Bau obat yang menyeruak ke dalam syaraf-syaraf hidung, mampu membangunkan gadis yang sudah terlelap sejak kemarin malam ini. Huhh. Sangat membosankan. Lagi dan lagi dia harus berbaring di tempat yang menurutnya sangat tidak nyaman ini. Pandangannya tertuju pada jendela rumah sakit yang mengembun akibat sisa hujan. Terlihat dua anak kecil sedang berlarian di taman. Lucu sekali. Rasanya dia ingin kembali ke masa-masa kecilnya dulu.
"Ayo! Kejar aku kalau bisa. Welkk" ujar anak kecil tersebut mengambil ancang-ancang untuk segera lari.
"Hhh.. Hhh.. Kali ini aku akan menangkapmu Kia" tak mau kalah. Ia pun balas mengejarnya hingga. Happ. Terkena.
"Mau kemana kamu? Aku sudah bilang kan aku bisa menangkapmu"
Ucapnya mempereratkan pelukannya agar kia tidak bisa kabur darinya."Kamu curang, tadi aku kan jatuh." Protesya tidak terima
"Bodo, yang penting aku bisa menangkapmu" keukeuhnya.
"Hahaha.. " mereka pun tertawa bersama mengisi keheningan sore yang mulai petang.
Tanpa sadar setetes air mata telah membasahi pipi kirinya.
Krekk
Suara sepatu yang bersentuhan dengan lantai menimbulkan suara yang membuat penghuni kamar tersadar dan segera menghapus sisa air matanya, namun masih tetap dalam posisinya menghadap jendela. Ia seperti enggan membalikkan badan melihat siapa yang membesuknya. Toh palingan juga orang tuanya.
"Mau sampai kapan lo kayak gini terus. Nggak kasian ayah sama bunda apa bolak-balik rumah sakit cuma buat ngurus lo" suara itu, suara yang belakangan ini ia rindukan.
Ia segera membalikkan badan, memastikan bahwa ia tidak salah mendengarnya "Kara" lirihnya hampir seperti bisikan
Menghembuskan nafasnya kasar, gadis yang di panggil 'Kara' tadi tersenyum sinis sambil melipat tangan ke depan dada "Gue ke sini di suruh bunda. Jangan kepedean"
"Apapun alasannya gue seneng kok lo mau ke sini"
"Ngarep banget ya? Gue sih mending main bareng temen-temen. Lebih asyik" sebisa mungkin gadis itu, kira lebih tepatnya, menahan tangis yang siap keluar kapan saja.
"Daripada harus di tempat kayak ginian yang hanya di datangi orang-orang penyakitan" lanjutnya yang bahkan tidak peduli dengan Kira di sampingya yang mati-matian menahan tangis.
Setelah itu kaki jenjangnya mulai melangkah menuju pintu.
"Segitu bencinnya ya lo sama gue?"
Satu pertanyaan itu mampu menghentikan langkah Kara yang sudah memegang gagang pintu bersiap keluar. Satu bulir bening lolos membasahi pipi mulusya. Kakinya terasa kaku untuk di gerakkan. Hilang sudah pertahananya untuk tidak menangis.
"Karena gue takut kehilangan lo. Cukup bagi gue untuk kehilangan seorang ibu aja, nggak sama lo juga" batinnya menjerit.
Ingin sekali Kara berteriak seperti itu. Tapi ia urungkan niatnya agar pertahanan yang ia buat selama ini tidak runtuh. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan Kira. Gadis yang mempunyai wajah serupa, bahkan postur tubuh yang sama persis dengannya. Hanya penampilan saja yang sedikit membedakan mereka berdua. Kara sedikit tomboy, sedangkan Kira terlihat lebih feminim. Ya, perbedaan itu saja yang membedakan dirinya dengan Kira. Selebinya sama persis.
Kara tetap dalam posisiya di depan pintu, menarik dalam-dalam nafasnya dan menghembuskannya secara perlahan. Tidak lupa untuk mengusap sisa air matanya yang sempat lolos tadi. Ia segera membuka gagang pintu yang sedari tadi di genggamnya erat-erat, melangkah keluar dan menutup kembali pintu tersebut bersamaan dengan tangis Kira yang pecah tanpa bisa di tahan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRA & KARA
Teen Fiction"Segitu bencinya ya lo sama gue?" -KIRA- "Karena gue takut kehilangan lo. Cukup bagi gue untuk kehilangan seorang ibu aja, nggak sama lo juga" -KARA-