• Envy

433 26 2
                                    

🌺🌺🌺

Zidny mengerucutkan bibirnya kesal ketika melihat pemandangan yang baginya sangat menyebalkan. Terhalang dua meja dari tempat duduknya saat ini, Zidny bisa melihat dengan jelas sepasang kekasih yang sedang bermesraan. Iya, Zidny iri.

"Kenapa, Zid?" tanya Iqbaal yang duduk di hadapan Zidny.

"Kapan ya gue diperlakukan seromantis itu?" jawab Zidny dengan gumaman. Matanya masih lurus menatap sepasang kekasih yang tak dikenalnya itu.

"Apaan?" Iqbaal akhirnya menoleh ke belakang, mengikuti arah pandang Zidny. Iqbaal langsung berdecak ketika mengerti apa maksud Zidny. "Emangnya gue kurang romantis apa sama lo?"

"Idih." Zidny seketika melengos. "Apanya yang romantis, sih? Lo tiap hari ngatain gue pendek, gendut, bawel, nyebelin, dan segala hal yang jelek-jelek. Terus sekarang lo bilang romantis? Ke laut aja sana! Lagian nih ya, gue mau diromantisin sama pacar kali, bukan sama lo!"

Iqbaal tertawa kecil. Yang Zidny katakan memang benar, namun itu hanya sekedar ledekan iseng untuk gadis itu. Karena jika Zidny sudah kesal, dia akan terlihat sangat lucu di mata Iqbaal. Apalagi ketika merajuk, Zidny sudah seperti anak kecil yang ingin sekali Iqbaal gigit pipinya.

"Uh, cowoknya bener-bener romantis! Mamaaaa, iri," rengek Zidny sambil mengembungkan pipinya ketika melihat si laki-laki menyuapkan makanan pada kekasihnya.

"Lo liat cowok ngajakin pacarnya makan di kafe aja iri? Nggak ada faedahnya, Zid. Gue tiap hari juga kayak gitu, kan? Ngajak makan lo di kafe, anter jemput lo, bahkan nemenin lo ke mana-mana. Lo porotin gue pula. Minta traktir tiap hari sama beliin novel. Harusnya cewek-cewek lain yang iri sama lo."

Zidny menggeram. "Ergh, beda tau nggak! Gue maunya sama pacar, bukan sama partners in crime kayak lo!"

"Iya, iya. Udah nggak usah ngegas. Pantes aja nggak ada cowok yang deketin lo. Mereka serem liat lo yang bawelnya kebangetan," ujar Iqbaal.

"Iqbaaaaal!" Zidny menimpuk Iqbaal dengan tasnya. "Banyak kali yang mau deketin gue, tapi mereka mundur karena selalu liat lo di deket gue. Emang ngeselin sih, lo!"

"Oh, gitu." Iqbaal mengangguk-ngangguk kecil. "Kalo emang itu alasanya keren juga ya. Gue sama lo cuma sahabatan aja udah pada takut deketin lo. Gimana kalo gue pacar lo ya?"

"Ih, apa sih." Zidny tiba-tiba menunduk. Rasanya kalimat terakhir Iqbaal menggelitik perutnya.

"Zid," panggil Iqbaal.

Zidny pun mendongak. "Apa?" jawabnya ketus.

"Kalo lo disuruh milih, tiga hal romantis apa yang lo inginkan?" tanya Iqbaal tiba-tiba.

Zidny menautkan kedua alisnya. "Hah? Buat apa? Nggak ada yang romantisin gue juga."

"Abisnya lo kayak cewek yang haus akan keromantisan banget," ledek Iqbaal.

"Ih, Iqbaal. Nggak gitu juga." Zidny manyun.

Iqbaal terkekeh. "Udah, serius. Jadi apa yang lo inginkan? Sesuatu yang menurut lo romantis?"

"Emang lo mau lakuin itu buat gue?" tanya Zidny dengan polosnya.

"Enggak. Kata siapa?" respons Iqbaal santai.

"Demi apa lo ngeseliiiiin," geram Zidny sambil menepuk-nepuk tangan Iqbaal.

"Zid, apa sih? Malu diliatin." Iqbaal menarik mundur tangannya karena Zidny menepuk-nepuk tanganya dengan brutal.

Zidny kembali menunduk sambil merengut. "Abis lo ngeselin. Bete."

"Ya lo gue tanyain nggak jawab," kata Iqbaal.

Zidny tidak merespons apa-apa. Gadis itu diam seribu bahasa.

"Ngambek lagi." Iqbaal menempelkan punggung pada sandaran kursi sambil bersedekap.

Hening selama beberapa saa sebelum Iqbaal mendengar jika Zidny menghembuskan napasnya berat. Iqbaal kembali menarik punggunggnya dari sandaran kursi. Lalu fokusnya ia pusatkan pada Zidny yang masih menunduk.

"Tiga hal yang gue inginkan... Bisa liat bintang dari jarak yang dekat. Nggak mudah emang, at least gue bisa liat dari atas, bukan cuma dari bawah atau mentok-mentoknya balkon kamar. Terus gue bisa berada di antara ribuan bunga mawar. Gue nggak bisa bayangin gimana rasanya berada di suasana yang indah dengan ditemani wanginya bunga mawar. Dan yang terakhir gue mau.. dinner romantis. Oke, terdengar norak. Tapi gue mau itu. Dinner di rooftop dengan ditemani lilin, bunga, alunan musik klasik, bintang, dan angin malam."

Iqbaal tersenyum samar ketika mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Zidny. "Kenapa lo ngomongnya nunduk, Zid? Kenapa lo nggak liat ke arah gue?"

Zidny akhirnya mendongak. "Karena lo pasti akan ngetawain gue karena keinginan bodoh gue itu," ujarnya lalu mendengus. "Gue bego juga sih. Ngapain juga mau-maunya jawab pertanyaan lo. Ih!"

Iqbaal tertawa sambil mengacak-ngacak rambut Zidny. Dan Zidny masih saja cemberut.

🌺🌺🌺

Dilanjut atau enggak ya? Comment, vote, kritik, dan saran kutungguuuu. Terimakasih. 🌹



Three ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang