12. Ide Bunda

1.1K 208 84
                                    

Aku pulang ke rumah. Di mobil tadi, tak henti-hentinya aku memikirkan ucapan yang bertolak belakang dari Bunda dan Arina.
Apa yang terjadi sebenarnya?

Saat sampai, aku melihat sebuah plang tepat di atas pagar dengan tulisan 'Rumah ini dijual'
Serta, tertera nomor telepon yang aku tidak tahu punya siapa.

Apa lagi ini?
Aku segera memanjat pagar dan melepaskannya. Siapa orang iseng yang menempelkan keterangan ini?

Aku membuang plang itu dengan kesal.

" Al, " panggil bunda dari belakang. Tepatnya di depan pintu. Aku menoleh lalu mendekat padanya.

" Bunda tadi mau lepasin, udah keduluan kamu. "

" Bunda tau? Siapa yang pasang? "

Bunda tersenyum lalu menoleh ke belakang. Ayah menghampiri kami berdua.

" Ayah. " akunya yang membuat aku kembali heran.

" Tapi kenapa? Kita lagi nggak kekurangan uang, kan? "

Bunda dan ayah menggeleng kompak.

" Terus? " tanyaku penasaran.

" Gimana sama calon MANTU Bunda?"

Bunda bertanya seolah mengejek. Ditambah senyumnya yang penuh arti itu, aku meyakinkan bahwa ada sesuatu yang tidak aku ketahui.

Tapi bukankah aku memang tidak tahu apa-apa?

" Al, jelasin apa yang Arina bilang ke kamu? "

" Nah itu. Arina mutusin Al. Kenapa bisa, Bun? "

Bunda tersenyum senang lalu bertos ria pada ayah. Wajahnya begitu bahagia. Seperti orang yang berhasil mengerjai orang lain.

" Bunda!! " panggilku tak sabar.

" Gini ya Al.Cari calon mantu yang baik itu nggak segampang cari makanan di pinggir jalan. Diliat enak, terus langsung dibeli. Pas udah sampe rumah dan dimakan, taunya nggak enak. Kira-kira nyesel nggak? "

Aku hanya mengangguk. Sungguh aku tidak mengerti. Ditambah dengan perumpamaan tentang makanan itu.

" Kamu mau Bunda terima Arina yang Bunda nggak tau bibit, bebet, bobotnya.? "

Ini bahas makanan atau Arina sih?
Aku kok jadi lola gini ya?

" Bunda bilang segitu aja dia udah mundur. "

" Bunda bilang apa? "

Bunda hanya tersenyum menjawab pertanyaanku. Lalu menggandeng tangan ayah untuk masuk.

" Bun,, " panggilku.
Aku mengikuti langkahnya dari belakang.

" Bunda cuma ngetest Arina dengan bilang kalo kamu itu punya penyakit parah. Terus keluarga kita bangkrut sampe rumah kita dijual. "
Ucap Bunda sambil duduk di sofa bersama ayah.

Sakit parah?
Rumah dijual?
Apa ini alasan Plang itu dipasang?

" Siapa yang mau nikah sama orang penyakitan dan nggak punya apa-apa? " tanya Bunda.

" Penyakit? Bunda bilang aku punya penyakit? Astaga Bunda,, " ucapku terkejut.

Bunda hanya tertawa melihat reaksiku.

" Al, ini demi kebaikan kamu. Kalo emang Arina gadis yang baik, dia nggak akan nyerah gitu aja. Apalagi langsung percaya. "

" Bener kata Bunda kamu, Al. "

Ayah menyetujui itu.

Sekarang aku mulai paham.
Ayah dan Bunda memintaku tidak bersama mereka karena rencana ini. Dan ini berhasil membuat Arina mundur sendiri tanpa mereka minta.
Sungguh, aku tidak pernah berpikir bahwa kedua orangtuaku sangat kompak.

Mission (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang