Kami di sini. Di tempat pertama kali kami bertemu. Dipertemukan, mungkin? Entahlah. Yang pasti, ketika pertama kali aku melihatnya, dia menatap mataku, aku balas menatapnya, dada ini terasa sesak. Sorotan teduh matanya mampu membuat jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya. Apa ini yang mereka sebut cinta pada pandangan pertama? Aku banyak menatap mata teman-teman lelakiku, tetapi tidak ada yang begitu spesial seperti matanya. Dari mata itu, timbul perasaan ini.
Seorang wanita yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan hal-hal semacam ini. Sampai pada waktu itu, aku bertemu dengan laki-laki itu. Seorang Bintang Purnama yang telah lama menyendiri, membuka hatinya kepada seseorang yang baru dikenalnya di acara kopi darat sebuah komunitas.
Aku tersenyum-senyum sendiri bila mengingat kejadian waktu itu. Banyak yang bertanya pastinya, masih zaman kah kopi darat? Ini adalah acara penting mengenal satu sama lain di dalam sebuah komunitas. Seperti kencan buta atau nyerempet perjodohan bagi para jomblo. Singkatnya, ini adalah acara penting bagi para jomblo. Yang sudah menikah dan memiliki pasangan, ke laut aja deh.
Idealnya wanita menikah di umur 20 – 25 tahun. Sedangkan aku, di umurku yang ke 27 tahun ini, aku belum juga menikah. Mengikuti acara kopi darat ini adalah salah satu usahaku mendapatkan pasangan. Sudah kubilang kan acara ini penting bagi para jomblo. Termasuk aku. Dan aku bersyukur dipertemukan dengan laki-laki yang berada di depanku saat ini.
"Setelah dipikir-pikir, kalau aku nggak nurutin kemauannya Andre waktu itu, aku nggak bakal ada di sini sama kamu sekarang, Bi." Ucapnya lembut sambil menatapku.
"Thanks to Andre, kalau begitu." Balasku seraya menyeruput sisa vanilla latte favoritku sampai habis. "Sekali-kali kamu traktir Andre kek, Bim."
Meskipun umurnya 7 tahun lebih tua dariku, aku tetap memanggilnya dengan nama saja. Tidak ada embel-embel mas, kang, abang, atau yang lainnya.
"Buat apa aku traktir sepupu gila itu." Gilirannya menyeruput sisa kopinya. Menonton laki-laki yang aku cintai menyeruput kopi di depanku adalah favoritku juga, sama seperti vanilla latte.
Aku tertawa mendengar Bima menyebut sepupunya gila. Kalau dipikir-pikir memang sih, Andre itu gila. "Jadi ya nyenengin sepupumu itu nggak ada salahnya, dia sudah baik mempertemukan kamu sama aku."
"Bisa tambah besar kepala dia mendengar kamu ngomong begitu, Bi."
Bayangan Andre memiliki kepala yang besar seperti balon muncul di benakku. Ada-ada saja.
"Pulang yuk."
"Yuk."
"Nikah yuk."
"Eh?"
Aku melotot, Bima menampakkan senyum jahilnya.
"Apa yang kamu bilang tadi? Nggak kedengeran, coba ulangi!"
Bukannya mengulang apa yang dikatakannya barusan, Bima malah beranjak dari duduknya, aku juga. Ia meraih tanganku, menggenggamnya, menggamit jari-jariku agar menyatu dengan jari-jarinya. Aku membaca sebuah buku, di dalamnya menjelaskan bahwa Tuhan menciptakan ruang kosong antara jari-jari tanganmu untuk nantinya akan ada jemari lain yang mengisi ruang-ruang itu. Melengkapinya. Dan kini aku paham yang buku itu jelaskan. Bima melengkapiku.
"Bima!!" aku memukuli lengannya karena dia tidak mau mengulang kata-katanya barusan. Ia hanya tertawa sambil menarikku ke dalam dekapannya.
Beginilah kami sekarang. Terlepas dari latar belakang kami masing-masing, kami hanyalah dua insan biasa yang saling mencintai. Dunia terasa hanya milik kami berdua. Ini sudah kesekian kalinya Bima mengajakku menikah. Well, kebanyakan Ia mengajakku seperti tadi. Selewat saja. Tidak pernah serius. Maksudku, melamar wanita dan mengajaknya menikah itu kan harus romantis ya nggak sih? Seperti Glenn Alinskie yang melamar Chelsea Olivia di atas kapal. Seperti Romeo yang melamar Rinjani di atas gunung. Atau yang lain-lainnya di luar sana. Pasti wanita mengharapkan yang lebih dari pasangannya.
Pernah sekali aku bertanya pada Bima masalah ini, lalu Ia menjawab, "Bukannya aku nggak serius, aku mau melakukannya dengan benar ketika nanti kita sudah bilang ke orang tua kita tentang hubungan kamu sama aku, Bintang."
Setelah mendengar itu, bukan masalah romantis atau tidak romantis yang aku pikirkan sekarang. Pertanyaan yang selalu mengganggu pikiranku adalah bagaimana caranya kami memberitahu tentang hubungan ini kepada orang tua kami.
YOU ARE READING
Dari Hati
Romance"Ku ingin kau menjadi milikku, entah bagaimana caranya. Lihatlah mataku untuk memintamu. Kuingin jalani bersamamu, coba dengan sepenuh hati. Kuingin jujur apa adanya dari hati." Club Eighties - dari hati Bintang Purnama Berumur 27 tahun, bekerja seb...