Bagian 1 (masih baik seperti dulu)

516 54 95
                                    

Ya... Reyna sudah selesai menjalani UN dan sebentar lagi dia menjadi siswi SMA. Kalau ditanya mau ke SMA mana, dia pasti menjawab SMA permata.

Karena kakak kelas yang kini singgah di hatinya bersekolah di sana. Mungkin terlalu obsesi, tapi Reyna tak bisa meredam keinginannya sendiri. Toh, orang tua Reyna selalu setuju dengan pilihan yang Reyna buat, khususnya yang berkaitan dengan pendidikannya.

Entah bintang jatuh mana, yang mengabulkan harapan Reyan. Tepat di hari pendaftaran, Reyna bertemu dengan kakak kelas pujaan hatinya itu. "Kak Tirta," sapa Reyna dengan sangat ramah dan antusias, sungguh raut mukanya terkesan bahagia. Akhirnya penantian Reyna selama satu tahun terbayarkan.

"Lho, Kakak sekolah di sini?" Reyna pura-pura tak tahu. Dia tak ingin Tirta mengira yang tidak-tidak walaupun kenyataannya, ya begitulah. Reyna sedikit ahli dalam skill memutar balikkan fakta.

Reyna mengamati sosok lelaki di depannya ini. Tubuhnya sekarang lebih tinggi daripada semasa SMP. Terpaut sepuluh senti dengan tinggi Reyna. Apalagi kulit kuning langsatnya terlihat sangat bersih. Meski tak termasuk the most wanted, wibawa Tirta masih tetap memikat seperti setahun yang lalu.

"Lho, Reyna! Kamu daftar kesini?" tanya Tirta sedikit terkejut, memang ia tak menyangka. Seperti biasa, dia tak lupa tersenyum dan senyuman itu selalu membuat Reyna berdebar.

Deg... Suara jantung Reyna, terasa hormon adrenalin Reyna meningkat hingga membuatnya sedikit gugup. "Iya, Kak! Soalnya waktu pertama kali lihat sekolah ini, aku sangat terpikat dengan kaktus hias yang tersusun rapi di bagian depan."

Ya... memang dia suka dengan tumbuhan dan seluruh jenis bunga-bunga mungil yang berbaris rapi di halaman depan sekolah itu. Tapi, tentu bukan hanya itu alasan Reyna.

"Memang sih, penataan taman bagian depan sangat bagus. Tapi aku nggak nyangka itu menjadi alasanmu memilih sekolah ini," ujar Tirta tertawa kecil.

Deg... Lagi-lagi jantung Reyna berdebar. Tawa renyah yang didengar Reyna membuatnya semakin gugup dan bingung harus melakukan apa. Sungguh renyah dan kriuk!!

"Kakak anggota OSIS?" tanya Reyna lagi, pertanyaan ini merupakan usahanya untuk mengganti bahan obrolan. Tentunya, ia berharap dapat meredamkan debar jantungnya yang tak sesantai biasanya.

"Iya Rey aku ikut OSIS, oh ya aku lupa! aku harus mengurus pendaftaran peserta didik baru. Kamu udah daftar, Rey?" sebagai Kakak kelas yang baik, dia ingin membantu pendaftaran adik kelasnya ini.

"Udah kok, Kak. Aku pulang dulu ya, Kak."

Reyna sebenarnya belum ingin pulang begitu saja. Tetapi, pasti Tirta juga akan sibuk dengan tugasnya. Percuma juga baginya jika memilih tetap tinggal di sekolah itu.

"Oke, Rey. Sampai jumpa di MOS," Tirta berlalu menuju ruang pendaftaran. Tak lupa ia melemparkan seulas senyum pada Reyna sebelum akhirnya berjalan menjauhi Reyna.

Tangan kanan Tirta memegang map biru yang bisa diduga hanya berisi beberapa lembar kertas karena tak nampak terlalu tebal. Tubuhnya yang tegap, kini berjalan melalui lorong kelas dan mengambil langkah panjang.

"Duhhh.. Kerennya Kak Tirta."

❄❄

[ MOS ]

Ini sudah hari kedua Reyna mengikuti MOS. Kemarin, saat MOS hari pertama Reyna diberi catatan apa saja yang harus dia bawa di hari ini. Reyna memasuki halaman sekolah dengan ceria.

Saat sampai di depan kelasnya, ia sadar ada barang yang ketinggalan. Reyna segera berniat pulang. Dia tak mau jika harus dihukum di hari kedua ini.

Ketika terburu-buru menuju gerbang sekolah, Reyna sempat berpapasan dengan Tirta. Dia memilih melewati Tirta begitu saja, sebab Tirta sedang bersama teman-temannya.

"Hai, Rey. Mau kemana? Sebentar lagi masuk lho," suara Tirta dari arah belakang. Ternyata Tirta memisahkan diri dari rombongannya dan memilih menyusul Reyna.

"Ini Kak, aku lupa bawa kertas manila. Harus dikumpulkan hari ini," wajah Reyna terlihat cemas.

Dia takut akan menerima hukuman yang memalukan. Kemungkinan besar dia akan disuruh upacara sendiri di tengah lapangan.

"Oh, gitu ya. Sudah Rey, jangan khawatir. Kamu masuk aja, gih! Nanti aku cariin. Lagian masih nanti dikumpulinnya," Tirta menepuk pundak Reyna dan sedikit mendorong tubuh Reyna untuk masuk kembali ke dalam sekolah.

Reyna yang mendapat perlakuan itu, sedikit tertegun, namun dia menurut dan memasuki sekolah sembari tersenyum ke Tirta yang sedang ikut berjalan di sampingnya. Saat istirahat, Reyna kembali dihinggapi rasa gelisah karena setelah ini kertas manila harus dikumpulkan pada ketua kelas.

Reyna duduk di depan kelasnya, matanya menengok ke kanan untuk mengawasi ruangan OSIS yang terpaut sekitar dua puluh meter dari tempatnya.

"Rey, ini kertasnya!"

"Kakak!" Reyna berseru kegirangan, dia segera bangkit dari duduknya. Reyna segera menerima kertas itu, namun sangking senangnya ia melompat kecil beberapa kali.

"Rey, lihat tuh!!"

Tirta menggerakkan bola matanya ke ujung mata, mengarah pada segerombolan teman Reyna yang kini memandangnya dengan tatapan aneh. Dia tersenyum kaku karena teman-teman Reyna masih berbisik dan membuatnya tak nyaman.

Reyna menangkap isyarat itu, ia segera berhenti melompat. Tirta berdecak dan menatap sinis pada Reyna. Bibir Reyna mengucap kata maaf tanpa suara, lalu ia tersenyum mengejek ke arah Tirta.

"Makasih Kak," kini senyum Reyna terukir tulus. "Ini nggak gratis, lho Rey!" Tirta mengerlingkan matanya. Sebab Tirta membeli kertas manila itu dari toko samping sekolah yang biasa menjual peralatan ATK.

"Tenang aja Kak! Kakak nanti aku traktir deh! Mau makan apa?" Reyna bertanya. Tirta terdiam sejenak, lalu ia tersenyum kecil seakan telah terlintas ide cemerlang di kepalanya.

"Gimana kalau jalan? Nanti aku yang pilih tempatnya," Tirta bertanya setengah memaksa.

"Ja...jalan??" Reyna memastikan dengan gugup. Sebelumnya dia hanya bisa berimajinasi agar bisa jalan dan mengunjungi tempat yang keren bersama Tirta. Dan sekarang...

"Ya nggak nanti malam juga, sih. Kamu punya banyak tugas, kan? Kakak OSIS juga harus memikirkan banyak hal untuk merepotkan adik kelasnya."

"Iya. Makasih Kakak OSIS udah ngerepotin," Reyna tersenyum kecut. Dia tau cara Tirta yang ingin mendapat jawaban 'iya' tapi tak terkesan mengharuskan.

"Jadi gimana, Rey?" Tirta memastikan. Dia masih menanti jawaban Reyna.

"Oke, Kak," jawab Reyna singkat. Tentu saja dia mau, momen ini menjadi harapannya sejak SMP.

Tiba-tiba tangan seorang perempuan menutupi mata Tirta. "Siapa sih?" Tirta segera melepaskan tangan yang tiba-tiba menghalangi matanya itu.

"Hai Ta, dicari dari tadi ternyata di sini!" perempuan itu melambaikan tangan, meskipun nadanya sedikit kesal. Dia memasang muka cemberut tapi masih terlihat cantik.

Wajah Tirta yang awalnya marah pun, berubah menjadi bersahabat, "Salma! Aku kira siapa. Ada apa sih?" Mereka terlihat akrab.

Reyna juga ikut-ikutan menjadi kesal. Ia tak suka melihat kakak tercintanya yang mana merupakan cinta pertamanya, kini tersenyum pada perempuan lain. Tersenyum dengan sehangat itu! Why?

"Disuruh kumpul di ruang OSIS. Ayo!" Salma menarik lengan Tirta. Tingkah Salma begitu manja pada Tirta. Begitupun Tirta, ia tak menolak perlakuan tersebut dan terus tersenyum pada Salma.

"Aku pergi dulu, ya Rey? Sampai jumpa," Tirta melambaikan tangan. Sedangkan Salma masih menarik-narik lengan Tirta.

Canda riang yang tercipta diantara Tirta dan Salma menggema di lorong kelas, momen itu ditangkap jelas oleh manik mata Reyna. Kesal pastinya.

"Siapa sih dia? Kok manja banget ke Kak Tirta!" Reyna menggerutu. Reyna kemudian segera masuk ke kelas. Dia enggan berlama-lama menonton aktivitas yang telah sukses merusak suasana hatinya hari ini.

-------

*revisi : 27/2/22

Haloo, salam dari aku
Aini❤

Seperti Oasis [Completed-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang