Sabari namanya. Pemuda berambut tebal yang sehari-hari bekerja sebagai guru IPS di salah satu sekolah ternama di desanya. Usianya sudah menginjak kepala 4, tetapi beliau belum bisa meluluhkan hati Romlah, ibu kantin di sekolah, untuk menjadi pengantin wanitanya.
"Sudahlah, Nang, lupakanlah Romlah. Masih banyak perempuan lain yang mau sama kamu!" Nasehat Emak Sabari. Emak dan Sabari kini tengah duduk santai di teras rumah sembari menunggu Junaedi, adik Sabari, pulang dari bekerja sebagai kuli sekaligus menantikan warna langit berganti menjadi orange.
"Kalau Sabari maunya sama Romlah, Emak bisa apa?" Tanya Sabari sebelum menyesap teh hangatnya.
"Kalau Romlah bukan jodohmu, kamu bisa apa?" Tanya Emak tanpa memedulikan pertanyaan Sabari sebelumnya.
Dirasakan oleh Sabari tenggorokannya tercekat, susah rasanya untuk menelan air yang ia minum sehingga tanpa aba-aba air yang tadinya sudah masuk kedalam mulut Sabari, kini muncrat keluar hingga ia terbatuk-batuk, untuk tidak sampai kena wajah Emaknya.
"Yaampun, Sabari, kalau minum jangan buru-buru, biar berkah." Emak geleng-geleng kepala melihat tingkah Sabari yang dibuat mendramatisir.
Suasana kembali lengang diantara Sabari, Emaknya dan beberapa penduduk kampung berlalu lalang hendak pulang kerumah masing-masing. Anak-anak kecil berlarian tanpa alas kaki, disuruh pulang Emaknya supaya tidak kena tangkap kalongwewe. Junaedi sudah tampak dari kejauhan, melambaikan tangan ia pada Emaknya dan Sabari.
"Aku lihat tadi Romlah dan Harta sedang tatap-tatapan, lho, Bang!" Beritahu Junaedi pada Abangnya begitu ia telah sampai di hadapan Sabari dan mencium tangan Emak.
Sabari melirik Junaedi sinis, naik pitam ia dibuatnya.
"Yang benar dong kalau ngasih info, barangkali mereka sedang main permainan tatap-tatapan yang bila berkedip duluan, itu yang kalah," jawab Sabari sewot.
"Tapi dari tatap, bisa turun kehati lho, Bang!" Beritahu Junaedi lagi, menahan tawa ia melihat wajah 'terbakar cemburu' Abangnya.
"Anak kecil diam saja!" Pekik Sabari.
"Sabar, Ri, Sabar! Kamu Emak kasih nama Sabari 'kan supaya kamu sabar terus. Sabar menghadapi ujian sekolah sampai sabar menghadapi ujian hidup, macam jodoh yang tak kunjung tergenggam ini."
Meledaklah tawa Junaedi, sementara Sabari hanya dapat menunjukkan wajah masamnya.
Mentari kian tenggelam, digantikan bulan yang nampak berseri-seri. Sabari memakai songkoknya dan mulai memimpin Emak dan Junaedi sembahyang.
"Ya Allah, pertemukanlah Sabari dengan jodoh Sabari secepatnya ya." Begitu doa Sabari ketika selesai sembahyang, sampai berlinangan air mata ia meminta jodoh.
Pagi harinya Sabari sudah rapi dan wangi. Bukan karena ingin mengajar, tetapi ia hendak menemui Romlah. Sambil membawa seikat bunga mawar yang diambilnya dari kebun Pak Ratno semalam, ia pamit dan meminta restu ke Emaknya agar lamarannya diterima oleh Romlah.
"Iya nanti kalau nggak diterima, ya, kamu cari seng lain aja." Begitu tanggapan Emak Sabari kira-kira.
Sabari keluar rumah. Terheran-heran ia melihat keramaian yang tak seperti biasanya.
"Ada apa ini?" Tanya Sabari pada Mualid, kawannya yang kebetulan lewat.
"Itu, rombongan Harta mau melamar Romlah,"
Sabari mengangguk, tanganya bergerak mengisyaratkan Mualid untuk pergi.
"Cepat lamar Romlah! Keburu diembat, lho." Goda Mualid, ia pun segera berlari menjauhi Sabari sebelum kena bogem Sabari.
Iring-iringan Harta melewati rumah Sabari. Alat musik tiada henti dimainkan membuat suasana semakin riuh, beberapa anak kecil pun ikut bergojet mengikuti alunan musik.
Sabari jadi pesimis. Tanpa mau mengikuti rombongan itu menuju rumah Romlah, Sabari melangkahkan kakinya ke timur, menuju danau.
Sabari yakin, Romlah pasti menerima Harta. Lelaki itu selain tampan, ia juga mapan. Berbanding terbalik dengan Sabari.
Ditemani bebek-bebek milik Pak Syarif, Sabari duduk di pinggir danau. Bebatuan kecil yang ia temui dilemparkannya ke dalam danau.
"Jodoh di manakah kamu?" Sabari mulai menggumam. Tak lama hening, hanya terdengar hirup pikuk bebek berkoek-koek sampai Sabari menyanyikan lagu yang dinyanyikan oleh Mas Anang dan Mba Ashanty dengan suara yang nyaris tak terdengar.
"Jodohku maunyaku dirimu...
"Hingga mati ku ingin bersamamu..."
Hanya saja, sebenarnya lagu itu tidak mendeskripsikan dirinya banget.
Ah, Sabari putus asa hingga ia terlelap di pinggir danau. Dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu seorang wanita cantik hingga akhirnya menikah dan hidup bahagia.
Namun itu hanyalah mimpi.
***
Finish. Yeay😂✌
Cerita ini aku buat karena challenge dari Authors Sharing dcfamily ju_ve_nia raatommo azuretanaya AryNilandari