"Aku akan tetap mencintaimu walau aku tak tahu apakah kau mencintaiku, atau tidak"
***
Arkan Gibraris menyeruput coffe yang barusaja ia pesan, ia biasa menghabiskan malamnya di kafe ini setelah sholat isya di masjid, hanya sekedar menenangkan pikiran dan menikmati coffe favoritnya. Sebuah kafe yang berada tak jauh dari apartemennya, dan biasanya ia lebih suka duduk di pojokan dekat dengan jendela yang secara langsung dapat memaparkan indahnya kota Jakarta saat malam hari.
Tiba-tiba saja ponselnya berdering, mengusik lamunan sesaatnya ia pun langsung mengangkat telepon itu.
"Assalamualaikum...." salam Arkan lemah lembut kepada seorang yang begitu ia rindukan selama ia merantau di Ibukota.
"Mas Arkan! Ibu jatuh sakit karena merindukan Mas." Suara adiknya terdengar begitu sedih dan sangat khawatir.
"Anggun, teleponnya berikan pada Ibu!" perintah Arkan.
"Arkan!" desis Ibunya di dalam telepon terdengar begitu lemah yang langsung membuat hati seorang Arkan lemah, jika semuanya menyangkut orang yang begitu ia kasihi.
"Iya Bu." jawab Arkan sekuat mungkin.
"Nak! Jika kau ada waktu pulanglah Ibu meridukanmu nak."
Arkan tak kuasa menahan butiran air mata yang membendung di pelupuk matanya, dengan cepat ia hapus air mata itu. "Iya Bu, Arkan akan pulang besok. Ibu jangan sedih Arkan akan pulang dan Ibu harus lekas sembuh," kata Arkan tersenyum tipis, "Arkan sayang Ibu." Lanjut Arkan tulus.
"Ibu tunggu kedatanganmu." kata Ibunya di dalam sambungan telepon. Dan tak lama sambungan telepon pun terputus setelah Arkan mengucapkan salam.
Setelah mendapatkan telepon dari Ibunya ia langsung bangkit menuju bagian kasir untuk membayar semuanya.
"Maaf ya mbak saya cari dulu dompet saya, mungkin terjatuh di meja tadi." kata seseorang dan langsung meninggalkan kasir menuju meja tempatnya duduk. Sepertinya gadis itu hendak membayar namun tak menemukan dompetnya di dalam tas.
Sementara Arkan yang berada di belakang gadis berhijab hijau tosca itu tadi langsung maju dan membayar semuanya. "Sekalian punya mbak tadi juga." kata Arkan yang seketika membuat Mbak kasir tak jadi mengembalikan uang sisanya.
"Terimakasih Mas." Arkan hanya tersenyum dan berlalu begitu saja.
Sepeninggalan Arkan datanglah gadis yang tadi mencari dompetnya itu, dan benar dompetnya tertinggal di atas meja. "Maaf ya Mbak...." belum sempat Airin melanjutkan kata-katanya.
"Nggak usah Mbak, semua biaya Mbak sudah dibayarkan oleh Mas tadi."
Airin tercengang mendengar penuturan dari pihak kasir yang mengatakan bahwa sudah ada yang membayarkan semua makanan yang ia makan. "Siapa Mbak?" tanya Airin.
"Saya juga tidak tahu siapa nama Mas itu, yang jelas dia biasa setiap malam sekedar minum coffe di kafe ini," jelas Mbak kasir tersebut pada Airin.
"Ya udah Mbak, terimakasih." ujar Airin tersenyum ramah lalu berlalu meninggalkan kafe tersebut dengan perasaanyang tak enak, karena ia bahkan belum mengucapkan terimakasih pada orang itu.
***
Terlihat seorang pemuda berperawakan tinggi tegap berjalan seraya menggeret kopernya menyusuri Bandara Raden Intan 2, mata tajamnya langsung menemukan titik yang membuatnya berjalan ke arah tersebut.
Seulas senyum terukir di bibirnya saat melihat adik perempuannya itu melambaikan tangan kepadanya.
"Mas Arkan," seru Anggun menatap Kakaknya penuh kerinduan, ia tak kuasa dan langsung memeluk erat tubuh kakaknya itu, sementara Arkan sudah mengusap lembut kepala adiknya yang berjilbab.
Anggun tersenyum manis pada Kakak satu-satunya itu, "Kamu jemput Mas, siapa yang jaga Ibu di rumah?" tanya Arkan.
"Ibu yang nyuruh aku jemput Mas, sudah ada Bik Lina yang menjaga Ibu," jawab Anggun dan mereka pun langsung berjalan keluar bandara menuju taksi yang sudah disiapkan oleh adiknya itu.
Hampir satu jam perjalanan dari bandara menuju rumah, dan akhirnya mereka sampai juga di rumah sederhana milik keluarga Gibraris. Arkan mengetuk pintu rumah, dan tak lama muncullah wanita paruh baya berumur lebih muda dari Ibunya. "Assalamualaikum Bik." Arkan langsung meraih tangan bibiknya untuk ia salimi.
Bik Lina mengusap kepala Arkan setelah menjawab salamnya, "Ibu dimana, Bik?" tanya Arkan.
"Ibumu ada di kamarnya nak." Arkan pun langsung berlalu begitu saja menuju kamar Ibu tanpa menghiraukan yang lainnya. Sementara adiknya Anggun sudah menyeret koper kakaknya itu menuju kamar Arkan dulu.
"Assalamualaikum Bu." Salam Arkan di ambang pintu membuat Ibunya tersenyum melihat putranya sudah datang.
Ibu pun mencoba duduk dari tidurnya, "Wa'alaikumsalam, anakku Arkan." Arkan mencium tangan Ibunya lalu memeluk erat tubuh yang mulai menua itu. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh di pelupuk matanya membasahi bahu Ibu tercintanya.
Ibu tersenyum haru menatap wajah putranya itu. "Ibu jangan sedih, Arkan sudah pulang Bu, dan Ibu harus lekas sembuh," ujar Arkan yang sudah mengusap lembut airmata Ibunya.
"Arkan! Ibu ingin kamu segera menikah, dengan begitu Ibu bisa tenang melihatmu sudah memiliki pendamping hidup." ujar Ibu yang langsung membuat Arkan terkejut mendengar pernyataan Ibunya itu.
Sementara di sisi lain Anggun terkejut juga tentang keinginan Ibunya itu, ia pun melongos pergi dari dalam kamar tersebut dengan hati yang perih. Entah mengapa? Tapi yang jelas ia tak ingin kakaknya menikah dengan gadis lain selain dirinya.
"Tapi Bu, Arkan masih ingin lebih sukses dari ini." bantah Arkan yang sejatinya belum ingin menikah sebelum ia sukses di Ibukota dan ia juga belum memiliki wanita yang akan ia jadikan ibu dari anak-anaknya kelak.
Dan mungkin gadis itu sudah menikah dengan lelaki lain, tak mungkin juga gadis itu menunggunya tanpa kepastian yang jelas.
"Usiamu sudah dewasa Arkan, sudah sepatutnya kau menikah. Apa kau belum punya wanita yang akan kau jadikan istri?" tanya Ibu yang membuat Arkan bungkam.
"Kau ingin sukses nak sehingga kau lupa akan separuh ibadahmu." jelas Ibu lagi yang sukses membuat Arkan membetulkan ucapan Ibunya itu.
Sementara di tempat lain seorang gadis sedang berkutat pada pekerjaannya sebagai teller di sebuah Bank Swasta yang ada di Jakarta. Sebenarnya hari sudah mulai petang tapi karena besok akan ada pengawas bank maka ia berusaha menyelesaikan pekerjaannya hari ini juga.
"Airin, lo nggak pulang kan udah gak ada nasabah lagi?" ujar salah satu karyawan yang ada di bank tersebut.
Airin tersenyum menatap temannya itu dari balik tempatnya kerja ini, "Lo duluan aja deh, besok ada Audit. Lo tahu sendiri, kan." jawab Airin yang langsung di mengerti Fia, temannya itu.
"Ya udah kalau gitu gue duluan ya, lo jangan sore-sore pulangnya." Airin bangkit dari duduknya dan tersenyum pada teman terdekatnya yang bekerja di bank ini dan satu kosan juga dengannya.
Airin Rafasya Lee adalah gadis berhijab yang bekerja sebagai teller di bank Mandiri Syariah dan saat ini sedang mengambil gelar masternya di salah satu Universitas Negeri yang ada di Ibukota, ia mengambil jurusan ilmu ekonomi akuntansi.
Seorang gadis yang mempunyai hobbi menulis, ia biasa menulis novel yang bergenre roman, sudah ada dua karyanya yang diangkat menjadi novel dari sebuah situs yang menulis yang bernama wattpad.
"Airin, kamu belum juga pulang?" tanya pak Rizky saat ia tak sengaja berpapasan dengan karyawannya itu. karena sudah hampir semua karyawan di bank sudah pada pulang.
Airin menunduk hormat pada kepala cabang bank Mandiri Syariah. "Ini saya sudah mau pulang Pak." jawab Airin dan ia pun pamit berlalu menuju ruang loker para karyawan bank. Sementara pak Rizky melanjutkan langkahnya keluar dari bank, sebenarnya ia mau mengajak Airin pulang bareng, tapi ia ragu karena gadis itu pasti akan menolaknya.
***
Vote dan Komennya jangan lupa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pasti Bertemu (OPEN PO)
SpiritualOPEN PRE-ORDER 20 JANUARI - 7 FEBRUARI 2020! ❤❤❤ "Dia yang hanya diberi harapan tanpa tak diberi kepastian akan tersiksa lebih lama, sebab dia tak memiliki alasan untuk sebuah keputusan: BERTAHAN atau MENINGGALKAN" Kisah seorang gadis yang dengan be...