1. Kebahagiaan sederhana

72 9 1
                                    

"Terkadang kebahagiaan bersama keluarga itu melebihi kebahagiaan apapun" -Kira & Kara

---

"Hahaha lucu banget yah, dia itu gemuk banget sampek nggak muat masuk pintu ruang seni" Ucapan Kara sontak mengundang tawa seisi ruangan itu.

"Terus terus yah dia juga kalo makan di kantin banyak banget. Satu piring di lahap habis nggak sampai satu menit" Kira ikut menimpali sambil menirukan gayanya.

Mereka semua tertawa geli sampai mengeluarkan air mata melihat ekspresi Kira yang dengan antusiasnya menirukan gaya teman yang mereka ceritakan.

Salma yang sedari tadi tidak berhenti tertawa memegangi perutnya yang terasa keram akibat mendengarkan cerita kedua putrinya itu. Sedangkan Rudi yang berada di sampingnya masih saja terbahak sambil merangkulnya.

"Udah udah! Sekarang kalian tidur sana, udah malam. Besok sekolah juga kan?" Keduanya mengangguk seraya beranjak dari sofa tempat duduknya.

"Ya udah, kami tidur dulu ya bun"
Salma mencium puncak kepala keduanya, mengelus dengan sayang. Kira dan Kara pun balas mencium pipi salma.

"Bunda aja nih yang di cium? Ayah nggak gitu?" Ucap rudi dengan nada yang di buat-buat seperti merajuk.

Keduanya terkekeh geli melihat ekspresi ayah mereka yang menurutnya lucu sekali. Tapi tak urung membuat Kira dan Kara mendekat dan mencium kedua pipi Rudi.

"Ya udah cepetan tidur. Jangan sampai bangun kesiangan, ntar ayah tinggal tau rasa" Rudi yang melihat ekspresi anaknya tersenyum puas sambil mengacak rambut mereka.

Kira melenggang pergi menuju kamar di susul Kara di belakangnya yang tampak masih adu mulut dengan Ayahnya dari jarak cukup jauh.

Langkah Kara terhenti ketika sampai depan pintu kamar karena tubuhnya yang tak sengaja menubruk Kira dari belakang.
"Kenapa?"

Bagai di hantam ribuan palu, kepala Kira mendadak sakit luar biasa. Ia menopang badannya yang seakan hendak rubuh dengan mengeratkan pegangannya pada gagang pintu. Ia meringis pelan saat merasakan perutnya nyeri seperti di tusuk jarum kasat mata.

"Ki! Kia! Lo nggak papa kan?" Suara Kara menyadarkan Kira saat hampir kehilangan kesadarannya. Tangannya terulur memegangi bahu Kira memasuki kamarnya.

Mereka duduk di pinggiran ranjang sesekali Kara mengusap punggung Kira yang bergetar hebat akibat rasa nyeri pada perutnya yang semakin menjadi.

Cairan kental berwarna merah keluar dari hidung Kira, tanpa sepengetahuan Kara tentunya. Ia segera berlari menuju kamar mandi yang berada di ujung kamar. Mengabaikan teriakan Kara yang bertanya kenapa padanya.

☆☆☆

Di kamar salma dan rudi, mereka masih asyik berbincang tanpa mempermasalahkan malam yang semakin larut.

"Kira itu dulunya hobi banget bersepedah keliling komplek. Tapi saat beranjak remaja ia melupakan begitu saja hobinya" cerita Rudi

"Mungkin sekarang ia mengganti hobinya menjadi suka tidur yah. Kalau pagi itu bunda harus ekstra sabar membangunkan Kira. Terlebih lagi saat hari libur"

"Iya kali bun. Tapi kalau Kara nggak kan? Setau ayah Kara kan rajin. Tapi kalau bicara itu loh, suka asal nyeplos aja"

"Nggak papa, efek pertumbuhan masa remajanya. Itu udah biasa kok di kalangan remaja seusianya"

KIRA & KARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang