Haloo... sabelumnya yang baca story kedua nya Fia. Buat kalian yang lagi hemat kuota, bisa kok add dulu ke library, habis itu baca offline, terus kalo ada kuota lebih bolelah boomvote (kalau suka dan pengen nge vote wkwk). Fia suka boomvote heuheu.. rame soalnya :v
Happy read :*☄
Śuasana kantin sekolah tampak ramai seperti biasanya. Tak sedikit terdengar suara tertawa, olokan, dan teriakan memekakkan telinga lainnya. Tak terkecuali tiga cewek di meja tengah kantin. Mereka sibuk tertawa dan membicarakan apapun yang ada di pikiran mereka.
Cewek paling kanan, Karlina Azzahra. Cewek berambut panjang bergelombang, dengan kulit sedikit coklat dan mata yang agak sipit itu terlihat begitu senang saat mengatakan betapa lucunya gurauan dari Annisha.
Annisha Rahmawati. Banyak orang tidak mengetahui kalau dia itu adalah tipikal cewek yang sangat urakan dan... jorok. Euw..
Semua orang pasti mengira kalau dia adalah anak yang pendiam. Di balik wajah polosnya dan rambut yang pendek setelinga-nya itu, dia adalah cewek yang suka hal-hal yang berbau horror dan thriller. Aneh memang.Selama mereka berdua sedang sibuk tertawa. Cewek di sebelah kiri hanya tersenyum melihat kedua sahabatnya itu. Name tag-nya tertulis Delfina Natasha. Cewek berponi dengan rambut sedikit coklat yang sangat lurus, dan kulit putih pucat, ditambah lesung pipi di sebelah kanan pipinya, adalah cewek terpintar nomor satu di SMA Garuda, sekolahnya.
"Sumpah kemarin gue lihat bu Devi lagi jalan sama brondong di mall," Annisha bercerita dengan mata yang sudah mau lepas dari lubangnya.
"Sama anaknya mungkin," Delfina masih berfikir positif tentang gurunya.
"Tapi masa sama anaknya, ngomongnya aku-kamu?" Annisha masih terlihat tidak mau mengalah.
"Btw, brondongnya ganteng gak?" Karlina bertanya sambil menaik turunkan alisnya.
"Lumayan sih," Annisha manggut-manggut dan menaruh tangan di bawah dagunya seperti sedang berpikir.
"Udah deh kalian itu, gak baik ngomongin guru di belakangnya. Kalau emang berani omongin aja di depannya. Gimana?"
"Iya deh iya Del. Kalah gue kalau ngomong sama anak pinter," omel Annisha. Sementara yang diomeli malah asyik memperhatikan seorang cowok.
Delfina bangkit dari duduknya bermaksud akan pergi ke perpustakaan, mencari tugas yang diberikan guru biologinya kemarin. "Mau kemana Del? Gak ajak-ajak?"
"Perpus. Mau ikut?" Delfina sengaja tidak mengajak kedua sahabatnya karena ia tahu jawaban apa yang akan di berikan mereka jika diajak ke tempat yang dianggap keramat tersebut.
"Enggak deh, bakso gue belum habis," see, taukan apa jawabannya.
"Jus gue juga belum abis nih," cengir Annisha.
"Yaudah, gue ke perpus dulu ya."
"Oke hati-hati," ujar Karlina.
"Awas nginjek paving!" teriak Annisha.
"Terus gue lo suruh terbang kalo gak nginjek paving," teriak Delfina sambil terus berjalan.
Delfina mengenakan earphone-nya dan membaca novel sembari berjalan menuju perpustakaan. Dia berhenti sejenak. Bukan karna ia sudah sampai perpustakaan, melainkan ada sepasang sepatu menghalangi jalannya. Ia mendongak untuk melihat siapa yang menghalangi jalannya.
Ia tersentak kaget.
"Garvine, lo kagetin orang aja!" ujar Delfina sambil mengelus dada nya karena terkejut.Cowok itu terkekeh.
"Mau kemana Del?" tanyanya."Ke perpus." cowok itu mangut-mangut. Cowok yang dipanggil Garvine ini adalah cowok andalan SMA Garuda. Bukan karena kepandaiannya, melainkan kenakalanya yang seperti setan. Lihat saja penampilannya. Rambut panjang, baju tidak dimasukkan, telinga bertindik, tidak pakai dasi, sabuk, bahkan kaos kaki. Itu jelas sangat menyalahi aturan di sekolah ini. Guru-guru pun sudah banyak yang angkat tangan menghadapi cowok itu.
Meskipun banyak berita-berita yang mengatakan tentang kenakalannya seperti, terlambat, bolos, melompati pagar, merokok, tawuran, dan sebagainya, tapi tidak pernah terdengar berita kalau dia sedang menjalin hubungan dengan siapapun.
Cowok itu bertanya lagi.
"Karlina sama Annisha mana?""Tuh masih di kantin." Delfina menunjuk Karlina yang masih ada di kantin.
"Yaudah deh, gue ke kelas dulu ya," pamitnya. Delfina agak heran sebenarnya. Garvine ini adalah cowok yang paling anti dengan mahkluk yang bernama 'cewek'. Tapi anehnya ia selalu bersikap sangat baik pada Delfina, Karlina, dan Annisha.
Delfina memakai kembali earphone-nya dan melanjutkan perjalanannya.
☄
"Kar, ikut gue yuk," ajak Garvine.
"Kemana?" tanya Karlina.
"Udah deh ikut aja,"
"Awas aja kalo lo macem-macem sama gue," ancam Karlina.
Garvine terkekeh mendengar ancaman Karlina. "Mana bisa gue macem-macem ke elo Kar,"
Karlina merasa agak aneh dengan ucapan Garvine.
Mereka berjalan menuju koridor dekat tangga dengan Garvine menggandeng tangan Karlina. Mereka berhenti di koridor yang tampak sepi, Karlina mulai waspada kepada Garvine.
"Ngapain sih kok kesini?"
Garvine menghiraukan pertanyaan Karlina dan melepas genggaman tangannya, kemudian ia menuju belakang tangga untuk mengambil sesuatu.
Karlina memperhatikan Garvine yang ada di belakang tangga. Tapi setelahnya dahi Karlina mengerut saat Garvine menghampirinya dengan membawa sesuatu yang disembunyikan dibalik punggungnya, yang ia ketahui adalah bunga.
Garvine tersenyum manis sambil meraih tangan Karlina. Ia menyodorkan bunga tadi ke Karlina.
"Kar, gue gak tahu harus ngomong apa." Garvine memulai kalimatnya dengan sedikit gugup.
"Ini pertama kalinya buat gue," Karlina makin mengerutkan dahinya saat Garvine mengatakan itu.
"Gue tahu gue ini gak sempurna. Bahkan jauh dari kata sempurna. Tapi gue akan berusaha buat bahagiain lo. Gue akan korbankan apapun demi lo. Lo tau lo itu cinta pertama gue. Lo orang pertama yang bikin hari-hari gue, lo yang pertama bikin gue rajin masuk sekolah, dan lo juga orang pertama yang bikin jantung gue serasa habis nyelam laut tanpa tabung oksigen." Garvine tersenyum.
"Lo mau kan jadi pacar gue?"
Karlina menelan salivanya, "Se-sejak kapan lo suka sama gue?"
"Sejak kelas sepuluh mungkin,"
Karlina menghembuskan nafasnya perlahan. Garvine sudah hampir dua tahun menyukainya, dan baru sekarang ia berani memyatakan perasaannya pada Karlina.
"Gimana? Lo mau kan jadi pacar gue?" Garvine masih menunggu jawaban Karlina.
Karlina berperang dalam batinnya. Ia tidak mengharapkan hal ini.
☄
Gimana? Greget gak?
KAMU SEDANG MEMBACA
PARAMOUR
Teen Fiction[Teen Fiction Project #2] Tidak ada angin, tidak ada hujan, Garvine tiba-tiba menembak Delfina. Delfina tentu saja menolak, tapi Garvine mengambil keputusan sepihak. Apa tujuan Garvine sebenarnya? (Februari 2018)