Bab 5

6.1K 280 0
                                    

Pandangan matanya lurus kedepan, ada kekosongan yang terpancar di mata teduhnya, pikirannya menerawang kejadian di kampung halamannya kemarin. Adik yang selama ini begitu ia sayangi ternyata menyimpan perasaan lebih untuknya, dan ternyata ia dan adiknya itu saudara sepersusuan, dan itu haram hukumnya jika mereka saling mencintai apalagi menikah.

Suara ponsel berdering di dalam sakunya, ia pun merogoh kantungnya dan mulai bertelponan.

"Iya, taruh saja berkas-berkas itu di dalam lemari arsip. Besok saya sudah mulai masuk kantor." kata Arkan dengan sekretarisnya di dalam sambungan telepon.

"Terimakasih Pak atas waktunya, selamat malam." kata sekretarisnya di sebrang sana.

"Selamat malam." Arkan pun memutuskan sambungan teleponnya dan kembali memasukkan ponsel ke dalam kantung celana, namun pada saat yang bersamaan keluarlah secarik kertas kecil dalam kantungnya.

Ia pun memungut kertas itu dan baru sadar kalau kertas itu adalah kertas yang diberikan mbak kasir padaya saat membayar minumannya tadi di kafe langganannya.

Assalamualaikum Mas...

Saya mau ngucapin terimakasih untuk bayarannya di tempo hari yang lalu. Saya tidak tahu siapa Mas yang sudah dengan baik membayarkan semua makanan saya, yang jelas saya hanya bisa berdoa semoga Mas mendapatkan pahala dari-Nya.

Sekali lagi saya ucapkan terimakasih.

Wassalam

Airin Rafasya Lee.

Jantung Arkan berdegup begitu kencang saat tahu siapa orang yang telah ia bayarkan semuanya pada saat itu, bahkan sekarang tubuhnya melemas, pandangan matanya berkaca-kaca, ini sungguh kebetulan atau memang takdir dari-Nya?

Dan berarti gadis itu sekarang menetap di Jakarta, gadis yang dengan berani menyatakan rasa suka dan kagumnya pada saat mereka masih sekolah dulu, dan gadis itu juga yang sama sekali tak ia beri kepastian, dan ia malah memilih mengabaikan surat itu.

Ya Allah kenapa dunia sesempit ini? Atau memang ini tadir-Mu? batin Arkan penuh tanda tanya tetapi sekaligus senang.

Tetapi jujur ia juga diam-diam mengagumi sosok gadis yang selalu mencuri-curi pandangan dengannya, dan ia tahu itu tapi ia lebih memilih cuek dan mengabaikan gadis itu, sampai akhirnya ia sudah lulus dan datanglah surat itu yang dia kirimkan melalui kodir.

Sungguh ia merasa menjadi orang yang munafik, ia tak mau membuat gadis itu tersakiti karena mengunggunya tapi jauh dilubuk hatinya ia berharap gadis itu menunggunya, dan semoga saja gadis itu masih memiliki perasaan yang sama dengannya.

"Hey bro! Ngelamun aja lo," sebuah tangan menepuk pundaknya menyadarkan dari lamunan masa sekolahnya dulu.

Arkan menoleh menatap sahabatnya itu jengkel, "Lo bisa ngak salam dulu kek, atau apa gitu. Ngak ngebuat orang jantungan." cibir Arkan yang malah membuat sahabatnya itu terkekeh.

"Hahaha oke-oke gue minta maaf udah buat lo kaget, abisnya lo ngelamun mulu sih. Kayak orang banyak pikiran gitu, padahal lo kan baru pulkam." Cerocos Tommy tetapi sahabatnya itu malah berlalu dari balkon dan masuk kembali kedalam apartemennya.

Tommy mendengus sebal dan mengikuti sahabatnya itu masuk. "Lo kenapa sih ada masalah?" tanya Tommy seraya menghempaskan tubuhnya di soffa depan tv.

"Emang gue nggak boleh ngelamun, atau kalau gue ngelamun gue ada masalah gitu?" tanya Arkan balik dengan wajah datar khasnya.

"Ya nggak sih, gue kan sahabat lo yang baik cuma pengen lo cerita sama gue kalau lo ada masalah. Siapa tahu gue bisa bantu, kan?" cerca Tommy yang membuat Arkan meletakkan remote tv dan menatap wajah sahabatnya itu.

Jodoh Pasti Bertemu (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang