Prolog

1K 46 9
                                    

Sialan, kenapa gue harus tinggal di sini! Berulang kali Zondra merutuk. Hatinya kesal. Jiwanya berkabut dan amat kalut.

Zondra mendengus. Dia membuang pandangannya ke arah jendela kamar Asrama. Teman-teman yang lainnya tengah lelap tertidur. Malam ini dia tidak bisa tertidur. Inilah malam pertama di Asrama. Dia sungguh tidak bisa memejamkan mata.

Zondra mondar-mandir tak karuan. Ada sesuatu yang harus dia lakukan agar hatinya tidak gusar. Sesuatu harus dia lakukan agar kegelisahannya segera raib.

Kampreeet, sial banget hidup gue. Harus hidup di lingkungan kacrut kayak gini. Gue harus cari jalan keluar.

Pandangan mata Zondra melirik ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada seorang pun yang melihatnya. Teman-teman sekamarnya sudah terlelap tidur. Dia mengatur langkah kakinya sedemikian rupa hingga tak sedikit pun terdengar telapak kakinya menginjak lantai.

Sesampai di lantai dasar, dengan mengendap-endap Zondra berhasil keluar dari kamar. Langkahnya menelusuri koridor asrama sambil tetap memasang pandangan waspada. Sebenarnya dia belum terlalu paham apa yang akan dia lakukan. Dia juga tidak tahu medan. Dia hanya mengikuti kata hati dan keinginannya yang ngebet ingin keluar dari kamar asrama yang menurutnya sangat sesak.

Beberapa meter dari pintu gerbang, dua orang satpam terlihat berjaga. Anak itu segera menyembunyikan dirinya di balik tembok. Hampir saja, pandangan mata salah seorang satpam itu memergoki dirinya.

Zondra menghembuskan napas.

Dasar satpam sialan, umpatnya.

Ah lega, rasanya. Sambil mengatur ulang pernapasannya. Pikirannya bermain, dia mencoba memikirkan bagaimana caranya agar bisa lolos dari pengawasan Satpam itu. Dia tidak bisa berlama-lama membuang waktu. Dia harus menuntaskan keinginan dan kata hatinya malam ini juga.

Entah setan mana yang membisikinya hingga dia nekad melakukan sebuah ide gila. Dinding asrama itu cukup tinggi dan dikelilingi oleh kawat berduri. Namun dengan mudahnya dia memanjat tanpa ada hambatan sedikit pun. Apa jangan-jangan dia punya kesaktian?

Ah, tapi tidak juga. Barangkali itu hanya karena dorongannya yang kuat ingin keluar dari tempat yang menurutnya seperti penjara. Dia tidak leluasa bertingkah. Tidak bisa merokok, tidak ada akses internet, tidak bisa nonton televisi, tidak bisa main game, dan masih banyak lagi keinginan yang menurutnya mendesak dan sama sekali tidak terpenuhi.

Kondisinya saat ini ibarat seorang kepepet dikejar-kejar anjing, hingga dapat melakukan apa pun yang sebelum tidak bisa dia lakukan.

Setelah berhasil naik dinding, Zondra mencoba melangkahi kawat berduri dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dia miliki. Duri kawat itu beberapa kali menusuk kulit kakik dan tangannya. Namun dia abaikan. Yang dia pikirkan hanya fokus pada apa yang akan dia lakukan selanjutnya, yaitu melompat dari atas tembok yang tinggi itu.

Melihat ke bawah dari arah dinding yang dia pijak membuatnya ketakutan. Dia merinding karena tidak bisa melihat apa saja yang ada di bawah. Pemandangan di bawah semuanya gelap. Dia membayangkan yang tidak-tidak. Bagaimana kalau ada ular, bagaimana kalau ada kelabang dan atau binatang buas lain mengingat di sekitar tembok tinggi itu adalah kawasan hutan dan perkebunan.

Dia berpikir. Bagaimana caranya agar bisa turun dengan selamat. Zondra berkeliling memandangi pepohonan. Ada sebuah pohon yang batangnya cukup dekat mengarah ke dinding. Jika menggunakan keberanian yang lebih lagi, dia bisa saja melompat ke dahan tersebut dan bisa turun dengan mudah.

Dia pun mulai mendekati batang pohon itu dengan hati-hati menghindari kawat berduri. Beruntung dahan pohon tersebut tidak terlalu jauh sehingga dia tidak perlu berlama-lama merasakan tusukan duri kawat. Dia pun segera melompat meraih dahan itu. Gerakannya itu menimbulkan suara daun-daun dan dahan pohon tersebut hampir saja patah. Dengan dia segera meraih dahan lain hingga akhirnya dia bisa turun dengan selamat.

High School Mate Story🍻 [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang