Bel tanda masuk sudah berdering. Tapi aku masih disini, berusaha mengambil kaus kaki di lokerku yang terletak di bagian atas. Yah, kedengarannya mudah. Tapi sebagai manusia dengan tubuh kecil sepertiku, ini adalah tugas yang sulit. Sialnya, aku tak bisa protes untuk hal ini. Loker di sekolahku diurutkan berdasarkan urutan nomor pendaftaran sejak tahun lalu. Aku tidak mengerti kenapa hal ini diterapkan saat waktuku disekolah ini hanya tersisa 1 tahun lagi.
Loker besi setinggi 2 meter lebih dan tinggi badanku yang hanya 153cm, bukanlah satu perpaduan yang bagus.
Sepasang langkah kaki dari sebelah kananku berhenti. Kemudian berpindah untuk bersandar di tembok di seberang loker dan menatap ke arahku. Hey, bukannya aku terlalu percaya diri. Tapi, kau tahu ‘kan kalau kau bisa merasakan jika seseorang menatapmu?Aku masih tidak dapat mengambil kaus kaki di bagian dalam lokerku. Salahku memang menaruhnya terlalu dalam sebelumnya. Tapi, itu tindakan pencegahan agar kaus kakiku tidak jatuh dan bisa saja hilang. Sialnya aku susah mengambilnya kembali.
“Ahrin-ah!” suara itu yang selalu ku dengar dari kecil. Kaki dari pemilik suara itu berlari kecil ke arahku dan berhenti tepat di sisi kiriku. “Cepatlah! Im Ssaem sudah memanggil!”
“Kau lihat tidak aku sedang apa? Jangan mengomel saja seperti ahjumma, lebih baik kau membantuku, Tak Jinkyu.” Ya, dia Tak Jinkyu, temanku sedari kecil.Jinkyu menoleh ke arah tembok sebelum akhirnya mengacak rambutku dan mengambil kaus kakiku dengan mudah. “Dasar kecil,” karena dua kata itu, tinjuku mendarat di lengannya, diikuti jeritan yang sangat palsu.
“Kau merusak rambutku!”
“Hey bisa kalian melanjutkan sesi romantis kalian di tempat lain?”Akhirnya seseorang yang sedari tadi memperhatikanku itu bicara.
Aku menoleh dan mendapati laki-laki itu berjalan mendekatiku, dan, oh! Dia tinggi sekali seperti raksasa!
“Memang apa urusanmu kalau kami ingin pacaran disini?” Jinkyu yang kurasa sudah sangat tinggi pun harus mengangkat sedikit kepalanya saat berbicara dengan laki-laki itu.
Aku membaca name tag yang terpasang di bajunya. ‘Kim Sunghyun’. Oh, jadi namanya Sunghyun.
“Aku butuh mengambil buku di lokerku.” Sunghyun menunjuk ke arah kakiku.
Oh! Lokernya berada tepat dibawah lokerku. Aku segera menutup lokerku dan membungkuk samnbil mengucapkan ‘maaf’ dan mendorong Jinkyu menjauh dari deretan loker.
“Apasih kau ini? Kenapa malah mendorongku?” protes Jinkyu.
“Kau bilang Im Ssaem sudah memanggil? Untuk apa lebih lama disana? Aku tak mau dihukum!” gerutuku.
“Ah...”
“Ayo cepat!” aku melangkah mendahului Jinkyu yang masih berdiri diam. Aku tak tahu ia berfikir atau tidak tapi ia melihat langit-langit dengan tatapan kosong. Dasar bodoh. Kenapa banyak sekali wanita yang tergila-gila padanya? Hanya karena ia tampan? Suaranya bagus? Ia tinggi? ..ah, baiklah itu bukan ‘hanya karena’. Tapi tetap saja wajahnya saat ini seperti orang bodoh.
“Ahrin-ah tunggu aku!” lagi-lagi aku membenci tingkahnya ini. Ia mengejarku yang sudah berjalan jauh didepannya, dengan kaki panjangnya itu.
Kalau saja ia bukan teman kecilku, mungkin aku sudah memukulinya dengan sepenuh hati karena sebal. Yah, lebih terhadap sebal karena aku punya kaki pendek dan ia punya kaki panjang. Aaargghh! Tidak tahu lah! Aku sebal!
***
Baru saja Im Ssaem keluar kelas, teman-teman di kelasku sudah mengerubungi Jinkyu seperti lalat mengerubungi bangkai. Terdengar kasar namun itu memang pas. Apa? Aku cemburu? Aku menghabiskan waktu dengan Jinkyu lebih banyak daripada mereka kenapa aku harus cemburu? Aku hanya tidak suka saat mereka menggangguku karena aku dekat dengan Jinkyu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Exception
Fanfiction"Because both of them are each other's only exception."