《 CHAPTER 1 》>< [[ P R O L O G ]]

105 15 14
                                    

"Loving can hurt, loving can hurt sometimes
But it's the only thing that I know.
When it gets hard, you know it can get hard sometimes.
It is the only thing that makes us feel alive"-Ed Sheeran [Photograph]

------------------------------------------------------

Suasana bandara Soekarno-Hatta saat ini tak berbeda jauh dari biasanya. Orang-orang berlalu-lalang dengan koper di tangan, baik koper besar, maupun yang kecil.

Desingan pesawat terdengar jelas. Beberapa orang terlihat sibuk, mempersiapkan keberangkatan mereka. Yang lainnya terlihat santai, mungkin pesawat yang akan mereka tumpangi tak akan datang dalam waktu dekat.

Bola mataku melirik kearah gadis yang berdiri tepat di sebelahku. Ia terlihat cantik dengan jaket merah yang melindunginya dari udara dingin.

Namun, lagi-lagi ia menyelipkan ujung rambut hitam terurainya ke belakang daun telinga. Entah sudah kali keberapa gadis itu melakukannya. Raut wajahnya terlihat menyedihkan, aku tak bisa membayangkan perasaan apa di rasakan oleh gadis bermata coklat itu, sulit menebaknya. Mungkin ia sedih, kecewa, kesal, atau bahkan marah. Entahlah, aku tak ingin memikirkan semua itu. Yang aku ingin lakukan hanyalah menenangkannya.

Aku mengeratkan genggamanku pada jemarinya. Menyalurkan kehangatan yang mendalam. Jemarinya dingin, tubuhnya bergetar. Gadis itu menolehkan kepalanya kearahku, yang kubalas dengan tatapan lembut. Aku memutar tubuh, agar berhadapan dengan tubuhnya yang hanya setinggi daguku.

"Gue bodoh banget, ya, Gav?" Aku menautkan alis, tanda tak mengerti maksudnya "Maksud lo apa, Ry? Lo nggak bodoh! Lo itu cewek terpintar yang pernah gue temui"

Ry menggelengkan kepalanya, tertawa miris atas ucapanku tadi.

Lo manis, Ryana. Bahkan dalam keadaan kayak gini, lo tetep manis. Batinku.

"Gavi, gue itu bodoh. Bisa-bisanya gue nyia-nyiain lo yang tulus sayang sama gue" ucap Ry seraya menundukkan kepalanya "Jangan nunduk, Ry. Tatap mata gue kalau lagi ngomong"

Aku mengangkat dagunya dengan tanganku, lembut. Seketika kulihat matanya berkaca-kaca. Tapi, tak ada setetes pun air mata yang berhasil jatuh.

"Ryana Shannea Kenza, jujur, gue sakit banget waktu lo nyia-nyiain gue. Gue bahkan berusaha untuk benci sama lo. Tapi nyatanya, gue nggak akan pernah bisa. Cause you're always in my mind" ucapku tulus

Ry tersenyum manis. Aku tahu, senyum itu mengarah padaku, tapi hati dan pikiran Ry bukan untukku.

Kuat, Gav. Hati itu bukan milik lo.

Ya, hati itu takkan pernah jadi milikku seutuhnya. Hati itu hanya milik lelaki itu. Lelaki berengsek itu.

"Gav, gue minta ma---" ucapan Ry terhenti ketika terdengar suara teriakan ke arah kami "Ry!"

Dari ujung lorong bandara, terlihat sosok laki-laki jangkung yang berlari mendekat. Raut wajahnya sangat cemas. Keringat membasahi sekujur tubuhnya yang tertutup kaus putih bertuliskan Broken.

Mulut Ry terbuka lebar, seperti akan mengucapkan sesuatu, tapi diurungkannya. Wajahnya terlihat shock berat.

Sementara yang kulakukan hanyalah terdiam. Terpaku menatap laki-laki itu yang langkahnya semakin lama semakin pelan. Hingga akhirnya langkah itu terhenti, saat jarak antara ia dan kami -aku dan Ry- hanya sekitar tiga meter.

"Ryana..." panggilnya pelan

Dan ketika itulah, bulir air mata Ry, menetes. Untuk kesekian kalinya, ia menangis karena laki-laki itu.

Ry bergegas mendekat, dengan tatapan yang sangat datar.

"Tunggu!" Aku menahan lengan Ry "Don't go! I beg you"

Ry menggelengkan kepalanya pelan. Ia menyentuh wajahku dengan kedua tangannya, menatapku sendu.

"I won't leave you, Gav. Trust me!" Katanya seraya melepaskan genggamanku "Ini cuma Raha"

Cuma Raha katanya?

Itu Raha, Ry. Raha yang udah nyakitin lo. Raha yang udah bikin air mata lo menetes. Raha yang udah bikin lo terluka. Raha yang udah bikin semua ini terjadi. Raha cowok berengsek itu, yang udah ngambil hati lo sehingga lo nggak bisa jadi milik gue. Dan lo bilang, "Ini cuma Raha" ? Batinku.

Ry berjalan kearah Raha dengan pelan. Mencoba tersenyum sebisa mungkin, walau pahit rasanya di hati.

Mereka bertatapan sejenak. Dan aku cemburu melihat tatapan itu. Karena setiap kali Ry menatap Raha, selalu ada binar-binar cinta di matanya. Itu yang tidak bisa kudapatkan dari Ry, sebesar apapun rasa cintaku padanya.

Selanjutnya, Raha memulai pembicaraan. Aku tak bisa mendengar apa yang ia katakan, karena bisingnya suara di sekitarku.

Tali sepatuku yang terlepas mengalihkan pandanganku dari Ry dan Raha. Aku membetulkannya dengan lamban, agar aku tak perlu melihat perbincangan Ry dan Raha yang hanya akan menyakiti hatiku.

Aku mengembalikan pandangan ke arah mereka berdua, begitu selesai mengikat tali sepatu ketsku.

What the heck?!

Bagaimana mungkin lelaki berengsek itu dengan enaknya memeluk lembut tubuh Ry. Pelukan yang selama ini tak berani ku lakukan.

Raha mengeratkan pelukannya ketika Ry membisikkan sesuatu di telinganya, yang aku tak tahu apa.

Rahangku mengeras. Aku terlalu terkejut dan marah untuk menyadari bahwa kini, Raha tengah berjalan santai kearahku.

"Gavi" aku tak dapat mengartikan katanya. Apakah itu sebuah pertanyaan, atau sapaan? Karena nada yang keluar sangatlah datar.

"Ya?"








------------------------------------------------------

Haeee. Akhirnya gw nulis cerita ini juga. Setelah perjuangan panjang melawan rasa MALES. wkwkwk.
.
Pendek ya? Tenang... baru prolog doang koq
.
Kalo feel nya gk dapet, maap deh:v
.
Jangan lupa vote&comment
.
P U T R I   J

This Feeling [ PUTRI J ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang