Teriknya sinar mentari seakan menyambutku ketika aku keluar dari dalam kelas.
Awan hitam yang tadi pagi menurunkan rintik-rintik hujan yang membasahi tanah, kini sudah tidak terlihat lagi. Bahkan sisa genangan air hujan di atas tanah itupun sudah mulai hilang dan kembali menjadi awan.
Rasanya aku ingin menjadi seperti air, yang bisa memberikan kehidupan kepada manusia dan makhluk lainnya.
Seperti biasa di saat pulang sekolah aku melihat para murid mulai berhamburan keluar dari dalam kelas mereka masing-masing, dan bergerombol layaknya burung yang bermigrasi disaat pergantian musim.
Dengan langkah yang pelan aku memperhatikan keaadaan di sekitarku, paviliun sekolah yang tadinya lengang dan sepi kini mulai berisik diisi oleh celoteh para murid yang membicarakan kepentingan mereka masing-masing. Seperti berbicara tentang hobi, kisah cinta, film, dan gosip.
Ngomong-ngomong berbicara tentang gosip itulah salah satu alasan kenapa aku tidak berangkat bersama dengan Rindu, karena aku tidak mau membuat Rindu malu kalau dia berjalan bersamaku.
Nanti bisa-bisa murid disekolahku mengira kalau aku dan Rindu itu adalah sosok nyata dari film 'beauty and the beast' tentu saja aku yang menjadi beastnya, karena tampangku yang pas-pasan.
Berjalan sambil berpikir adalah cara yang tepat untuk menghabiskan waktu, karena saat berpikir dan berkhayal waktu terasa berjalan sangat cepat. Contohnya aku dari tadi aku berpikir tentang kelakuan para murid di sekolah ini, dan tanpa disadari aku sudah sampai di gerbang sekokah.
Sesampainya di sana aku menyandarkan punggungku di dinding gerbang sekolah, ditemani sorak sorai tim basket yang sedang berlatih tepat dibelakangku.
"Hey Dik, maaf ya, sudah membuatmu menunggu."
"Iya, tidak apa-apa kok."
"ya sudah kalau begitu, ayo kita berangkat ke rumah Aldy."
"Umh."
Setelah percakapan yang singkat itu selesai kami berdua mulai berjalan dan berangkat menuju rumah Aldy.
Aku melangkahkan kakiku terlebih dahulu dan berjalan di depan Rindu, karena aku merasa sungkan kalau aku harus berjalan berdampingan dengan gadis paling populer disekolahku.
Bagi seseorang yang membenci cinta sepertiku event seperti ini adalah event yang sangat langka, dimana aku bisa berjalan dengan gadis paling cantik di sekolah, akan tetapi aku menganggap kejadian seperti ini akan lebih banyak mengandung musibahnya dibandingkan anugrahnya.
Mungkin banyak orang yang menganggapku tidak normal gila ataupun stres, tapi aku tidak perduli dengan perkataan mereka yang selalu menganggap rendah diriku, karena aku lebih tidak mengerti pemikiran orang yang mendewakan cinta.
Setelah beberapa langkah kami berjalan mataku mulai melirik ke arah belakang dan melihat Rindu mempercepat langkah kakinya, sepertinya dia mencoba menyelaraskan langkah kakinnya agar bisa menyusulku.
Kupikir kami berjalan seperti di dalam acara balapan motor GP, dimana terlihat Rindu yang terus mencoba menyusulku dan aku yang terlihat tidak mau kehilangan posisi pertamaku.
Akan tetapi setelah aku pikir-pikir perasaan khawatir pun muncul jika aku membiarkannya berjalan sendirian dibelakangku.
Aku tidak mau membuatnya menderita jika membiarkan dia digoda oleh pemuda-pemuda usil yang dipenuhi harapan palsu. Seperti dengan menggoda seorang gadis seperti itu, mereka bisa mendapatkan hati dari gadis yang digodanya.Cuih! aku pikir itu pemikiran bodoh para pemuja cinta.
Melihat sikap Rindu yang sudah mulai terlihat gelisah aku berpikir untuk memperlambat langkah kakiku, kemudian membiarkan Rindu menyusulku dan berjalan disampingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Benci Yang Namanya Cinta.
Romance"Aku tidak mau jatuh cinta lagi, karena aku benci banget cinta. Benci, benci, sangat benci, mati saja kau cinta." Andai kata cinta itu kertas akan kubakar habis dia dan andai kata cinta itu ranting akan kupatah-patah sampai bagian terkecil Ini kisah...