Jangan pernah ngelupain, apa yang udah teman lo lakuin buat lo. Karena kalau engga ada dia. Lo ga akan seperti sekarang.
*****
Kerya menyeruput minumannya perlahan. Menatap kedepan. Ke Citra yang fokus ke cake dihadapannya.
"Cit. Pernah gak sih lo berfikir dunia ini mati, meskipun disekitar lo banyak orang yang selalu datang dan berlalu lalalang?" tanya Kerya.
Citra yang awalnya fokus ke cakenya pun beralih menatap Kerya di hadapannya. "Enggak, karena gue selalu merasa hidup, karena semua orang disekitar gue." jawabnya.
Ya, mereka adalah Kerya dan Citra. Mereka adalah dua manusia yang bertolak belakang, Kerya seperti teka-teki yang sulit ditebak, sedangkan Citra seperti buku yang terbuka mudah dibaca.
"Kalau misalnya, misalnya nih, ya. Semua orang disekitar lo menghilang, enggak peduli lagi sama lo. Lo bakal ngerasa !" seru Kerya.
"Ya, emang menurut lo itu kayak gimana? Yang tadi lo bilang? Dunia ini mati?" Citra balik bertanya pada Kerya.
Kerya sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan dari Citra, karena dia sebenarnya juga bingung bagaimana menjelaskannya. Dia tidak berani memberitahukan masalah keluarganya sama Citra.
Kerya mendesah "Gak tau lah, Cit." Dia sendiri aja bingung, gimana jelasinnya. "Gue cabut¸ ya. Bye!" seru Kerya.
Kerya pun berlalu dari cafe tersebut. Diperjalanan di bingung mau kemana. Dia pun akhirnya memutuskan ke rumah Fahmi, teman kecilnya yang sampai saat ini masih berkomunikasi baik dengannya.
Kerya sudah berada di depan rumah Fahmi. Rumah tersebut memang tampak sepi dari luar. Karena penghuninya hanya Fahmi seorang atau mungkin sama pembantu rumah tangganya saja. Lagipula pembantunya itu hanya ada saat pagi hari dan sore hari. Kalau malam seperti ini mana ada orang.
Untungnya Kerya pernah meminta Fahmi untuk di buatkan kunci cadangan, jadi dia tidak perlu repot-repot memanggil tuan rumah saat hendak masuk.
"Fahmi!" Teriak Kerya saat sudah berada didalam kediaman Fahmi.
Rumah Fahmi ini ada di komplek perumahan minimalis. Jadi kalau terlalu berisik pasti kedengeran tetangga yang lain. Apalagi rumahnya berdekatan, yang hanya di sekatan tembok yang tingginya hanya sekitar dua meter.
Fahmi baru keluar dari kamarnya, lalu berjalan ke arah Kerya yang sedang duduk di pantry. Di depannya ada gelas yang sudah kosong.
"Lo bisa gak, kalau kesini itu ucap Assalamualaikum, kek. Lah ini teriak begitu, kayak dihutan aja." Sungut Fahmi.
Kerya hanya menanggapinya dengan cengengsan. Ia berjalan ke arah kulkas dan membukanya, mengambil beberapa cemilan yang ada didalamnya serta minuman dan berlalu dari sana.
"Mi. Kapan ya kita kumpul kayak dulu lagi ber 5?" Tanya Kerya. Tubuhnya sudah dia hadapkan ke arah Fahmi. Fahmi kaget dengan pertanyaan yang dilontarkan Kerya.
"Gue enggak tau, Ya." Katanya. "Gue udah coba hubungin mereka buat ngumpul, mereka selalu bilang enggak bisa." Lanjutnya.
Ya, Fahmi sebenarnya berbohong tentang dia yang menghubungi teman-temannya itu. Dia itu sebenarnya males banget buat kumpul bareng mereka. Karena ada insiden yang melibatkan dirinya dan yang lainnya, enggak semuanya sih, hanya dirinya, Elang, dan Fahri.
Namun, Kerya tidak pernah tau akan hal itu. Mereka masih terlihat biasa aja dihadapan Kerya, hanya saja saat salah satu bertemu Kerya dan hanya satu doang yang bertemu, yang lain seperti hilang ditelan bumi. Terkecuali kembar dan Fahmi. Kalau ada kembar, pasti ada Fahmi. Dan sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Feeling
General FictionKita tidak pernah tau, akan seperti apa kita nanti, akan menjadi apa kita di masa depan, akan bagaimana keadaan kita kelak, dan akan bersama siapa kita. Ini kisah tentang keenam sahabat yang ketiganya menyukai gadis yang sama. Akan seperti apa mere...