Byoumei Koi Wazurai

50 5 12
                                    

English Title : Diagnosis: Lovesickness
Performed by : HoneyWorks feat. GUMI

  ♩ ♪ ♫ ♬

Love textbooks, love reference guides
Since I can't get anywhere with you, I might as well read them

"Oke, latihan hari ini cukup. Pelajari lagi scene 1 dan hayati, karena bagian ini yang membawa pendengar masuk dalam musik kita. Benar begitu, Yonita?"

Aku terkikik pelan. Pasalnya Yonita—pemain oboe yang memegang lead pada scene 1 sekaligus salah satu sahabat dekatku—bermain cukup kacau hari ini sehingga berkali-kali mendapat teguran—ralat, amukan—dari Natanael, konduktor paling hebat yang pernah kutemui. Bagaimana tidak, ia satu jurusan dan satu kelas denganku—untuk pertama kalinya aku membenci pilihanku sendiri—namun kudengar ia sudah empat kali keliling dunia untuk memimpin orkestra. Oke, aku tak akan melanjutkan cerita tentangnya karena bukan itu konsentrasiku. Aku melihat Yonita meringis karena baru saja disindir dan membolak-balik partiturnya. Apapun ia lakukan asal tidak memandang konduktor kami. Lucu sekali.

Aku menyikut seseorang di sebelahku. "Taruhan, Yonita dan Natan akan menjadi pasangan romantis selesai kita tampil pada hari H nanti," bisikku.

"Cukup pikirkan bagianmu di scene 3. Kau juga tak kalah hancur tadi." Kemudian aku merasakan jitakan di kepalaku. Aku menoleh ke arahnya dan memicingkan mata. Hanya sedetik, karena setelah itu aku memalingkan muka. Ini semua salahnya. Sejak pertama kali ia masuk dalam gedung ini, wangi parfumnya begitu menyita perhatianku. Bukan wangi yang norak atau sejenisnya, tapi sesuatu yang membuat sahabatku ini lebih maskulin dan semakin jatuh cinta aku dibuatnya.

Ya, kau benar. Aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri. Meskipun kalimat itu terdengar menjijikkan bagiku, namun aku tak bisa memungkiri fakta.

Namanya Peter. Aku mengenalnya sejak dari bangku SMA. Pertama kali melihatnya ketika aku skip pelajaran dan itu artinya ia juga melakukan hal yang sama. Walaupun ia cukup bandel, tetapi ia selalu menempati peringkat satu paralel. Entah terbuat dari apa otaknya itu. Sedangkan aku merasa anak yang biasa saja—meski banyak teman beranggapan bahwa aku merupakan saingan terberat Peter. Ada-ada saja. Fakta yang benar adalah aku dan Peter bersahabat, sisanya hanyalah opini tak berbukti.

Dan, ya, selama itu pula aku menyimpan perasaan lebih terhadapnya. Salahkah seseorang mencintai sahabatnya sendiri? Dari salah satu buku yang kubaca—Ya Tuhan, sejak kapan aku menyukai kegiatan membaca buku yang sentuh pun aku tak sudi? Peter benar-benar mengacaukan pendirianku—perasaan cinta di antara sahabat hanya akan merusak persahabatan itu sendiri. Maka dari itu aku memutuskan untuk menyimpan perasaan ini rapat-rapat. Jelas sekali aku lebih memilih persahabatan.

Ah, aku melupakan satu fakta penting. Track record-nya dalam hal cinta buruk sekali. Sudah belasan gadis yang ia pacari sejak aku mengenalnya, mentang-mentang ia sangat tampan—aku tidak akan memungkirinya—, sangat pintar, dan sangat berbakat. Usia hubungan yang ia jalani tidak pernah melebihi dua bulan, kemudian kandas begitu saja. Aku merasa aneh.

Suatu saat aku bertanya karena rasa keingintahuanku perlu dipuaskan saat itu juga, "Peter, mengapa kau tidak bisa menjalani hubungan dengan gadis-gadismu lebih dari dua bulan? Kau yang memutuskannya atau sebaliknya?"

Ia hanya memandang langit. Ketika itu kami berada di rooftop¸tempat favorit kami untuk skip. "Tentu saja mereka yang memutuskanku. Kau mendengar dari mereka sendiri, bukan?"

"Bohong," aku mencibir.

Lalu pandangannya berganti ke arahku. "Bagaimana jika kau menonton proses pemutusannya? Tempat ini selalu terbuka untukmu, bahkan saat proses itu berlangsung."

SerenadeWhere stories live. Discover now