The First.

52 6 2
                                    

'Jika hari ini adalah mimpi buruk, aku mohon bangunkan aku sekarang, karena aku lelah."

-Blood Sweat and Tears-

Seorang laki-laki berjalan di tengah padatnya kota. Tangannya ia masukan ke dalam saku celana dan berjalan tanpa peduli sekitarnya.

Seoul, musim gugur begitu indah hari ini. Beberapa orang bahkan sempat berfoto untuk mengabadikan daun merah yang berjatuhan memberi kesan indah nan romantis.

Tapi laki-laki itu tak peduli.

Bau musim gugur perlahan bercampur dengan harum lezat jajanan pinggir jalan kota Seoul. Walaupun belum memasuki musim dingin tapi pedanggang Odeng mulai menjajakan makanannya di jalan. Menggoda setiap hidung pejalan kaki untuk mampir di kiosnya.

Dan laki-laki itu masih tak peduli.

Pandangannya masih terus fokus pada jalan, sedangkan fikirannya merajalela seolah mengendalikan jiwa pada dirinya.

Ia melirik jam dinding pada salah satu kios yang ia lewati.

Sudah jam lima. Langit masih terlihat senang hari ini, belum ada tanda-tanda bahwa sang senja akan hadir. Laki-laki ini mendesah, mengusap kasar wajahnya. Ia harus pulang sekarang. Jam makan malam akan dimulai sebentar lagi.

Dan untuk kesekian kalinya, ia masih tak peduli dengan sekitarnya, termasuk melewati seorang gadis yang terjatuh di sebelahnya. Berjalan seolah tidak ada insan satu pun di sekitarnya.

-BST-

Suasana hening.

Ruangan bernuansa serba merah ini hanya di huni oleh dua orang saja. Di hadapannya sudah di penuhi oleh bermacam-macam hidangan lezat. Aroma menggoda dari hidangan makan malam masih belum berhasil untuk menghasut laki-laki yang duduk di ujung kanan untuk menyentuh sedikit hidangan tersebut.

"Apa makanan ini terlihat seperti sampah, Tae?" ucapan itu berhasil membuat si pemilik nama mengadahkan kepalanya.

Mata itu saling beradu menatap satu sama lain. Terpancar aura kebencian dalam diri Taehyung ketika harus menghirup oksigen yang sama dengan laki-laki-duduk di sebrang sana.

"Jika sudah selesai menyantap, kau bisa kembali ke kamar mu," tegasnya kembali meminum segelas Wine merah Eropa, yang ia pesan langsung dengan harga tinggi.

Taehyung tersenyum simpul. "Terimakasih atas jamuannya, Tuan." Lalu melangkah pergi meninggalkan sepotong penuh daging asap yang sama sekali belum ia sentuh.

"Avhela," panggilnya halus. "Bagaimana dengan perkembangan kasus pembunuhan ayahku?"

Yang memiliki nama datang. Avhela terdiam sejenak, keningnya sedikit berkerut, "sejauh ini team autopsy masih menyelidiki apakah korban melakukan bunuh diri atau di bunuh oleh seseorang."

Laki-laki itu tersenyum kecil.

Avhela menaruh beberapa lembar kertas di atas meja makan. "Coba lah sedikit lebih bijaksana. Kau bukan lagi bocah kecil yang harus aku tuntun selalu, Jin," tangannya mengulur memegang bahu tegak Jin.

Bodoh. Hanya satu kata itu yang terpintas di fikirannya. Seokjin sedang memahami beberapa kata yang agaknya asing untuk ia mengerti. Raut wajahnya berubah menyedihkan setelah selesai membaca isi lembaran tersebut. "Jadi polisi masih tidak bisa menemukan bukti pembunuhan di dalam sel penjara?" tanyannya yang di balas anggukan dari Avhela.

Blood Sweat and TearsWhere stories live. Discover now