salju

1.3K 141 12
                                    

Burgh!!!

Grrrr...

Seiron mengeram lemah. Tubuhnya tergeletak lemah, begitu pula dengan kami. Dingin, salju-salju tipis di tanah mengotoriku. Aku ingin menangis tapi tak bisa. Lykos ada 5 meter di depan mataku, ia mulai sadar dan  mencoba bangkit. Darah segar masih mengalir walau tak banyak, sementara lukaku walau belum tertutup tapi pendarahannya sudah terhenti. Ia tertatih mendekatiku.

"Kau baik? Bisa berdiri?" tanyanya cemas.

"Tidak bisa," jawabku.

"Kemari biarku gendong kau sampai pemukiman."

"Tidak," tolakku. "Lukamu nanti semakin lebar."

"Ah ... ini tidak apa."

Ia menyentuh luka di perutnya. Luka yang masih basah itu bukan luka terlihat baik-baik saja.

"Darahnya akan segera berhenti memgalir, tenang saja."

"Seiron kau bisa jalan?" tanyaku.

Seiron mengeram lembut pertanda ia masih sanggup. Lykos membantuku naik ke atas punggung seiron, lalu kami bersama berjalan menuju arah yang di tunjuk Lykos.

"Kau tahu jalan?" tanyaku ragu.

"Ya, aku pernah kemari."

"Seberapa jauh dari pemukiman?"

"Lumayan, butuh 3 jam untuk kembali."

"Hutan ini asing bagiku." Kulihat sekitarku begitu berbeda, pepohonannya sedikit unik.

"Itu karena kau tak pernah ke sini, ini masuk teritori para dyrad."

"Hm ... begitu rupanya."

"Tapi aneh, di sini begitu sepi. Seharusnya ada satu atau dua penjaga yang terlihat untuk mengawasi, ada apa ya," gumannya.

Grrrr...

Baru saja dibicarakan, suara geraman makhluk buas terdengar. Seiron mempercapat jalan semampunya. Di balik semak dan pepohonan aku bisa melihat siluet samar dari makhluk yang menyerupai srigala tapi lebih besar.

Seiron meraung saat seekor makhluk menggigit kaki belakangnya dan terjatuh. Kami terjatuh kembali ke atas salju.

"ugh...."

Aku melihat lykos, lukanya kembali mengalirkan darah. Siron menghalau makhluk-makhluk itu, mereka di sebut lycan, srigala dari tempat para demon. Lagi-lagi demon, seberapa cepat mereka telah menyebar?! Aku mencoba berdiri dengan tanganku yang menopang pada batang pohon. Kakiku gemetar, dan terduduk lagi di atas salju.

"Cepat naik ke punggungku," ucap Lykos.

Aku tak punya pilihan untuk menolak, aku naik kepunggungnya. Lykos berlari menjauh sementara Seiron menghalau lycan itu mati-matian.

"Pengangan yamg erat!"

Aku mengeratkan peganganku, seekor lycan berhasil menyusul kami. Matanya menyorot tajam dengan bengis. Ia berhasil menyamai kecepatan kami. Lycan itu tiba-tiba berbelok tajam dan menerkam kami. Aku terlempar, dan lycan itu berhasil membuat luka cakar hebat di kaki lykos.

Jantungku berdetak kencang dan darahku berdesir, aku tak lagi merasakan sakit atau lelah, tak juga bisa merasakan lagi tubuhku. Tapi yang aku sadari sekarang aku sudah berada di depan lycan itu dan siap mencabiknya dengan kuku merahku.

Kukuku membelah kepala lycan itu sekali tebas menjadi 4 bagian. Lycan itu jatuh di tempat. Aku kembali menguasai kesadaranku. Nafasku mengebu, lututku lemas dan aku terduduk lagi di atas salju yang ternoda oleh darah. Semuanya terjadi demgan sangat cepat.

Sebuah titik putih muncul di atas genangan itu. Salju, salju pertama. Aku melihat langit yang penuh titik titik putih. Melihatnya membuatku terenyuh, entah kenapa aku pun tak tahu. Air mataku mengalir, kuhapus air mataku dengan ujung lengan bajuku. Merah, seperti darah. Mataku melihat kuku-kukuku yang terlumuri darah lycan. Tidak terlihat jelas karena kukuku sudah merah.

Tunggu, sejak kapan kukuku jadi semakin merah?

Tiba-tiba aku teringat kembali pada Lykos. Aku berbalik dan melihat lykos terbaring di bawah batang pohon. Aku hendak berdiri dan mendekat tapi kakiku seolah lumpuh. Aku menyeret kakiku dan mendekat.

"Lykos...." panggilku.

Tanganku menyentuh pipinya, rasa dingin yang sama dengan salju terasak di jemariku. Ia pucat dan dingin. Aku sadari lukanya bertambah banyak.

Aku panik, tentu saja. Aku tak bisa menyembuhkan luka seperti ini, kemampuanku sebagai penyembuh sangatlah payah. Tapi aku tak bisa diam melihat darahnya terus mengalir.

"A-aku minta maaf tapi kau tak bisa begini terus." aku menelan ludahku, aku gugup.

"ini akan menyakitkan, maafkan aku."

Tanganku bercahaya sangat terang. Hawa dingin di udara seakan hilang, aku menyentuh luka Lykos dan membakarnya. Aku bisa melihat guratan rasa sakit di wajahnya, itu membuatku merasa bersalah.

"Ugh...."

"M-maaf! sedikit lagi selesai aku janji!" ucapku panik.

Aku hanya membakar luka yang mengeluarkan darah saja, di bagian perut dan kakinya. Aku tak ingin membakar Lykos seluruhnya.

"Maaf ... Sakit ya?" tanyaku ragu.

"J-jika kau lakukan lagi ... kau bunuh aku saja."

Mendengar itu bahuku merosot dan tertunduk. Aku tak bisa sembunyikan raut bersalah dan kecewaku. Ah ... sepertinya aku mengambil keputusan yang salah.

"Tapi ... Terima kasih."

Aku meliriknya dari sela rambutku yang jatuh ke samping wajah hampir menutup seluruh mataku. Dia tersenyum dengan mata tertutup. Rasanya segala hal yang terjadi hari ini hanyalah mimpi. Perasaan gelisah, cemas, panik dan takutku seketika hilang tersapu angin, meluluh bersama salju yang turun.

Aku lama pandangi dia, tak bisa lepas darinya. Hingga aku sadar ini terlalu lama. Lycan-lycan itu bisa saja kembali. Seiron juga apa dia baik-baik saja?

"Lykos—" ucapanku terhenti kala satu tangan lykos terangkat  menunjukan telapak tangannya padaku.

"5 menit, kumohon," pintanya tiba-tiba.

"Ya?" tanyaku tak paham.

"Biarkan aku tidur 5 menit saja, boleh?"

"Oh um ... ya, boleh."

Yant benar saja, tidur di saat seperti ini?! Ah ... tapi aku tak bisa menolaknya mengingat kondisinya seperti ini. Toh aku tak merasa akan ada hal buruk habis ini.

"Makasih..."

Setelah itu suasana kembali hening. Aku hanya bisa duduk melihatnya dari samping. Aku diam hanya melihatnya, rambutnya bergoyang tersapu angin malam. Entah kenapa itu menjadi pemandangan yang tidak membosankan.

5 menit itu seberapa lama ya? Apa ini sudah lima menit? Atau belum? Ah ... Aku tak tahu, sekarang atau nanti itu terasa sama saja bagiku. Apa sudah saatnya dia bangun? Apa harus kubangunkan?

Pertanyaan pertanyaan itu terus berputar di kepalaku. Tapi intinya...

Sekarang aku harus apa?

OOD EYES III : Back to ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang