HULU

3 0 0
                                    

Tiga tahun melewati tempat yang sama, melintasi gang dan gerbang yang selalu kokoh di sana, aku kira bisa membuatku terbiasa. Terbiasa dengan kekosongan yang kurasakan ketika membuka sebuah buku di atas meja perpustakaan. Datang sendiri dan pulang tanpa membawa seorang teman pun untuk kuajak membicarakan filsafat ataupun klise yang baru saja kubaca. Aku sudah hafal urutan tempat buku-buku di sana. Di dekat dengan pintu berjajar buku-buku keterampilan dan teknologi, di belakangnya buku-buku IPS, IPA, dan Bahasa, setelah itu jajaran buku-buku fiksi, ensiklopedi, dan paling belakang buku teks pelajaran. Terkadang aku ingin menghindari tempat ini karena aku lebih banyak sendiri di sana. Aku lebih sering bersama dengan Bapak penjaga perpus yang jutek luar biasa. Tetapi, entah kenapa aku tidak bisa berhenti pergi ke sana. Seberapa sepi pun di sana, aku tidak bisa meninggalkan tempat itu.

***

Lima anak duduk berjauhan di kelas yang sudah sepi. Di depan mereka seorang siswa memegang kertas. Tangan kirinya terlihat agak gemetar.

"Oke, kita absen dulu, ya. Trimurti Salsabila," ucap siswa itu sambil membaca daftar di tangannya. Siswa dengan rambut sebahu mengangkat tangan. "Hadir."

"Rana Ayuningtias!"

"Ada di sini, Kak!!!" Rana melambai-lambaikan tangannya dengan semangat.

"Gerald Atheranian."

"Ada dong, Kak!"

"Maria Silitonga!"

"Hadir."

"Daru Abdulhamid."

"Di sini, Kak!"

"Cakra Raya Salamani."

Hening.

"Raya?"

Krik. Krik. Krik.

"Kamu! Kamu belum angkat tangan, ya!"

Yang tadi mengangkat tangan dengan nama Gerald memajukan bibirnya sedih.

"Udah Kak, tadi saya Gerald, Kak, Gerald!"

"Oh, udah, ya. Siapa yang belum ngacung?"

"Ngomong-ngomong, nama Kakak siapa? Kenalan dong, Kak!" Ucap seorang siswa yang mengaku bernama Rana. Padahal Kakak itu sudah membuka sedikit mulutnya untuk melanjutkan pembicaraan. Kakak itu mengerutkan keningnya sedikit. Ia merasa agak risih karena adik kelasnya yang imut itu memotong pembicaraannya. Dasar remaja, reseh. Apa harus dikasih lalap sereh!

"Ehem! Kamu nih, emang harus ya saya sebut nama dulu?"

"Harus lah, Kak!" kata yang katanya bernama Rana lagi.

"Emang kamu gak tahu Ran, Kakak itu siapa?" Kata yang bernama Daru.

Rana menggeleng. "Gak tahu. Emangnya salah kalau gue gak tahu nama Kakaknya?"

"Hm, nama saya Bayu."

"Bayu Umbara." Danu melanjutkan sambil mengangkat kedua tangannya membentuk jembatan pelangi.

Mulut Rana mendadak membentuk huruf O. Kapital.

"Wih, nama Kakak kok kayak tokoh-tokoh novel gitu, ya? Bayu Umbara. Wedeh."

Daru berdehem. "Lanjut, Kak, lanjut."

"Oke, berarti satu orang tidak hadir, ya. Ada yang tahu dia ke mana? Tidak ada? Ya, sudah, kalau begitu. Kalian yang ada di sini seperti yang sudah diumumkan tadi, berarti akan diseleksi untuk FLS2N nanti bulan Mei. Saya di sini akan memberikan sedikit petunjuk dan tips-tips untuk seleksi nanti. Begini..."

Bayu melanjutkan pembicaraannya sambil memberikan kertas foto kopi yang langsung di baca oleh lima adik kelasnya. Rana yang paling banyak mengajukan pertanyaan. Kadang-kadang pertanyaannya tidak berhubungan dengan seleksi sama sekali.

"Emangnya kamu mau ngapain kalau tahu saya suka mandi pagi apa tidak?"

Rana tetap senyum ceria walaupun Bayu cemberut. "Ih, Kakak, galak banget sih!"

"Kak!" Kali ini Gerald yang memanggil Bayu..

"Apa lagi!?"

"Hehe, kertas saya sobek, boleh minta lagi, gak?"

"Kok bisa sobek!!!?"

"Hehe, saya kira tadi kertasnya bungkus nasi. Maaf, Kak. Boleh minta lagi, kan kertasnya?"

Bayu menghela napas sambil mengusap wajahnya yang tidak keringatan. "Hari ini sampai sini dulu, nanti minggu depan saya mau lihat progres kalian. Sampai jumpa." Menghiraukan Gerald yang sekarang merengek, Bayu cepat-cepat mengambil tasnya dan mendahului mereka keluar kelas.

"Kak! Kak Bayu!" Bayu terhenti di depan pintu mendengar panggilan Rana.

"Aku mau tanya, Kak!"

"Tanya apa!!?" Bayu masih menjawab dengan galak.

"Em, tapi Kakak jangan marah, ya?"

"Hm, iya deh. Apa?"

"Kakak tahu tidak, apa bedanya Kakak dengan nasi?"

Bedanya dia dan dan nasi? Mau dilihat dari Monas kek, dari mikroskop, kek, Bayi dan nasi beda lah! Pertanyaan super konyol. "Tidak tahu."

Bayu ingin segera pergi. Sekarang ia agak menyesal merasa kasihan pada anak bawel itu.

"Eh, tunggu, Kak, jangan pergi dulu, dengerin dulu jawabannya!"

"Yaudah, apa jawabannya?"

"Jawabannya, kalau nasi lengket di magic com, kalau Kakak, lengketnya di hati aku."

Bayu bengong.

"Rana." Bayu senyum semanis madu.

"Apa, Kak?" Jawab Rana dengan senyum semanis Gulaku.

"Minggu depan kamu tidak usah datang lagi."

Rana terpaku di tempat. Bayu kemudian pergi. Di belakang Rana memanggil-manggil namanya dengan panik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIRECTION OF WINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang