Chapter II

17 3 0
                                    

Beberapa menit lagi roda pesawat akan menggelincir terbang melawan gravitasi. Dari kaca jendela pesawat sayap kiri, terlihat Naisya yang mememakai baju santai khas liburan dengan topi bunda dan kacamata hitamnya. Rasanya apa yang di perintahkan bosnya 6 jam yang lalu adalah mimpi karena sekarang ia telah berada di pesawat yang membuatnya meninggalkan New York dan membawanya menuju tempat kelahirannya. Negara yang sudah 10 tahun ia tinggalkan sejak umur 8 tahun

Negara itu membawa kesan tidak menyenangkan untuknya. Negara yang telah memperbolehkan kereta api rusak beroperasi hingga menyebabkan kecelakaan kereta api yang merenggut nyawa ibunya

°°°°°°°°°°°°°°°°

" sekaya apa sih orang tua klien itu sampai bisa meminta tolong pada agen rahasia New York? Dan lagi, kenapa sih tugas ini malah dijadikan ujianku? Dengan begitu, aku harus fokus di tugas ini jika masih ingin pekerjaan ku sebagai agent tetap berjalan. Dasar pak tua itu"

Jemarinya yang lentik kini dengan anggunnya merangkai bunga dan ranting imitasi lepasan menjadi untaian bunga. Seni ikebana. Setidaknya dia bisa melakukan hal berguna untuk mengisi waktunya. Diingatnya kembali kata - kata atasanya yang membuatnya resah.

"Kira - kira penyakit klienku itu apa sih?sampai bos menyuruhku secepatnya kesana? Parahkah?" tanya Naisya dalam hati

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Saat Naisya sampai di Indonesia, langit telah gelap. Ya, ia ingat. Antara Indonesia dan New York terpaut perbedaan waktu 12 jam.

Butuh waktu 25 menit dari bandara Internasional soekarno-Hatta menuju rumah kliennya menggunakan taksi. Setelah sang supir mengatakan " sebentar lagi kita sampai ke alamat ini"
"Hmm... Kalau begitu, tolong berhenti di beberapa rumah sebelum alamat itu ya" Naisya pun menyahut.
"Lho? Kenapa?" heran sang supir
"Kan udah saya bilang, nyonya pemilik rumah itu adalah teman ibu saya dan beliau menyuruh saya memberi kejutan pada nyonyanya itu karna hari ini adalah hari ulang tahun nya. Jadi, saya harus berjalan menuju rumahnya." Dusta Naisya dengan senyum manisnya.

Sedangkan sopir taksi hanya mengernyit bingung. Jika memang mau memberi kejutan ulang tahun, mana kue nya?

"Aduh... Kuharap kue ulang tahunnya tidak rusak. Dan, aha! Masih utuh rupanya ujar naisya agak keras, karna ia mengerti dari tadi supir taksi itu curiga.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Dikeluarkannya kue tarttart berbentuk bulat yang berdominasi krim biru.
"Maaf pak, boleh saya meminjam pematik apinya? Saya lupa membawanya."

Supir itu merasa tertohok. Gadis di belakangnya seperti bisa membaca pikiran. Sambil menyetir, tangan kirinya mengambil pematik dan memberikannya kepada Naisya "untuk anda saja"

Naisya tersenyum puas, berkat pendidikan yang bertahun - tahun ia jalani International Agency School dia dapat memabaca situasi yang akan terjadi.
"Kita berhenti di sini saja ya?" saran sang supir bersamaan dengan di rem nya taksi yang ia kendarai.


Naisya pun mengangguk lalu keluar dari taksi.
"Terima kasih. O ya, rumah Ny. Sintia dimana?" ujar Naisya seraya menyerahkan uang ongkos taksi dengan cek.
"Lima rumah dari sini. Lihat, itu rumahnya yang bertingkat 3" jelas supir itu dan tersenyum memandang kue tart di tangan Naisya. "Semoga sukses ya dengan kejutannya"

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Sepeninggal taksi tersebut, Naisya berjalan santai ke tempat tersembunyi. Ia melihat tempat gelap di dekat pohon beringin simpang jalan, matanya langsung berbinar.

"Misi dimulai!"

Sang ClientTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang