'SAMPAH'
'MATI SAJA KAU!'
'B#TCH!'
'ENYAHLAH!'
Aku hanya pergi selama limabelas menit untuk menghabiskan makan siangku di halaman belakang sekolah. Tapi, apa yang menyambutku di kelas lebih dari sekedar 'mengagumkan'. Mejaku, berubah menjadi papan keluhan terbuka.
'SAMPAH SEPERTIMU TAK PANTAS BERADA DI SAMPING JINKYU KAMI!'
Ah... 'Penggemar' Jinkyu tak hanya menyukai teman kecilku itu tampaknya. Mereka juga sangat menyukai seni tipografi. Untung saja mereka menulisnya menggunakan pensil, dan aku masih memiliki waktu limabelas menit untuk membersihkan ini semua sebelum Ssaem masuk ke kelas.
Di mana aku menyimpan penghapusku? Bukankah itu di – oh. Apa yang terlihat di permukaan mejaku belum seberapa ternyata. Mereka menuliskan kata-kata kotor itu di atas sana, dan apa yang ada di dalam laci mejaku adalah kotoran yang sebenarnya.
Kemarin, lokerku dan hari ini, mejaku. Apakah aku benar-benar terlihat seperti tempat sampah bagi mereka? Mereka, sekelompok siswi yang terkikik di sudut kelas dengan tatapan ke arahku itu, kurasa akan lebih baik jika mereka menganggapku tidak ada sama sekali. Akan lebih baik jika mereka tak menatapku seperti itu.
Bukankah tak terlihat lebih baik daripada dilihat sebagai tempat sampah? Entahlah. Aku tak tahu mana yang lebih baik selain membersihkan mejaku sekarang.
Jinkyu, aku tak sedih karena dia tak ada di sekitar. Hal yang membuatku membenci ketidakhadiran Jinkyu adalah, hal itu bagaikan sebuah suntikan semangat untuk para 'penggemar'-nya. Suntikan semangat untuk menganiaya diriku, lebih tepatnya.
Jika saja setiap kuhela nafas panjang yang keluar adalah lembaran uang dan bukannya karbondioksida, mungkin aku sudah kaya raya sekarang. Mungkin aku sudah bisa memakai uang itu untuk pergi ke bulan. Haha... Leluconku sangat payah, benar? Biarlah, tak ada yang menghiburku jadi biarkan aku menghibur diriku sendiri.
Baru saja aku keluar kelas dan ingin tertawa karena leluconku sendiri, bahuku ditarik dan dihempaskan ke tembok keras. Ouch!
"Wah wah lihat siapa ini. Si gadis kecil yang kehilangan pelindungnya. Hahaha.." Oh. Ternyata para 'penggemar' Jinkyu yang haus darah. Dan akulah sasaran empuk mereka.
Tawa ejekan dari salah satu perempuan itu seperti virus yang menyebar dengan cepat ke perempuan-perempuan lain. Aku bisa menghitung mereka adalah hampir seluruh siswi dikelasku.
Salah satu dari mereka mulai menarik-narik rambutku dan yang lainnya mengikuti. Aku merasakan beberapa tendangan mengenai bekas memarku. "Argh!"
Mereka mundur dengan teratur ketika mendengar aku menjerit dan terduduk memegangi bekas memarku yang terkena tendangan mereka. Apa yang ku lakukan di kehidupanku yang sebelumnya sampai aku harus diperlakukan seperti ini? Aku bahkan tidak menggoda Jinkyu! Demi Tuhan!
Aku bangun dan berjalan menuju loker dengan menahan rasa sakit di kakiku -- dengan terpincang. "Mati saja kau!!" Aku mendengar teriakan itu dibelakangku dan riuh rendah suara dengan kalimat yang sama menyakitkannya.
Seharusnya aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini, tapi kenapa aku masih ingin menangis mendengarnya? Aku sedang membuka pintu loker ketika sebuah kaleng cola kosong mengenai kepalaku.
"Ah, maaf, aku tidak sengaja melemparnya," sebuah senyum dengan eye-smile terpampang didepan wajahku saat aku menoleh untuk melihat siapa yang melempar kaleng tersebut. Oh, ternyata salah satu teman Changmin "tidak sengaja" melempar kaleng tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Exception
Fanfiction"Because both of them are each other's only exception."