Kyoukai no Kanata

37 7 3
                                    

English title : Beyond the Boundary
Performed by : Chihara Minori

♩ ♪ ♫ ♬

Solitude soaks, and soaks my cheeks

Di sanalah gadis itu. Berdiri dengan tegap di tengah rerumputan sembari memainkan kamera DSLR-nya. Bagaimana jari-jari lentiknya mengutak-atik tombol kamera terlihat seakan ia tak memiliki beban apapun.

Tapi itu salah. Teramat salah.

Gadis dengan dress putih sederhana itu tengah berbohong pada dunia. Lihatlah gerak-geriknya, dengan tangan yang sedikit gemetar dan helaan napas yang berlebihan menunjukkan bahwa ia tidak baik-baik saja. Kini ia sedang berusaha membidik sesuatu yang ada di depannya. Mataku tidak dapat melihat keseluruhan dirinya karena ia menghadap ke arah timur padang rumput sedangkan aku kini memandangnya dari selatan. Namun tiba-tiba temaram bulan memperlihatkan setetes air yang mengalir di pipinya.

Ya Tuhan, aku tak kuasa melihat pemandangan menyesakkan seperti ini.

But the presence of dawn quietly rises
Inviting me up, into the sky

"Amara."

Ia menghentikan kegiatannya, namun tak sedikitpun menoleh padaku. Aku mengembuskan napas perlahan. Secara perlahan pula aku menoleh, ingin mengetahui apa yang hendak gadis itu potret. Sedetik kemudian aku menyesal mengajaknya ke sini. Tentu saja itu spot favorit mereka berdua.

Ini tempat favorit kami berempat; aku, Amara, dan mereka berdua. Yang kumaksud mereka berdua adalah kekasihku dan kekasih Amara, Rachel dan Derry. Padang rumput luas dengan dua tebing di sisi barat dan timur juga bebatuan cukup besar yang berserakan menghiasi padang rumput sukses menjadi tempat hunting foto sekaligus bersantai. Dan seperti yang kukatakan tadi, bagian timur dari padang rumput ini menjadi spot khusus Rachel dan juga Derry.

Aku kembali memandangnya. Ia masih bergeming. Dan lagi-lagi cahaya bulan membuat setetes air di pipinya berkilauan.

"Pandanglah langit."

Akhirnya ia menoleh dan memandangku heran. Tetapi mulutnya masih membisu. Aku tersenyum samar. Tak apalah, itu saja sudah cukup. "Turuti saja."

Dengan ragu-ragu ia mendongak ke atas, menuruti perkataanku. Kemudian aku berkata padanya selagi aku meyakinkan diriku sendiri, "Ia, yang ada di atas sana, tentu tidak ingin melihat yang dikasihinya terpuruk seperti ini."

Hope awaits me in the distance,
That's right 
 I'm on my way!

"Tapi ini terlalu cepat," ia berbisik lirih, "dan terlalu mendadak."

Aku tersenyum tipis. Tak yakin ia dapat melihatnya. "Takdir, eh? Suka tak suka kita harus menerima takdir." Bahkan kalimat itu terucap dengan sangat janggal.

Ia kembali memandangku. Setetes air mata jatuh lagi. My God. "Mungkin aku bisa menerima kepergian Derry jika ia mengendarai mobil sendirian."

"Kau yakin?"

Amara mengangkat bahu. "Tapi kenyataannya tidak begitu, 'kan? Ia berangkat bersama kekasihmu."

"Rachel, itu namanya."

Ia menghela napas dan berjalan pelan mendekatiku. Cantik. Eh, apa yang kau pikirkan, Rey? "Untuk pertama kalinya, aku benci pada kenyataan."

Aku meliriknya yang kini duduk di samping kiriku. Tidak tahu bagaimana harus menanggapi.

"Aku jadi beranggapan bahwa kita adalah perusak hubungan mereka berdua."

"Hei," aku terkaget. Sebenarnya, apa yang ada di pikiran gadis ini?

SerenadeWhere stories live. Discover now