1. Prolog

14 1 0
                                    

Nana POV

Kring ... Kring... Kring...
Suara dering ponsel berbunyi memecahkan keheningan sekaligus mengagetkanku, ku raih ponsel yang sedari tadi ku simpan di jok mobilku, suara dering ponsel itu mengganggu konsentrasi menyetirku. Terlihat di layar ponselku tertulis kata 'mamah'.

"Iya mah, bentar lagi nana pulang kok ini juga lagi di jalan" kataku ketika menjawab telepon dari mamah.

Itu telepon dari mamah yang entah keberapa kali meneleponku dan menyuruhku cepat pulang karena hari sudah mulai gelap.

Ketika sedang asyik menyetir sambil mendengarkan lagu korea favoritku tiba-tiba di hadapanku muncul seekor kucing hitam yang hendak menyeberang.
Namun, sayangnya aku tak dapat mengendalikan mobilku sehingga ketika aku mencoba menghindar dari kucing itu mobilku tanpa sengaja menambrak sebuah pohon besar di pinggir jalan.

"Tit...tit...titttttt..... Brug ... !"
Rasa sakit menjalar di kepalaku dan seketika semuanya menjadi gelap.

Ketika aku sadar, aku sudah berada di sebuah ruangan yang berbau obat-obatan yang sangat pekat, dan ku yakin aku sekarang berada di rumah sakit. Orang yang pertama kali kulihat adalah wajah kedua orang tuaku yang nampak khawatir.

"Sayang kamu sudah sadar? Apa yang terjadi padamu sampai mengalami kecelakaan seperti ini?" tanya mamah dan papah bersamaan.

"Aku ga sengaja hampir mau menabrak kucing mah,pah". Ucapku dengan nada yang lemas.

"Sayang kamu kalau nyetir hati-hati, kan sudah mamah bilang supaya kamu cepat pulang" Kata mamah sambil mengomeliku tanpa henti.

Aku hanya mendesah mendengar celotehan mamah yang tiada akhir. Untuk menghentikan omelan mamah aku meminta kedua orang tuaku untuk membiarkan aku istirahat dengan alasan kepalaku pusing. Hal itu tidak sepenuhnya bohong karena memang benar kepalaku terasa pusing apalagi setelah mendengar celotehan mamah yang tiada henti mengomeliku ini dan itu.

Esok harinya

Aku terbangun ketika ada seseorang yang menyentuh tanganku. Seketika aku membuka mata, ku lihat seorang suster yang hendak memeriksaku dan membawakan aku sarapan.

"Di tensi dulu ya" ucap suster itu sambil tersenyum.
Aku hanya menjawab dengan anggukan.

Samar-samar aku melihat seseorang yang berpakaian sama seperti suster yang sedang memeriksaku. Dia hanya menundukan kepalanya entah kenapa, dia hanya diam mematung di belakang suster yang sedang memeriksaku.
Aku tak menghiraukan suster itu namun rasa penasaranku semakin berkecambuk ketika suster yang ku lihat tadi berjalan keluar ruangan ini dengan kaki kiri yang sedikit pincang seperti sedang terluka.

"Anu... Maaf... Suster apakah anda tidak apa-apa?". Tanyaku dengan nada ragu, takut menyinggung perasaan suster itu .
"Saya tidak apa-apa kok, memang ada apa? Kamu butuh sesuatu?" tanya suster yang memeriksaku.

"Maaf suster bukan suster yang saya maksud, tapi suster yang ada di belakang anda, dia kelihatan sedang tidak enak badan dan sepertinya kakinya terluka". Ucapku mencoba menjelaskan keadaan.

Namun suster yang memeriksaku hanya memasang wajah bingung dan sekaligus takut.
Betapa kagetnya aku ketika suster yang memeriksaku berkata .

"Siapa yang kamu maksud, saya datang kesini sendirian tidak ada suster lagi yang menemani saya".

"Mungkin kamu hanya berhalusinasi, istirahatlah nanti juga kamu akan membaik". Ucap suster itu mencoba menenangkanku.

Lagi-lagi aku hanya tersenyum menanggapi ucapan suster itu. Namun sekali lagi aku ingin memastikan bahwa ini memang hanya halusinasiku saja.
Beberapa kali aku mengucek-ngucek mataku tapi suster dengan kaki pincang itu tetap tak menghilang dari pandanganku.

Ketika ku lihat kembali, suster itu berhenti berjalan dan menghadapkan wajahnya lalu tersenyum kepadaku. Bukan, itu bukan senyuman melainkan lebih kepada seringaian yang menyeramkan. Lalu ia menghilang dalam sekejap.

Seketika itu aku merasa ada yang tidak beres dengan pengelihatanku.
Akupun segera menutup seluruh badanku dengan selimut.

"Aaaa............ Ya tuhan apa yang terjadi denganku, kenapa aku bisa melihat suster menyeramkan itu, lebih anehnya lagi kenapa hanya aku yang dapat melihat mereka". Teriaku dalam hati.

Indigo And The HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang