ji✴ Memories Tiga✴

7 0 0
                                    

Di ufuk timur
Ku mengadu
Berbisik pelan
Alhamdulillah
Nikmat ini tiada Tara

Sungguh bahagia
Ciptaan mu sangat indah

Di ufuk barat
Ku meminta
Beri waktu panjang
Tuk melihatnya lebih lama

Sudah lebih dari cukup
Nikmat ini tiada Tara
Melebihi apapun
KasihMu
Sungguh besar

~

30 hari umurnya bahkan sudah bisa menyahut bila dipanggil namanya.
Bukankah sangat ganjil? Ah, tapi karena 'aneh' itu membuat tetangga sekitar merasakan senang akan kepintaran yang diatas kewajaran bayi tersebut.

Bagaimana keluarga bisa menyadari bila keanehan itu disebut kepintaran? Bukanlah tak wajar bila bayi bisa bicara? Meskipun hanya 'nghh'.

Menggemaskan bukan jika bayi itu tak selalu menangis. Dia mampu mengetahui keadaan. Bisa membaca situasi, bahwa menangis itu juga tak menyelesaikan masalah. Ah, bayi yang malang.

Tidak sampai disitu Khamim membawa kebahagiaan bagi sang bapak dan ibunya.

Sampai nanti pada akhirnya takdir itu menjawab teka-teki alam.

...

Bila masih bayi saja sudah tampan bagaimana besar nanti? Itulah yang dipikirkan para tetangga.
Kakaknya, mas Arip saja merasa iri dengan kehadiran Khamim. Putih, mata sipit berwarna cokelat terang. Mirip orang cina, sedangkan Arip sendiri berkulit hitam, matanya sama dengan orang Jawa pada umumnya.

Bahkan kasih sayang orang-orang kepada Khamim pun selalu melimpah.
Tiap hari ada tetangga yang datang untuk mengajaknya bermain, ngliling kalau dalam Jawa.
Banyak yang terpesona dengan tingkah yang sangat menggemaskan itu. Dengan sukarela mbak-mbak nya itu membelikan mainan untuk si bayi. Betapa senangnya ia.

Sampai pada akhirnya, kejadian tak mengenakkan itu terjadi. Bukan kecelakaan. Melainkan sakit. Badan Khamim panas, sangat panas. Dalam diam dia merasakan sakit. Dalam diam dia merasa takut. Takut bahwa tidak lama lagi dia disini. Tak lama lagi melengkapi kebahagiaan bapak dan ibunya.
Meninggalkan mas Arip yang sangat sayang dengannya, para tetangga, kakek-neneknya. Serta semut-semut kecil teman bermainnya.

Ah, nasib memang tak selalu berlaku baik.
Ada kalanya juga susah, namun dibalik itu semua bapak masih berusaha tenang.
Tiap selesai sholat bapak selalu berdoa meminta agar keluarganya selalu berkumpul dengan sehat, tak apa hanya mempunyai nasi tanpa lauk karena itu sudah cukup.
Bukankah kita diharuskan untuk bersyukur dengan apa yang ada?
Bapak, orang yang pekerja keras tapi, apalah daya jika memang itulah takdirnya, uang yang dihasilkan cukup untuk makan sehari. Bila mendapat upah yang lebih tentu bapak akan membelikan mainan untuk anak-anaknya yang selalu dia jaga dengan sepenuh hati.

Sampai suatu hari nanti, akan ada sisi lain dari diri bapak yang akan ditunjukkan kepada dunia. Bahwa bapak pun hanya manusia biasa yang bisa merasakan sakit dan terluka di hatinya.


~





Jangan ambil pusing wkwk. Ini bukan cerita fiksi loh guys. Ini real, nyata..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang