Awal

26 4 1
                                    

Hai namaku Velinka Diandra, sebuah nama yang yang diambil dari game yang pada masa itu ayahku menyukainya. Kawan-kawan ku sering memanggil ku Velin ataupun kadang mereka menggunakan nama yang aneh untuk memanggil ku.

Aku adalah seorang gadis layaknya gadis lain, ya aku hanya gadis biasa yang memiliki impian besar dengan sejuta khayalan yang tinggi. Aku dilahirkan dari keluarga yang cukup keras. Dalam hal ini keras dengan artian yang baik, Sewaktu ku kecil tak pernah sekali pun aku berpikir tentang kehidupan seperti apa yang akan mungkin kujalani. Lagipula siapa yanh bakal tahu.

Aku lahir dan besar disebuah kota terpencil dengan jumlah penduduk yang dapat dihitung oleh jari, kota kelahiran ku sangat jauh dari pusat keramaian kota besar. Sebuah kota yang disebut dengan kota tua karena rata-rata dari penduduknya adalah orang yang sudah lanjut usia atau disebut dengan lansia. Disinilah ku mengenyam pendidikan dan menjalani kehidupan sehari-hari ku. Aku dibesarkan dan dirawat oleh nenek ku karena orang tua ku harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu. Kalian ingat trageti tahun 1997? Disitu sedang terjadi krisis ekonomi yang besar yang menyebabkan penduduk di semua belahan dunia mengalami kesulitan perekonomian. Yupp, aku lahir ditahun tersebut. Tahun yang bersejarah bagi sebagian orang.

Saat umurku 4 tahun, aku masuk ke sebuah sekolah kanak-kanak. Disana ku belajar bersama anak-anak lain yang sangat luar biasa. Ku habiskan 2 tahun untuk taman kanak-kanak setelah itu dilanjutkan ke sebuah sekolah dasar. Di umur 12 tahun ku masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi disanalah tantangan awal kehidupan dimulai, banyak orang dari berbagai daerah dengan segala kemampuan-kemampuan nya mengenyam pendidikan. Rasa minder dan takut mulai merasuk didalam diriku, ku merasa sangat bodoh diantara kawan lain dan memang benar kenyataannya. Ku hanya takut tak dapat menjadi seseorang yang seperti orang tua ku harapkan. Kekhawatiran dan ketakutan semakin tumbuh besar didalam diriku, pikiran-pikiran yang mengatakan bahwa ku tak berguna mulai bermunculan sehingga ku terjebak diantara pikiran ku sendiri. Ketika itu orang tua sangat percaya padaku, dan berkata bahwa aku dapat menjadi apapun. Kata-kata itu menjadi beban yang besar dikedua pundakku namun hal itu menjadi semangat untuk ku juga agar aku bisa menjadi lebih baik.

Hidup yang sebenarnya belumlah terjadi, semakin lama potongan kehidupan ku akan terbuka layaknya lembaran buku. Tebal tipis nya tak dapat diketahui.

Dan......

Hidupku bukan untuk kemarin, bukan pula untuk hari ini tapi hidupku untuk masa depan ku.

------------------- next --------------------

DANWhere stories live. Discover now