BAB 2

108K 4.4K 57
                                    

Di dalam rumah keluarga Del Castillo, Diva menutup gagang telepon segera, setelah si penelpon yang tak lain adalah Frank mengakhiri pembicaraan mereka. Diva menghela nafas, ngeri membayangkan apa yang terjadi jika ia tidak segera membereskan apa yang perlu ia bereskan detik ini juga. Bik Inah sebagai kepala pelayan dirumah itu berusaha menenangkan Diva, dan berjanji akan membantu Diva semaksimal mungkin.

“ tenang non, nanti Bibik bantu kamu bawa keperluan-keperluan kamu kedalam kamar. Atau tiap pagi dan malam kalau Tuan tidak ada, bibik yang antar langsung makanan  untuk kamu kekamar” kata Bik Inah sambil merangkul pundak Diva dan mengajaknya ke dalam untuk menyiapkan segala keperluan Diva, sebelum Tuan muda mereka pulang.

**

Jika saja waktu bisa diputar ulang, yang ingin Diva lakukan tentu adalah melarang ayah dan ibunya untuk hadir memberi dukungan saat Diva akan lomba bermain piano di sekolahnya.  Jika waktu bisa diputar ulang, Diva pasti akan menyuruh ayah dan ibunya untuk ke Inggris menghadiri acara pemberian penghargaan kepada sang kakak dikampusnya. Jika waktu bisa di putar ulang, Diva lebih memilih memarahi Bik Inah dan Frank yang berhasil menggagalkan rencana bunuh diri dirinya sepuluh tahun lalu. Diva lebih memilih mati. Diva lebih memilih dia saja yang seharusnya kecelakaan mobil, bukan kedua orangtuanya.

Terlahir sebagai anak yang hidup di panti asuhan membuat Diva takut untuk terlalu banyak bermimpi. Ia tahu bahwa hidup tidaklah seindah dongeng yang sering dibacanya. Sampai akhirnya pasangan James dan Lily datang ke panti tempat ia dirawat, lalu kemudian jatuh cinta kepadanya dan mengangkatnya sebagai anak. Diva dibawa kerumah mereka yang lebih mirip menyerupai kerajaan megah versi Diva, dan memperkenalkan kepada pangeran tampan yang tak lain adalah kakak angkatnya.

Baru kali ini Diva percaya bahwa kehidupan yang ia miliki bisa seperti dongeng. Kedua orangtua yang begitu memanjakan dan menyayanginya, serta kakak laki-laki yang sangat melindunginya. James dan Lily selalu berupaya untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya, Yang hebat adalah ketika kedua orangtuanya itu tidak membedakan antara dirinya dan kakaknya, baik dalam kasih sayang, pendidikan maupun fasilitas. Meski Diva hanyalah anak angkat. Malah Diva sering merasa bahwa kedua orangtuanya lebih menyayanginya dibanding sang kakak. Awalnya Diva merasa tidak enak, takut kakaknya akan marah kepadanya. Tapi kenyataannya tidak sama sekali, kakaknya pun justru turut serta dalam memberikan kasih sayang kepada Diva.

David Anthony Del Castillo nama lengkapnya, sosok pangeran yang memperkenalkan diri sebagai kakak kepadanya sepuluh tahun lalu, memberikannya sebuah boneka teddy bear dan mengajaknya berjalan-jalan di taman sambil memakan es krim. Di lain waktu Dave, begitu orangtuanya memanggil nama kakaknya tersebut, biasanya sepulang sekolah Dave akan mengajak Diva ke toko buku untuk membeli buku gambar, atau bermain gitar di teras rumah dan Diva bernyanyi bak artis yang sedang menggelar konser, membuat Dave tertawa terpingkal-pingkal melihatnya.

Hanya kurang dari enam bulan kebersamaan manis mereka, karena Dave harus melanjutkan study ke Inggris. Diva tahu ia tidak akan sering-sering lagi bertemu dengan kakaknya. Diva tahu jika kakaknya pergi, maka rumah terasa tidak lengkap. Dan Diva pun mulai tahu, saat kakaknya pergi, hatinya ikut terbawa pergi ke tempat dimanapun yang kakaknya tuju.

Sampai akhirnya kecelakaan itu terjadi, memporak-porandakan keluarga baru Diva. Tepat setelah pemakaman usai, Diva melihat Dave menangis meraung-raung meratapi nisan kedua orangtua mereka. Diva sangat ingin menghampiri kakaknya, memeluknya dan menangis bersama. Bagaimanapun mereka sama-sama di pihak yang kehilangan. Dan baru saja Diva ingin melakukan niatnya, tatapan tajam sang kakak menusuk hatinya. Tatapan yang tidak lagi dikenalnya. Tatapan yang seolah ingin membunuhnya detik itu juga atau berkata kenapa tidak kau saja yang mati dasar anak pungut. Diva pun mengurungkan niatnya.

“ jangan pernah menampakan dirimu dan wajahmu lagi di depanku. Kau tahu, semakin aku melihatmu, semakin aku sakit dan terluka jika mengingat semuanya. Kau harus menderita, sebagaimana aku menderita. Aku sangat membencimu, sangat membencimu sampai di titik terakhir darahku” ,

Penggalan kalimat yang diucapkan Dave sebelum Dave kembali ke Inggris untuk menyelesaikan studynya. Kalimat yang begitu terekam nyata di pikiran anak berusia 10 tahun. Membuat Diva menyalahkan dirinya sendiri, membenci dirinya sendiri dan terfikirlah untuk mengakhiri hidup dengan meminum obat nyamuk. Tapi usaha tersebut berhasil di gagalkan oleh Frank dan Bik Inah.

Tak sampai di situ, ternyata Dave memang tidak main-main dengan kalimat yang diucapkannya. Terbukti dari syarat yang diajukan Dave, jika Diva masih ingin tinggal dirumah itu maka Diva harus menjadi seorang pembantu dirumah itu. Semua fasilitas pun di cabut, tidak ada lagi sekolahan yang mahal berganti dengan sekolah swasta kumuh, tidak ada lagi pakaian dan mainan mewah, berganti dengan seragam pelayan dan tugas-tugas pelayan pada umumnya, tidak ada uang saku ataupun gaji karena Dave ingin Diva benar-benar merasakan penderitaannya. Dave pun menyewa beberapa orang mata-mata untuk mengawasi kegiatan Diva selama sepuluh tahun ini.

Diva pun hidup hanya dengan mengandalkan belas kasih dari Frank atau Bik Inah yang diam-diam memberikannya uang untuk keperluan Diva di usia remajanya kala itu. Belum cukup sampai disitu penderitaan Diva, Dave benar-benar tidak mau melihat Diva meski hanya jari dan kukunya secuilpun. Jadi jika Dave sedang pulang ke Indonesia, maka Diva akan mengungsi masuk kedalam kamar sepanjang waktu. Berangkat dan Pulang ke sekolah lewat pintu belakang, makan di dapur, yang jelas dia tidak boleh sampai terlihat oleh Dave sedikitpun. Bahkan barang-barang keperluan Diva seperti sepatu yang seharusnya di rak atau handuk yang seharusnya di jemur, terpaksa harus di masukkan kedalam kamar Diva juga. Karena Dave tidak mau melihat ada sedikitpun tentang Diva didalam rumah itu.

Ketika status Dave masih kuliah, bisa dibilang Dave termasuk jarang ke Indonesia. Tapi berbeda dengan lima tahun terakhir ini ketika Del Castillo Coorporation resmi di pegang oleh Dave, membuat pria tersebut sering mondar-mandir Indonesia – Luar negeri untuk proyek-proyek yang sedang berlangsung. Membuat Diva cukup kewalahan kalau sampai harus tidak boleh terlihat oleh Dave. Dan untungnya Dave terkadang memilih untuk pulang ke apartemen dibanding kerumahnya. Membuat Diva bisa bernafas lega karena tidak harus terus bersembunyi.

Pernah beberapa kali, selama sepuluh tahun berjalan ada kalanya mau tidak mau mereka secara tidak sengaja bertatap muka. Misalnya saat di dapur, saat di gudang belakang saat Dave mencari bola untuk berolahraga atau di taman saat Diva sedang menyabut rumput. Maka yang terjadi adalah kata-kata pedas keluar dari mulut Dave, seolah mulutnya tersebut memang tercipta untuk memaki Diva. Yang Diva tahu, kakaknya yang dulu hangat telah jauh berubah menjadi keji setelah kecelakaan itu. Untuk itu Diva memutuskan sebisa mungkin menghindari sang kakak apapun yang terjadi.

“sudah semuaa nih non Diva, sudah tidak ada lagi barang-barang kamu di luar” jelas Bik Inah pada Diva yang masih sibuk membereskan barang-barangnya dikamar, merapatkan letak barang-barangnya sehingga menjadi muat.

Diva menatap puas ruangan kamarnya yang sangat sempit itu, hanya berukuran 3x4 meter selayakanya kamar pelayan dirumahnya. Kini didalam kamarnya ada jemuran kecil, rak sepatu kecil, beberapa bingkai foto, peralatan makan dan minum, sebuah TV kecil, membuat kamarnya menjadi agak sumpek, namun tidak apa karena itu lebih baik daripada ia harus berpapasan dengan Dave di sela-sela kegiatan sehari-harinya.

Suara klakson mobil mengagetkan mereka, membuat wajah Diva terlihat pucat.

“itu mereka datang, sudah siap sayang? Jangan takut, ada kami disini” ucap Bik Inah sambil segera keluar dari kamar Diva untuk menyambut majikannya yang baru tiba.

Selepas kepergian Bik Inah, Diva memberanikan diri mengintip lewat kaca di ruang tengah yang bisa melihat sekilas ke garasi depan. Mobil Audy Q3 berwarna silver itu telah terparkir dengan sempurna, dan keluarlah Alfa yang merupakan supir keluarga Del Castillo membuka bagasi mobil dan mengeluarkan seluruh barang yang di bawa sang majikan. Tak lama disusul dengan Frank dan Dave yang juga keluar dari mobil dan masih asik mendiskusikan sesuatu.

Diva memandangi Dave lama sampai tak berkedip, tubuh tinggi tegap yang selalu menghantui mimpinya, sepasang mata tajam yang seolah ingin membunuhnya, alis tebal dengan hidung mancung yang terletak dengan sempurna disana. Karya Sang Pencipta yang dengan mudahnya lagi-lagi dikagumi oleh Diva.

Suara langkah kaki di tangga menuju lantai atas segera mengembalikan kesadaran Diva dari lamunannya. Dan tanpa bersuara Diva segera masuk kedalam kamar dan menutupnya dengan rapat.

**

The Brother's and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang