#1

72 8 1
                                    

“Jongdae..? Hei, Jongdae? Kim Jongdae!”
Itu Yixing, yang terus mengguncang anarkis tubuh Jongdae sembari meneriakan namanya. Oh, semoga tak terjadi hal buruk pada Jongdae.
“Apa kita harus panggil ambulans?” usul Luhan, setengah ketakutan kalau kawannya itu tak akan membuka mata lagi.
“Kau berlebihan, Lu.” sahut Kris seraya berlalu, ia kemudian pergi ke ruang tengah—tempat di mana anak-anak berada—sembari diekori oleh Luhan.

Dan, oh…………….

Aku yakin tak lebih dari 10 menit anak-anak itu mereka tinggalkan. Dan, sekarang???
“Oh, man!” pekik Luhan dengan rahang setengah terjatuh setelahnya.
Haruskah kudeskripsikan? Oke, baiklah. Mari bayangkan apa yang kulihat saat ini. Tao, anak laki-laki usia enam tahun berbaju serba merah, tengah melompat-lompat layaknya kodok di dekat televisi—semoga televisi itu selamat dari ancaman tongkat Tao. Gilanya, Kyungsoo mengikuti gerakan Tao dari belakang. Kemudian, Jongin. Dia tengah sibuk bercermin sambil memakai gel rambut yang entah ia dapatkan dari mana—oh, apa mungkin itu milik Kris? Lalu, Sehun. Ah, dia tampak manis di awal. Tapi, sekarang? Kau bisa lihat dia tengah bergelayutan di tirai bak Tarzan—atau mungkin ia sedang menirukan Spiderman? Ah, terserahlah. Yang jelas, kondisi ruang tengah yang tadinya rapi dalam sekejap telah berubah menjadi kapal pecah yang terkena tornado.
Ugh, ini sangat buruk. Tunggu, aku baru menyebutkan empat orang anak? Oke, oke. Sepertinya Kris dan Luhan harus segera berlari ke halaman belakang karena…

“Junmyeon!!!!! Mau kau bawa kemana Baekhyun???!!!!!!”

Well, kurasa tak perlu kuperjelas lagi bagian itu.

***

Beda ceritanya saat jam makan siang tiba. Tentu kau tahu bagiaman sulitnya anak-anak jika disuruh makan, bukan? Oh, Jongdae bahkan bertanya-tanya mengapa anak-anak itu tak mau makan padahal mereka hanya tinggal mengunyah makanan tanpa perlu bersusah payah mencari uang terlebih dahulu untuk kemudian ditukar dengan makanan. Well, biarkan Jongdae terus bertanya-tanya dan mari kita beralih pada Kris yang tengah membujuk Jongin dan Sehun untuk makan.

Hanya saja…

“Minji tidak menyukaimu, Sehun!”

“Minji menyukaiku, Jongin!”

“Minji menyukaiku, Sehun!”

“Minji tidak menyukaimu, Jongin!”

Oke, oke. Aku yakin kalian juga sama bingungnya dengan Kris.

“Anak-anak?” Kris mencoba menginterupsi pertengkaran Sehun dan Jongin, “Ini sudah waktunya makan siang, apa kalian—”

“Kami tidak mau makan, Paman!” Sehun dan Jongin menjawab serempak.

Well, sejujurnya Kris tak menyukai panggilan ‘paman’ yang mereka berikan. Tapi, kurasa ini bukan saat yang tepat untuk mempermasalahkan hal sepele seperti itu. Karena sekarang, bukan hanya gadis kecil bernama Minji yang Jongin dan Sehun perebutkan. Tapi juga..

“Cuma aku yang boleh bermain dengan boneka rusa milik Paman Luhan!”

Sehun berteriak seraya meraih leher boneka rusa kesayangan Luhan itu dari tangan Jongin dengan kasar. Tentunya Jongin tak mau kalah, untuk mempertahankan boneka itu ia pun menarik bagian kakinya.

Sungguh malang.

Apa Luhan akan baik-baik saja setelah melihat boneka kesayangannya?

Biarkan itu jadi pertanyaan yang hanya Tuhan dan Luhan yang mengetahuinya. Sekarang, mari kita intip keadaan dapur. Tempat tentram yang amat dicintai Yixing beberapa jam terakhir. Oh, dan di sana ada Kyungsoo!

“Paman Yixing sedang apa?”

Kyungsoo sampai rela berjinjit hanya demi memuaskan rasa penasarannya. Well, ia juga ingin melihat makanan yang tengah dibuat Yixing.
“Makan siang untuk kita semua.” jawab Yixing pendek. Ia kemudian menyunggingkan senyumannya untuk Kyungsoo.
“Kyungsoo boleh bantu tidak?”
Ah, manisnya. Bak kalimat magis, Yixing tak bisa menolak permintaan Kyungsoo. Maka ia mengizinkan Kyungsoo untuk menyentuh bahan-bahan makanan. Memperbolehkan Kyungsoo mengaduk sup yang tengah ia masak. Dan, Yixing masih cukup waras untuk mengamankan pisau sejauh mungkin dari jangkauan Kyungsoo. Well, tak ada yang tahu, kan, apa yang bisa diperbuat Kyungsoo dengan pisau dapur?

Jika dulu Yixing beranggapan bahwa hal terbodoh yang pernah ia lakukan adalah membiarkan Luhan mencekik boneka unicorn kesayangannya, kini tidak lagi. Gelar istimewa semacam itu kini Yixing berikan pada hal yang baru saja ia lakukan beberapa saat yang lalu. Yap, membiarkan Kyungsoo membantunya di dapur.

Karena kalian tahu apa?

“Paman…?” Kyungsoo yang kedua binernya membulat sempurna melirik Yixing yang tengah sibuk memotong daun bawang, “Aku tidak sengaja memasukan ponsel Paman ke dalam panci.”

Oke.

Setidaknya bukan boneka unicorn kesayangan Yixing yang Kyungsoo masukan ke dalam panci berisi sup yang mendidih itu.

Kalian tahu? Ketika semua orang berpikir satu-satunya pria yang tak bisa mengasuh anak kecil di antara keempat pria itu adalah Luhan, hipotesis itu sangatlah tidak akurat. Kalian perlu mencari sumber terpercaya sebelum mengatakan hal semacam itu atau mungkin sebaiknya kalian lihat sendiri bagaimana kenyataannya.

“Nah, sekarang masukan kaki kirimu.”

Luhan berucap seolah si kecil Baekhyun mampu menerjemahkan kalimatnya. Bayi kecil itu tampak anteng, padahal Luhan tengah sibuk bermain dengan kedua kaki mungilnya. Perjuangan keras Luhan berbuah manis. Bak telah memenangkan kejuaraan sepak bola internasional, Luhan tersenyum lebar pada Baekhyun. Seolah puas akan mahakarya yang telah ia ciptakan. Tolong mengerti bagian ini karena Luhan telah menghabiskan waktu sebanyak 45 menit hanya untuk mengganti popok Baekhyun.

“Oke, sekarang Baekki sudah siap untuk makan siang~”

Pria dengan senyuman yang agak mengerikan itu menggendong Baekhyun. Tidak fatal, sih. Tapi cukup untuk membuat orang tua Baekhyun was-was jika putra mereka terus diasuh oleh makhluk sejenis Luhan. Namun, siapa peduli? Toh, Baekhyun senang-senang saja kalau digendong Luhan. Ia bahkan tak menangis kalau kalian mau tahu.

“Kita turun ke bawah, oke?”

“Da..da!!”

Semoga Baekhyun berpegangan erat pada Luhan. Setidaknya pada kaus merahnya.

***

Percayalah, menyatukan enam orang anak dalam satu ruangan bernama ruang makan bukanlah pekerjaan yang mudah. Mungkin akan mudah jika kau adalah orang tua kandung dari enam orang anak itu. Jadi, mari kita beri apresiasi keempat pria yang sudah bersusah payah ini.

“Jongin, Sehun! Sampai kapan kalian mau begini terus?”

Dengan tangan yang terlipat di dada, Kris berujar seperti ayah yang tengah memarahi kedua anaknya yang sedang bertengkar. Well¸ Jongin dan Sehun juga sama-sama bersedekap dengan bibir mengerucut dan wajah super masam.

“Ada apa dengan mereka, Kris?” tanya Yixing setengah berbisik, sedikit penasaran dengan permasalahan di antara kedua bocah yang sama-sama nakal itu.
Kris mengangkat bahu, “Gadis kecil bernama Minji, boneka rusa milik Luhan, lalu aku tak tahu apa lagi yang akan mereka perebutkan.”
Alis Yixing meliuk-liuk, mengharap Kris akan memberi penjelasan lebih mengenai pernyataannya barusan. “Pertengkaran anak-anak, sudahlah. Hei, Tao! Berhenti bermain dengan tongkatmu!”
Yeah, tampaknya Kris harus mengamankan tongkat dari jangkauan Tao atau mungkin ia harus mengamankan Tao sekalian. Alasannya sangat jelas. Setelah Jongdae yang jadi korban, lalu televisi yang terancam keselamatannya, kini microwave kesayangan Bibi Pei yang jadi taruhan.
Oh, Kris tak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika microwave itu tak terselamatkan. Mungkin, kepalanya bisa lepas dari tubuhnya nanti.

Anggaplah permainan mengumpulkan anak-anak di ruang makan ini sudah mereka menangkan. Lalu kini, mereka harus naik ke level berikutnya. Level yang agak sulit dari yang mereka perkirakan.

“Junmyeon, ayo makan dulu.” Yixing membujuk Junmyeon yang sedari tadi mengerucutkan bibirnya, mungkin ia tak mau kalah dengan Jongin dan Sehun.
“Aku tidak mau makan kalau makanannya seperti itu. Aku mau pizza, Paman!”
“Iya, iya, nanti Paman belikan pizza. Tapi sekarang, kau makan nasi dulu. Oke?”
“Tidak mau!”
“Junmyeon..”
“Tidak mau! Aku mau pizza!”
Fine. Yixing tahu kalau Junmyeon itu terlahir dari keluarga kaya raya, dia bisa mendapatkan apa pun hanya dengan sekali merengek. Mungkin di mata bocah laki-laki itu masakan Yixing tampak tidak lezat, itu pun masih bisa diterima. Tapi, tidak bisakah sekali saja.. Junmyeon menuruti apa yang Yixing ucapkan? Toh, tidak ada ruginya, kan?

“Oh My God! Baekki-ya, kau hanya perlu menelan bubur ini!”

Itu Jongdae, yang berteriak setengah frustrasi karena Baekhyun terus-menerus menolak disuapi bubur. Tapi, berteriak pada anak kecil seperti Baekhyun bukanlah hal baik yang bisa ditiru, bukan?

“Hueeeeeeeee..”

Baekhyun menangis.

Dan Jongdae tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

“Bodoh! Jangan berteriak pada anak kecil!” Luhan buru-buru menggendong Baekhyun—tentu setelah memukul belakang kepala Jongdae, mengusap-usap punggung kecilnya sembari membisikan kalimat-kalimat penenang yang sekiranya mampu mengurangi tangisan Baekhyun.

Well, Jongdae, Kris, dan Yixing harus bersyukur memiliki Luhan.

***

“Punggungku..” Jongdae merintih, seraya melesakan tubuhnya di sofa putih ruang tengah, “aku bisa jadi kakek-kakek kalau setiap hari menggendong Junmyeon dan Tao ke mana-mana.”

Beda ceritanya dengan Kris. Sambil membawa secangkir kafein, ia kemudian duduk di sofa untuk satu orang, kakinya naik ke atas meja sembari jemarinya menekan tombol remote mencari saluran televisi yang sekiranya menarik perhatian.

Lalu, Yixing. Pria malang itu tengah mengeringkan ponselnya. Aroma sup masih tercium jelas dari case ponselnya. Sungguh, Yixing tak bisa membayangkan jika hal semacam ini menimpa unicorn-nya.

“Ponselmu kenapa?” Kris bertanya pada Yixing, seraya kembali menyesap kafein kesukaannya.

“Kyungsoo,” Yixing memberi jeda, kemudian bangkit dan menempati ruang kosong tepat di sebelah Jongdae, “dia memasukan ponselku ke panci berisi sup yang mendidih.”

Demi boneka Hello Kitty milik Jongdae, Kris hampir mengeluarkan kembali kafein yang disesapnya.

“Ja-jadi, kita tadi makan sup ponsel?”

“Setidaknya, kita tidak makan sup unicorn.”

Oh, yeah. Kita harus memahami perasaan Yixing.

“Sebentar lagi, orang tua anak-anak itu akan datang, kan?” celetuk Jongdae memecah keheningan, “tapi sepertinya, anak-anak itu masih tidur. Saking kelelahan mengacak-acak rumah Bibi Pei.”
“Sssst, pelankan suaramu! Kalau mereka bangun, nanti kita repot lagi.” Kris berujar seraya menaruh cangkirnya di sofa table.
“Iya, iya, aku tahu.”
“Omong-omong, Luhan dimana?” tanya Yixing yang baru menyadari tak adanya eksistensi seorang Luhan. Kawannya yang sangat mencintai boneka rusa itu tak menampakan batang hidungnya sejak mereka bertiga berkumpul di ruang tengah.
“Sepertinya dia tidur bersama Baekki.” jawab Jongdae.

Oh, benarkah?



To be continued


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Daddy Day CareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang