Jovita
"Jop!" Seru Dennis. "Lo gila ya barusan?!"
"Mana ada gua gila? Kalo gue gila nggak mungkin sekarang gue jadi mahasiswa kali Den?!" Balasku, masih kesal karena Dennis seenaknya berteriak, bertengkar denganku di depan Balairung Utama Universitas Philantrophy. "Den, ini harga diri Den. Harga diri!"
"Harga diri tai lo?!" Ulang Dennis sambil memaki. "Jop, lo nggak seharusnya ngeladenin Devi kali. Lagian lo juga ngapain harus main nge-iyain omongan sampah Devi?"
Kalau boleh jujur, aku juga merasa jengkel karena harus berurusan dengan makhluk ganjen yang satu itu. Iya, makhluk itu, yang disebut Dennis dengan namanya, 'Devi,' dia adalah malapetaka terburuk selama aku SMA. Tukang nyepik sama guru, SKSD sama kakak kelas, sok jadi Ibu Peri buat adik kelas saat MOS, dan yang membuatku sangat membencinya adalah, sifat muka duanya.
Saat awal aku masuk ke Universitas Philantrophy--yang sebenarnya aku dipaksa Engkong Jere, dengan ancamannya--aku merasa sudah bodo amat dengan keberadaan Devi. Bahkan saat aku tahu dia juga mengambil fakultas dan jurusan yang sama denganku, aku masih tidak memedulikannya.
Tapi tolong, ketika aku satu kelas dengan makhluk itu, terlebih saat dia yang menjadi ketua kelasnya, dan dengan gaya sok berkuasanya dia menyalahkanku karena salah maju presentasi. Oh holy shit! Jelas-jelas itu salahnya sendiri karena tidak becus sebagai ketua kelas!
"Asli gue malu Den! Di depan Prof. Yudi, Den! Depan Prof. Yudi! Dia ngatain gue!" Balasku yang masih geram. "Lo tahu kan, Prof. Yudi itu siapa? Temennya Engkong gue! Sohibnya! Hopeng! Bestfriend bangetlah pokoknya!"
Dennis mengedarkan pandangannya ke sekitar are Balairung Utama. Semua orang yang berlalu-lalang banyak yang memerhatikan kita. Iya, memerhatikan aku dan Dennis.
"Bisa lo lanjutin ngomelnya di tempat lain nggak Jop? Gue malu lama-lama diliatin sama anak fakultas lain."
Aku berdecak kesal karena Dennis baru sadar betapa bodohnya dia mengomeliku di depan Balairung Utama. "Hah! Makanya lo liat tempat dong Den kalo mau negur gue! Kan gue lagi emosi tau!"
Dennis dan aku berjalan menuju Kafetaria II. Di universitas ini terdapat empat kafetaria yang masing-masing terletak di bagian utara, selatan, timur, dan barat kampus. Fakultas hukum--iya, fakultasku--adalah fakultas yang terletak di bagian utara kampus, dekat dengan taman dan perpustakaan.
Kafetaria II adalah sarang berkumpulnya mahasiswa hukum, ekonomi dan bisnis, psikologi, sastra dan terkadang beberapa anak teknik.
Ada satu tempat yang menjadi posisi favoritku, yaitu tempat yang paling dekat dengan Sei Bento. Ituloh, kios makanan Jepang yang adanya di bagian belakang Kafetaria II. Aku memang suka makanan Jepang, dan Sei Bento adalah kios makanan yang paling mengerti lidahku.
Elin dan Sandy melihatku dengan tatapan ngeri karena ketakutan--mungkin?
Aku pun mengambil posisi tempat duduk berhadapan dengan Elin, dan Dennis yang mengekoriku dari belakang tadi sampai kemudian.
"Temen lo lagi bad mood. Pastiin kalian nggak sebut nama Cewek Ganjen itu," kata Dennis dengan tempo aturan nafas yang tak teratur, lalu duduk di sebelahku, menghadap kepada Sandy.
"Hah? Siapa?" Tanya Sandy bingung. "Lo tempur sama Vega lagi?"
Aku menggeleng.
Nah, Vega itu bisa digolongkan cabe-cabeannya fakultas hukum. Body bohay, make-up always on everyday, kalo pake rok, pasti tiga jari di atas pahanya, kalo pake celana pasti press body.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game of Law
Romance[SUDAH TERBIT DI GRAMEDIA DIGITAL] Kezia Jovita Iswandi. Lack of future. No inspiration. All things has been settled in life. Jovita, adalah mahasiswa tingkat pertama di Fakultas Hukum. Alasan utamanya hanya untuk dapat gelar, dan menjauh dari musu...