BAB 3 : LANGIT DAN BUMI

17.5K 1.7K 149
                                    

Mulmed : Aksara Kahli Pratama dan Askiara Khalia Pratiwi 👦👧

----------

"Layaknya langit dan bumi yang begitu jauh berbeda, tapi...saling membutuhkan."

**

HENING akhirnya bisa tersenyum lega ketika dirinya mendapatkan uang beasiswa yang diberikan pihak sekolah. Dengan uang ini ia bisa membeli perlengkapan sekolahnya yang memang sudah tak layak pakai lagi. Seperti tas, seragam putihnya, dan sepatu kets-nya. Uang yang nantinya akan diterima setiap tiga bulan sekali dari pihak sekolah sebesar lima ratus ribu sangat membuatnya bersyukur. Percayalah uang sebesar itu sangat berguna bagi dirinya, bahkan saking bersyukurnya gadis itu tak bisa menyembunyikan air mata yang menetes dari pelupuk matanya ketika ia menerima amplop berisi uang tersebut.

Segera setelah pulang sekolah ia menjejakkan kakinya ke pasar tradisional untuk membelanjakan uang tersebut. Tidak perlu mahal yang penting ia bisa ganti. Untuk ketiga barang tersebut ia hanya menghabiskan dua ratus ribu saja, masih sisa tiga ratus ribu untuk pegangan ia sekolah sehari-hari. Tidak lupa juga belanja bahan makanan untuk si kembar. Sosis sapi kesukaan Ali dan Lia sudah ada dalam kantong plastik berwarna merah di genggamannya. Hening bisa membayangkan wajah polos adik-adiknya yang tersenyum lebar ketika sosis kesukaan mereka menjadi hidangan makan malam nanti.

Membayangkan itu ia menjadi sedih. Seperti tersayat hatinya. Seharusnya Ali dan Lia dapat makan terjamin setiap hari.

Ia harus bergegas pulang, Ali dan Lia pasti sudah menunggu kepulangannya. Tidak ada waktu untuk terus bersedih. Berjalan di tengah kerumunan ibu-ibu yang menggenggam tangan anaknya membuat ia kembali teringat kepada sosok mendiang ibunya. Dulu, ia juga seperti itu selalu digenggam tangannya kala tengah pergi ke pasar. Merengek meminta dibelikan ini dan itu. Mainan yang kini diwariskan kepada Ali dan Lia adalah hasil rengekkan manjanya dulu. Kasihan kedua adiknya itu tidak bisa merasakan hal seperti anak-anak normal lainnya. Tidak bisa merengek manja untuk minta dibelikan mainan yang mereka mau. Lain kali jika ada uang lebih ia harus mengajak kedua anak itu ke pasar untuk memanjakan mereka. Masa-masa kecil mereka haruslah berjalan normal layaknya masa kecilnya. Ini tidak adil untuk Ali dan Lia. Tidak adil.

Tidak terasa langkah kaki yang sedari tadi diseretnya telah membawa dirinya di depan halaman rumah. Perasaan tidak enak mendadak dirasakannya ketika manik mata hitam miliknya menangkap sepasang sandal kulit berwarna cokelat berada di depan pintu masuk rumahnya. Dengan kepalan tangan yang kian mengerat Hening masuk dengan sorot mata berapi-api.

"Assalamualaikum, Ali, Lia, Teteh pulang!"

"Waalaikumusalam, Teteh Ali dapat mobil-mobilan baru..."

"Lia dapat boneka baru..."

Lekingan suara girang kedua anak kecil itu tidak lantas membuat Hening merubah ekspresi wajah dinginnya. "Ali, Lia, kalian main di kamar dulu. Kakak mau bicara sama...A..Ayah sebentar." Begitu kelu rasanya bibir ketika mengucapkan panggilan untuk laki-laki paruh baya yang kini tengah duduk di ruang tamu mereka dengan senyum yang ditujukan kepadanya.

Sudah berapa kali Hening mengatakan jangan tersenyum seperti itu. Sungguh memuakkan!

Meski terlihat ada raut kesedihan di wajah kedua adiknya namun mereka tetap menuruti perkataan sang kakak. Meski tahu setelah perbincangan antara mereka sang ayah akan segera pergi lagi mereka tetap menuruti perintah sang kakak. Meski tahu sosok ayah yang sangat dirindukan kedua anak kecil itu akan datang entah kapan lagi, mereka tetap mematuhi Hening dengan segera masuk ke dalam kamar.

BENUA BESIDE ME [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang