"Lama banget?"
Vian tersentak kaget begitu dia keluar dari salah satu toilet dan mendengar sapaan yang sangat familiar itu. Dari balik cermin wastafel, bisa dia lihat jika Dito sedang tersenyum miring padanya.
"Ngapain ke sini? Kamu ngikutin aku?" tanya Vian curiga.
Dito menaikkan satu alisnya lalu memutar bola mata dan kembali fokus pada kemejanya. Tangannya juga tak lepas untuk membersihkan noda saus yang semakin melebar karena terkena air.
"Bukannya kamu yang nunggu aku biar nyusul ke sini?" tanya Dito balik. "Damn it! Susah banget sih?" gerutunya setelah itu.
"Aku serius, Dito! Kamu ngikutin aku kan? Pakai alesan bajumu kotor segala? Kampungan!" tuduh Vian ketus.
Dito berhenti membasuh kemejanya dengan air, lalu berbalik untuk melihat Vian yang masih berdiri beberapa jengkal darinya.
"Sayangnya, tuduhan kamu itu nggak beralasan. Dan lagi, kalau aku mau nyusulin kamu ke sini, aku nggak perlu repot-repot numpahin saus di kemejaku yang malah bikin bajuku jadi kotor," jawab Dito lalu kembali membelakangi Vian dan membasuh kemejanya.
Vian merasa bersalah dan tak enak hati karena menuduh Dito tanpa alasan. Dari balik cermin, Vian juga bisa melihat jika Dito kesulitan membersihkan noda saus di kemejanya. Perlahan, Vian pun berjalan mendekat ke arah wastafel.
"Kok bisa kena saus?" tanya Vian sembari mencuci tangannya.
"Tadi si Febby nggak sengaja nyenggol Ines yang lagi nuang saus ke piringku," jawab Dito sembari mengucek kemejanya.
"Noda sausnya nggak bakal hilang kalau nggak pakai detergen," ucap Vian.
"Iya nih, susah banget," gerutu Dito kesal.
Setelah itu keduanya terdiam. Dito tetap sibuk dengan kemejanya, sementara Vian hanya diam memandang Dito yang berkutat dengan kemejanya.
"Mau aku bantu?" tawar Vian sembari menggigit bibirnya.
Entah apa yang ada di dalam kepalanya saat ini. Seharusnya, Vian bisa langsung pergi dari sana dan tak perlu menghiraukan Dito jika dia benar-benar ingin menjauhi laki-laki itu serta tak ingin lagi berurusan dengannya.
Sayangnya, otak Vian tidak berjalan seperti seharusnya. Vian tidak tega melihat Dito yang terlihat kerepotan dengan noda di kemejanya. Hati kecilnya juga menyuruhnya untuk menawarkan bantuan pada Dito.
"Emang kamu bisa?" tanya Dito dengan satu alis terangkat.
"Ya, dicoba dulu. Hmm ... kamu lepas dulu kemejanya. Biar aku bersihin," ucap Vian.
Dito tak langsung menyetujui usul Vian. Dia malah menatap Vian lekat-lekat dengan kening berkerut bingung.
"Kalau nggak mau ya nggak papa, aku balik aja. Kemal juga pasti udah nunggu lama," ujar Vian yang langsung berubah pikiran karena Dito hanya diam saja.
Belum sempat Dito menjawab, Vian buru-buru balik badan hendak keluar meninggalkan dirinya.
"Tunggu! Mau ke mana?" cegah Dito.
Vian berhenti melangkah dan kembali berbalik melihat Dito. "Balik lah," jawabnya.
"Katanya mau bantuin. Kenapa malah pergi?" tanya Dito.
"Kamu kelamaan jawab," ujar Vian.
"Aku mau mastiin dulu kamu serius atau nggak." Vian terlihat jengah mendengar alasan Dito dan memilih diam menunggunya. "Oke, aku lepas kemejaku," ucap Dito kemudian
Sementara Dito membuka kemejanya, Vian berusaha untuk tidak menatap lekuk tubuh Dito yang sama sekali tak berubah sejak SMA. Tanpa lemak di perut dan lengan. Vian tak ingin tergiur dengan bentuk tubuh Dito yang sudah pasti akan membuat lelaki gay mana pun tergoda jika melihatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN YOU & US
Genel Kurgu[COMPLETED] __________________________ Altavian Danish, tak pernah membayangkan jika ia akan dipertemukan lagi pada satu kesempatan dengan sosok laki-laki tampan yang dicintainya itu setelah sekian tahun. Anindito Mahawira, c...