Pukul sebelas malam kurang sepuluh menit. Aku duduk di depan meja konter dapur sambil mengunyah sepotong apel. Sebentar lagi Gale pulang. Aku harus selalu masih terjaga ketika ia pulang. Kalau tidak ia akan mengguncang-guncangku hingga terbangun. Itu istilah halusnya, yang benar ia akan menarik selimutku hingga aku terjatuh ke lantai.
Suara berat truk Chevy-nya terdengar dari teras. Aku segera mengintip dari balik gorden. Gale turun dari truk, menggendong seseorang di salah satu bahunya, dan tas belanjaan di tangan yang lain. Wanita atau gadis? Aku hanya bisa melihat rambut pirangnya yang terjuntai di punggung Gale. Pergelangan kakinya juga terikat dengan lakban hitam. Aku lalu kembali ke dapur, meraih satu potong apel, dan duduk dengan baik.
Kunci diputar dan suara pintu ditutup disusul oleh suara berat langkah kakinya. Gale tersenyum begitu mendapatiku menunggunya. Ia meletakkan tas belanjaan di atas konter tepat di hadapanku.
"Apa kau sudah mengasah pisau-pisauku?"
Aku mengangguk.
"Sudah membersihkan meja besi itu tanpa noda sedikitpun?"
Aku mengangguk.
"Lakban hitam? Lakban putih? Kantong sampah? Plastik juga sudah menutupi seluruh lantai?"
Aku mengangguk lagi.
"Celemek kulitku kemarin kotor sekali. Kau sudah mencucinya, kan? Sarung tanganku juga sudah kau bakar?"
Aku mengangguk entah sudah ke berapa kali.
"Berarti semuanya beres, gadis baik. Aku membelikanmu selusin apel, beberapa makanan tambahan, dan DVD baru untukmu. Kau senang?"
Aku mengangguk sekali lagi.
Gale mengelus kepalaku, lalu meraih sepotong apel yang sudah kupotong. Ia kemudian mengedipkan sebelah matanya. "Tidurlah. Hari ini kau sudah bekerja keras."
Gale kemudian berjalan menuju gudang belakang, meninggalkanku. Setelah itu aku menaruh semua makanan ke dalam kulkas dan menyimpan DVD-DVD baru disebelah DVD-DVD lama yang ada disamping TV. Kemudian berlari menyusulnya. Aku selalu ingin tahu apa yang orang-orang itu telah lakukan sampai Gale harus menghukum mereka. Kata Gale ia hanya memberi mereka pelajaran agar mereka tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.
Kesalahan seperti apa? Tapi aku tidak pernah yakin orang-orang itu masih ada keesokan harinya untuk memperbaiki diri.
Biasanya Gale akan mengusirku begitu tahu aku mengikutinya. Kali ini tidak, Gale malah bersiul-siul riang sewaktu membuka kunci pintu gudang. Kabut dingin tebal menghalangi pandangan itu membuatku menggigil. Gale membiarkan pintu gudang terbuka, berarti ia mempersilahkanku masuk.
Kakiku langsung menginjak lapisan plastik transparan yang kupasang sore tadi. Gale selalu menyuruhku memakai sendal rumah yang terbuat dari kain jadi rasanya agak licin berjalan di sini. Gale meletakkan-wanita itu ke atas meja besi cekung. Wanita itu kelihatannya masih pingsan.
"Kau ingin membantuku memakai celemek?" Senyum Gale menampakkan lesung pipinya di bawah lampu rendah yang tergantung dekat di kepalanya. Aku tahu ia bercukur tadi pagi, tapi bakal-bakal janggutnya sudah tumbuh lagi.
Aku mendekat padanya dengan langkah perlahan. Tinggi Gale sekitar 180cm, jadi ia harus setengah berjongkok agar aku bisa mengikat celemeknya. Ia lalu mengambil sarung tangan karet dari dalam kotak, memintaku memakaikannya juga.
"Gisele..." desahnya sambil mengelus pipiku dengan tangannya yang belum bersarung tangan. Aku merasakan desir aliran listrik di tempat tangannya menyentuh kulitku.
Wanita itu mengerang sadar bertepatan dengan aku yang telah selesai memakai sarung tangan Gale. Rambutnya kusut di sekitar wajahnya. Matanya membelalak ketakutan. Ia berusaha berteriak tapi mulutnya sudah ditutup dengan lakban hitam dan tubuhnya sudah diikat erat di meja besi berbalut plastik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Killer's Assistant
Mystery / ThrillerGisele tahu kehidupannya hanya pernah dilalui bersama Gale Parnell. Ia tidak pernah dibiarkan keluar rumah. Hidupnya akan baik-baik saja selama ia mengerjakan perintah Gale tanpa salah, yaitu menyiapkan peralatan Gale ketika ia membawa seseorang unt...