Author POVPart 1 : meet
Harry bernafas lega.
Pagi itu mungkin tidak bisa dikatakan pagi yang baik untuknya. Ia bangun terlambat, sarapan hanya satu buah roti tawar tanpa diolesi selai apapun, dan ia tersandung batu selagi berjalan menuju sekolah.
Untung saja ia tidak terlambat. Ia sampai sekolah 10 menit sebelum jam pertama dimulai yang membuatnya dapat menyalin tugas yang harus dikumpulkan di jam pertama dan itu membuatnya lega.
Harry berjalan menuju lokernya. Loker itu tidak terlalu jauh dari kelas yang akan ia tempati selama pelajaran pertama dan kedua. Ia berjalan dengan santai, mungkin dapat dikatakan terlalu santai.
Selagi membuka loker, ia dapat melihat kumpulan siswa popular tidak jauh dari lokernya. Mereka berada di depan loker Louis, the soccer captain.
Ia juga dapat melihat Louis. Lelaki itu yang paling pendek di antara teman-temannya dan itu membuat Harry tertawa kecil melihatnya.
Tangan Harry mengambil kamus di dalam lokernya karena jam pertama adalah English dan menutup kembali loker itu perlahan.
Ia memutar badannya dari hadapan loker tersebut, dan kejadian selanjutnya membuatnya ingin kembali menatap loker. Namun, menurut hati kecilnya ada perasaan senang yang tidak bisa digantikan.
Mata mereka bertemu.
Hijau dengan biru. Hijaunya alam di dunia bertambah dengan birunya laut. Ditambah dengan sinar dari lampu lorong sekolah membuat kedua warna itu semakin benderang.
Harry menatapnya dalam. Tidak akan ada lagi warna di dunia yang dapat menandingi biru laut dari mata Louis. Perasaan tenang menjalar di tubuhnya setiap ia menatap matanya itu. Suara gemuruh ombak dapat ia dengar hanya dengan menatap biru laut itu.
Biru itu juga dapat diibaratkan dengan birunya langit. Dengan awan awan putih yang terus menemaninya dan senyum matahari yang terus menyinari. Biru itu tetap tidak tergantikan maknanya, tenang, sendu, syahdu.
Sedangkan, tatapan Louis sama sekali tidak bisa dikatakan. Bagai melihat bintang di pagi hari. Menerangi hatinya perlahan. Warna hijau bagaikan sudah mengambil alih dirinya. Louis melihatnya seolah-olah Harry-lah satu satunya laki laki di sekitar hijaunya hutan. Dengan pencahayaan yang tepat, Louis ibarat melihat malaikat. Louis tahu ia sudah jatuh pada pandangan pertama.
Baru kali ini seorang Louis, si anak popular itu, menatapnya setelah satu tahun sudah bersama di beberapa kelas. Mungkin Louis tidak pernah bertemu Harry, atau mungkin ia tidak ingin bertemu Harry.
Bagaikan ada arus listrik di antara kedua mata tersebut. Satu menyambung membentuk arus di hatinya. Mereka tidak tahu apakah mereka memiliki kesamaan, tetapi arus itu terus tersambung tanpa melihat perbedaan apapun.
Arus listrik itu semakin cepat seakan sudah melihat kesamaan. Tanpa melalui pembicaraan, arus itu seperti sudah mengetahui segala hal tentang isi hati mereka berdua. Hati itu memompa lebih kencang akibat arus tersebut.
Satu tepukan tangan temannya ke pundak Louis membuat koneksi itu terputus.
Harry menunduk malu mengetahui hal yang baru saja terjadi. Perasaan senang bukan main terus muncul di dalam dirinya. Louis menatapnya! Pipinya sudah merah mengingat hal itu kembali. Ia tidak ingin dipandang aneh orang orang. Akhirnya, ia berjalan cepat menuju kelas yang akan ia tempati.
Pandangan Louis belum lepas dari Harry. Pandangan itu masih mengikuti Harry sampai ia masuk kelas. Ingin sekali ia mengejarnya, tetapi jam pertama yang sama dengannya membuat ia menunda mengejarnya.
Salah satu temannya melihat Louis sedari tadi memandangi Harry. "Harry, Harry Styles." Ucapan salah satu temannya itu membuat Louis menoleh kepadanya sambil mengerutkan dahinya.
"Ia Harry. Ia memiliki jam yang sama denganmu saat English, History, dan satu lagi, tetapi aku tidak mengingatnya."
Ucapan terakhir dari temannya itu langsung disambut dengan bel jam pertama. Semua orang sudah mulai masuk ke kelasnya tak terkecuali teman-teman Louis. Tinggal lah Louis dengan salah seorang temannya itu.
Louis mengambil beberapa barang dari lokernya. Temannya itu masih setia menunggu respon dari Louis, tetapi Louis sama sekali tidak risih dengan perilaku temannya ini.
Louis menepuk pundak temannya itu. Senyumnya sangat lebar bagaikan ada yang istimewa di hari ini. Temannya itu dapat mengetahui hal tersebut. Jarang sekali Louis menatap seseorang sangat lama sampai melupakan sekitar.
"Thanks, Zayn."
Zayn tersenyum kecil. Ia sangat mengenal Louis sejak lama sehingga ia mengetahui setiap gerak gerik yang Louis berikan selalu ada maknanya.
Dan ia tahu Louis sudah menempatkan seseorang di hati kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
hair color ✘ larry (discontinued)
Fanfiction❝It's okay hair boy, I'll never leave you.❞ Written in Bahasa. ©blousclous