BAB 1 (part 2)

107K 5K 73
                                    

Alexander Agatha sangat mempercayai pola dalam hidupnya. Terdengar konyol memang, tapi itulah Alex. Ketika masih kecil, orangtua Alex mengajak Alex dan dua adik laki-lakinya untuk makan di sebuah restoran cepat saji, adik bungsunya berhasil memakan dua ayam, adiknya yang tengah berhasil memakan empat ayam dan Alex si sulung berhasil makan enam ayam.

Ketika Alex sekolah menengah pertama dan sedang rekreasi ke taman bermain dengan teman-temannya, mereka taruhan untuk bisa foto bersama dengan wanita-wanita cantik di taman bermain tersebut, teman Alex yang pertama berhasil foto bersama sepuluh wanita cantik, teman Alex yang kedua berhasil mengumpulkan foto bersama dua puluh wanita cantik dan Alex keluar sebagai pemenangnya, dia berhasil mendapatkan foto bersama tiga puluh wanita cantik.

Dan kini ketika satu per satu sahabat-sahabatnya di Cambridge dulu sudah menikah, dimulai dari John yang menikah di usia ke-25, lalu Mike yang menikah di usia ke-31, dan terakhir Dave yang menikah di usia ke-35. Jika di lihat dari polanya, maka Alex akan menikah di usia ke-37. Dan dalam beberapa bulan lagi usianya memang 37 tahun. Tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda Alex akan menikah menyusul jejak-jejak para sahabatnya.

Bukan berarti Alex sedang tidak dekat dengan wanita-wanita, Alex memiliki banyak teman kencan wanita yang berbeda setiap minggunya sampai dengan detik ini. Mungkin lebih karena seumur hidupnya Alex tidak pernah bisa serius berhubungan dengan satu wanitapun. Tidak sekalipun. Seluruh hubungannya dengan para wanita selama ini hanyalah sebatas fisik saja. Jika Alex bosan, Alex akan meninggalkannya. Para wanita-wanita Alex pun tidak marah ataupun mengamuk ketika ditinggalkan oleh Alex, karena sejak awal Alex selalu menjelaskan bahwa ia tidak bisa berkomitmen jauh, dan hanya membatasi hubungan mereka sebatas fisik, tak lebih.

Sangat brengsek, memang! Alexander Agatha sadar, bahwa diantara ke empat sahabatnya yang brengsek sekalipun, dialah yang terbrengsek. Tapi jika boleh Alex berbangga hati, yang membuat Alex unggul dibanding ke tiga sahabatnya adalah, karena Alex kini sukses di atas kakinya sendiri, dan tanpa sedikitpun di bayang-bayangi nama besar keluarganya. Tidak seperti John yang menjadi politisi hebat yang terkenal, hal tersebut tak lepas dari pengaruh sang ayah yang merupakan politisi juga. Mike berhasil mendirikan Royal University, juga berkat dorongan orangtuanya yang memiliki yayasan pendidikan besar di Jerman, sedangkan Dave yang kini menjabat sebagai CEO Del Castillo Coorporation yang merupakan warisan keluarganya secara turun temurun.

Keluarga besar Alex memiliki perusahaan industri elektronik terbesar di Jepang, tapi Alex sedikitpun tidak tertarik mengurusnya. Itu buat adik-adiknya saja, begitu kata Alex. Alex lebih tertarik dengan otomotif, sehingga ia dengan tabungannya membuka jasa impor spare parts. Kini usahanya meluas, tak hanya melayani import  spare parts untuk otomotif, tapi Alex juga telah memiliki showroom mobil-mobil mewah di hampir seluruh kota besar di Pulau Jawa. Pelanggan utama Alex tentu saja para sahabat-sahabatnya yang berhasil ia cekoki dengan mobil-mobil mewah. Dan kini nama Alexander Agatha terkenal sebagai distributor nomor satu mobil mewah di kalangan para executive muda.

Kembali lagi ke urusan cinta. Jika Alex merasa tidak ada satupun wanita yang menangis di depannya ketika ia memutuskan hubungan mereka, entah jika di belakang Alex ternyata mereka menangis, Alex tidak peduli. Tapi Alex sangat ingat, hanya ada satu wanita yang menangis tersedu-sedu ketika ia memutuskan hubungannya. Ya jika di depan Alex saja dia sampai menangis tersedu-sedu, bagaimana jika di belakang Alex …

Nama wanita itu Katherine Anastasia, seorang pramuniaga di sebuah butik terkenal langganan salah satu mantan pacar Alex. Perkenalan mereka singkat. Hubungan mereka pun sangat singkat. Alex sempat menjelaskan pada Kate begitu ia biasa di sapa, bahwa Alex bukan tipe pria yang bisa berkomitmen jauh, apalagi kedatangan Alex ke Indonesia hanya untuk berlibur sementara, setelah itu ia akan kembali lagi ke Inggris untuk menempuh program pasca sarjananya. Dan saat itu entah karena Kate yang lugu sedang sangat di mabuk kepayang oleh Alex akhirnya mengiyakan dan tidak keberatan dengan status mereka. Di waktu singkat yang mereka miliki, Alex berhasil membuat Kate bahagia, bahkan sangat bahagia jika di banding dengan hari terbahagia di sepanjang hidupnya sekalipun. Dan di mata Alex, bersama dengan Kate, Alex menjadi dirinya sendiri, karena kemurnian serta semangat yang ada di dalam diri Kate membuat Alex jadi semakin mengenal siapa dirinya dan apa tujuan hidupnya.

Alex tidak akan lupa bagaimana sosok Kate menyemangati dirinya saat Alex mengungkapkan ketertarikannya pada usaha di bidang otomotif, bukan industri seperti yang di geluti orangtuanya. Yang ingin Alex lupakan adalah, bagaimana Kate menangis terisak-isak saat Alex harus meninggalkannya kembali ke Inggris, dan memutuskan hubungan mereka. Bukan berarti Alex kejam, tapi Alex sadar pria seperti dirinya tidak mungkin bisa menjalin hubungan jarak jauh, Alex bisa saja percaya pada Kate, tapi yang tidak bisa Alex lakukan adalah, mempercayai dirinya sendiri.

**

Kamar bersalin yang di dominasi berwarna putih itu tampak ricuh, terdengar suara Kate yang berteriak dan mengerang kesakitan.

“ Anda suaminya?” tanya salah seorang perawat pada Alex yang bingung. Alex belum sempat menjawab apapun, namun tangan si perawat sudah menarik tangannya dan ikut turut masuk kedalam ruang bersalin.

“ pegang tangannya dan kuatkan istrimu!” perintah si perawat dengan galak, sementara sang Dokter kandungan sudah mengambil aba-aba agar Kate mau menuruti langkah-langkah proses persalinan. Alex hanya menurut dan menggenggam tangan Kate, dan Kate membalas genggaman tangan tersebut erat.

“ baiklah Nyonya Katherine, ikuti aba-aba saya, setiap hitungan ketiga dorong dengan kuat, jika hitungan belum sampai ketiga, ambil nafas sebanyak-banyaknya. Baik kita mulai ya .. satu .. dua .. tigaa … “ ucap sang dokter sambil terus melakukan pekerjaannya.

Alex panik dan bingung bukan main, ini adalah pertama kalinya ia menemani seorang wanita melahirkan secara langsung. Sehingga yang dapat Alex lakukan hanyalah berdiri dengan kikuk, dengan sebelah tangan menggenggam tangan Kate erat.

“ saya tidak kuat dokter. Saya rasa saya akan mati, saya tidak kuat” isak Kate yang sudah dalam keadaan begitu berkeringat dan pucat. Membuat Alex semakin tidak tega menatapnya.

“ Pak, kami mohon kerjasamanya. Bapak jangan diam saja, bapak harus mendukung istri bapak” seru si dokter kini menatap Alex dengan heran. Beberapa perawat lain pun ikut menatapnya dengan pandangan kecewa, seolah ia adalah suami yang gagal dan mau enaknya saja.

Akhirnya Alex memberanikan diri menatap wajah Kate yang masih kesakitan. Wajah cantik yang sama seperti belasan tahun lalu yang masih terus di ingatnya. Alex menundukan kepalanya, menuju telinga Kate. Membisikkan kata-kata yang bisa menyemangati Kate. Dengan menggunakan sapu tangannya Alex juga tak segan mengelap peluh yang menetes di dahi dan wajah Kate. Sesekali Alex juga mencium kening Kate, menggenggam tangannya erat, dan membujuknya agar tidak menyerah .

Dan usaha Alex tidak sia-sia …

Suara tangis bayi berhasil memecah keheningan di ruang persalinan. Kate tersenyum bahagia dan penuh kelegaan. Menatap Alex dengan pancaran rasa terimakasih yang amat sangat.

“ bayinya perempuan Nyonya Katherine” seru si dokter.

“ lihat dia Alex, seperti apa wajah putriku?” bisik Kate lemah.

“ dia cantik, dia sangat cantik sepertimu, Kate!” jawab Alex dengan tangan masih menggenggam tangan Kate, sedangkan wajahnya mendongak menatap wajah bayi perempuan mungil dalam gendongan sang dokter.

**

kalau penasaran sama kelanjutannya, jangan lupa vote dan kritik sarannya melalui coment , huhuu sangat di harapkan sekali supaya menulisnya jadi semangat ...

anw, jangan lupa untuk baca juga The Senator and I , sama The Brother's and I  :)

The Past and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang