duduk di bawah tangga sampai di panggil ke atas untuk menyeselesaikan segala tugas yang harus ku kerjakan pada malam hari. Kemudian,kalau aku bisa menyeselesaikan semua tugasku tepat waktu, dan kalau aku tidak melakukan "kesalahan" apa pun, barulah aku diberi sisa-sisa makanan.
Bagiku, sebuah hari baru berakhir hanya saat ibu mengizinkan aku tidur di dipan berkain tua, tempat aku meringkukkan badan sebagai satu-satunya cara menjaga agar tubuhku tetap hangat. Tidur adalah satu-satunya kenikmatan dalam hidupku. Tidur adalah satu-satunya kesempatan bagiku untuk melarikan diri dari hidup keseharianku. Aku senang bermimpi.
Keadaan jadi lebih buruk pada setiap akhir pekan. Tidak ada kegiatan sekolah berarti tidak ada makanan, juga berarti aku lebih lama berada di "Rumah Itu". Pada saat-saat seperti itu,satu satunya hiburan bagiku adalah berkhayal seolah-olah aku tidak berada "Rumah itu" di tempat lain di mana pun. Sudah bertahun-tahun aku dianggap bukan anggota "keluarga Itu". Seingatku, tiba-tiba saja aku jadi anak yang selalu menimbulkan keonaran sehingga "sudah sepantasnya" dihukum. Pada mulanya aku mengira aku ini memang anak nakal. Tapi kemudian kupikir ibu-lah yang "sakit" sebab sikapnya berubah jadi aneh hanya kalau di rumah cuma ada dia dan aku. Bagaimanapun, aku tahu ada hubungan yang aneh antara ibu dan aku. Selain itu, aku juga menyadari bahwa akulah yang menjadi satu-satunya sasaran ibu untuk melampiaskan kemarahannya yang tidak jelas dan memuaskan kecenderungannya yang menyimpang.~BERSAMBUNG~
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOST BOY
Non-Fictionperjalanan panjang seorang anak mencari kehangatan cinta keluarga