01 - Sumpah Sazarvina

40 5 2
                                    

Gadis dengan manik mata biru legam itu berdiri didepan perapian sambil mencari-cari keluarganya. Ia berlari kecil menuju halaman belakang, dan Sazarvina—nama gadis itu, ia tercengang melihat Ayah, ibu dan Kakaknya telah tewas dengan luka di sekujur tubuh. Ia juga mendapati tanganya terluka dan wajahnya memar.

Emosinya meluap, dadanya kembang kempis, tanganya mengepal dan sorot matanya tajam.

Ia menghampiri mayat keluarganya yang telah tewas, dan kini hanya tersisa dia keturunan keluarga Azion.

"Aku bersumpah kepada langit dan bumi, aku akan membalaskan dendamku pada para pembunuh keparat itu!"

Sazarvina telah bersumpah. Terdengar gemuruh besar dari langit. Hujan turun begitu derasnya, membasahi ketiga mayat yang terbujur kaku itu.

Sazarvina mengubur mayat mereka, tak perduli sederas apa hujan mengguyur.

Sementara itu, Valkrie, ia yang pertama kali membunuh Johson—ayah Sazarvina.

Ia duduk di sofa panjang sambil melamun. Sementara itu, Carletta—anak keduanya menghampirinya.

"Ada apa, ayah masih memikirkam keluarga Azion?" Tanya Carletta.

"Aku ternyata sangat licik dan—jahat." Nada Bicara Valkrie tenang, nafasnya teratur.

"Bukan kah kita memang harus merenggut nyawa keluarga Azion? Dan—gadis itu. Aku belum membunuhnya," Gumam Carletta.

Valkrie mengernyit.

"Jadi, kau belum menghabisinya?"

Carletta menggeleng.

"Dia punya kekuatan bulan sabit, dari dewa kebajikan,"

"Ramalan telah menyebutkan, gadis itu akan menghabisi bangsa kita,"

Carletta diam.

"Kita lebih kuat daripada bangsa manapun, ayah!" Gumam Avendro—anak pertama Valkrie.

"Sekuat apapun kita, kita tidak bisa melawan manusia bertanda bulan sabit, Avendro!" Nada Valkrie meninggi.

Carletta mengernyit memperhatikan Ayah dan kakaknya yang sedang beradu bicara.

"Buktinya, aku telah menghabisi Vannessa. Ia memiliki tanda bulan sabit itu, bukan?"

Valkrie mulai tertarik pada perkataan Avendro. Begitu juga Carletta.

"Tidak, Av. Kali ini kekuatanya berbeda, gadis itu—hmm maksud ayah Sazarvina, ia punya kekuatan dua ratus kali lipat dibanding Vanessa."

Jelas sang ayah. Avendro dan Carletta tercengang.

"Aku merasa terbakar ketika menyentuhnya, bakan saat berada di dekatnya." Ujar Carletta.

Sang ibu, Alea, mendengar pembicaraan seru keluarganya. Alea pun menghampiri mereka.

"Ibu," Kata Carletta.

"Aku belum menghabisi gadis itu. Ya—Sazarvina."

"Ia begitu sulit dimusnahkan."

"Sialan, dia itu menyulitkan saja, biar aku yang membunuhnya!"

***

Sazarvina kini tengah melamun di dekat perapian. Matanya tertuju pada satu arah yaitu sebuah lukisan keluarganya yang terpampang di dinding. Ia ingin mengakhiri hidupnya saja sekrarang. Tapi, ia harus menepati sumpahnya. Sumpah untuk membalas dendam.

Ibu bilang padakku untuk slalu berani aapun keadaanya jadi aku berusaha untuk slalu berani. Batin Sazarvina.

Kini gaun merah tuanya sudah kering. Ia melamun berjam-jam sampai tiba-tiba muncul suara langkah kaki.

SAZARVINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang