I believe in hate at the first sight. –Marylin Monroe
"Maliiiing!"
Anna berteriak saat menemukan seorang pria asing di dalam apartemennya. Tak ada yang tahu tentang kepindahannya ke apartemen yang baru selain Flora dan Lucas. Dan sekarang, seorang pria yang sialnya tampan tengah berada di dalam apartemennya, berdiri di depannya dengan tangan mengusap kepalanya yang nyeri terkena lemparan odol.
Lelaki itu mendongak menatap Anna yang berdiri terpaku di tempatnya. Wajahnya memerah sampai ke telinga, tampak geram dan lelah bukan main. Saat lelaki itu bergerak hendak menghampiri Anna, gadis itu spontan berteriak kencang.
"Stop! Stop! Jangan mendekat!" ujarnya sambil mengayun-ayunkan panci di tangannya.
Seolah tuli, Gio tetap berjalan sehingga ia tepat berada di depan Anna, saat gadis itu lengah, dia merebut senjata satu-satunya senjata milik gadis itu—pancinya. Dia tertawa pelan melihat panic kecil menggemaskan itu, lalu menatap Anna dari atas ke bawah dengan tatapan mengintimidasi.
"Harusnya saya yang nanya itu ke kamu! Apa yang kamu lakukan di apartement saya, dasar maling?"
Pria itu menekankan suaranya pada kalimat akhir mencoba mengintimidasi Anna lebih jauh.
"Apartement kamu?"Anna tertawa sambil membekap mulutnya, lalu tiba-tiba tawanya berhenti dan dia menatap Gio datar, "jangan ngelantur...ini apartementku!"
Gio tertawa sinis tak percaya, dia lalu mengeluarkan ponselnya mencoba meng-hubungi seseorang, sedetik kemudian—saat sambungan di ujung di jawab oleh operator, lelaki itu mengumpat pelan.
"Dasar sinting, ini apartement apartemen saya! Kamu lihat barang-barang yang ada disana? Itu barang-barang saya!"
Anna mengikuti arah telunjuk Gio, barang-barang pemilik apartemen yang lama—yang belum sempat di ambil—sengaja ia tumpuk di sudut ruangan agar lebih mudah ketika pemilik sebelumnya datang menjemput. Anna tidak berani mengeluarkan baraang-barang tersebut dari apartemen, berfikir pemiliknya akan segera datang. 'Tapi kan yang jual apartement ini ke gue kemaren kan Ibu-ibu' batin Anna, dia lalu mengalihkan pandangannya ke arah Gio yang kini tampak semakin jengkel, kening pria itu berkerut, wajahnya kusam dan kelelahan.
Pria itu hanya membalas pandangan Anna dengan datar, bibir tipisnya menipis kesal dan mata tajamnya itu serasa menguliti tiap lapisan kulit Anna. Tiba-tiba Anna teringat film serial killer yang baru di tontonnnya beberapa hari lalu. Pria ini selain tampan juga menyeramkan. Tunggu, dia bilang apa barusan?
Anna menggeleng, menyadarkan diri, "Kamu ga liat kalo barang-barang yang kamu sebut milikmu itu bahkan udah di packing, and let we see...barang-barangku bahkan lebih banyak dari barang-barang milikmu dalam apartement ini. Tidak usah melucu malam-malam begini ya, ini waktu istirahat, aku bisa saja melaporkan kamu ke polisi!" ujar Anna menatapnya sinis. 'Cowok sinting macam apa yang berani-beraninya masuk ke apartement orang lalu marah marah dan langsung mengklaim miliknya'? Anna tak habis pikir.
Pria itu mengehla nafas gusar, jari-jari panjangnya mengacak rambutnya kesal. "Fine, kalo ini emang apartement kamu...mana surat-suratnya?" tanyanya lalu bersidekap menatap Anna.
Anna terdiam sebentar, lalu saat melihat senyuman kemenangan di bibir pria itu, ia segera berlari ke kamar dan mengambil semua surat-surat apartement miliknya. Saat keluar dari kamar, dia melihat pria itu tengah berdiri sambil menyembunyikan sesuatu dibelakang tubuhnya. Anna segera berjalan ke arahnya dengan kecepatan penuh dan saat beberapa langkah di depannya gadis itu segera memperlihatkan surat-surat miliknya serentak dengan gerakan tangan Gio yang ternyata juga memperlihatkan surat-surat kepemilikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Apartement
RomanceKamu tidak percaya akan takdir begitupula denganku. Pertemuan dan Kisah kita tidak seperti 'Undian gosok-gosok berhadiah' yang apabila gagal dapat mencoba lagi. kita diikat oleh sebuah tali yang di sebut pernikahan. Jadi, sekuat apapun aku mencoba m...