Seorang pemuda menerima pekerjaan sebagai pengurus makam. Ini sebenarnya bukan jenis pekerjaan yang dia inginkan. Namun apa boleh buat, dia sangat memerlukan wang dan hanya pekerjaan ini yang sahaja yg mampu dia dapatkan dalam waktu singkat.Pemuda itu sangat takut pada mayat, namun untunglah pekerjaannya hanyalah pekerjaan-pekerjaan ringan. Tugasnya hanyalah menyapu, memotong rumput, dan membersihkan makam. Sedangkan tugas-tugas yang berhubungan dengan mayat seperti menyiapkan jenazah dan proses pemakaman adalah tugas para pengurus makam yang lebih senior.
Namun ada satu hal yang dibenci oleh pemuda itu. Dia memang tak perlu melihat mayat secara langsung waktu bekerja. Namun ada kalanya dia bekerja di ruangan bawah tanah tempat peti-peti mati berisi jenazah disimpan. Di negara Barat, orang-orang kaya biasanya membuat sebuah ruangan bawah tanah di mana peti-peti mati mereka dan keluarga mereka diletakkan, bukan dikubur seperti orang biasa.
Pemuda itu sangat membenci ruang bawah tanah, sebab ruangan itu gelap, berdebu dan penuh mayat.
Suatu hari, pemuda itu ditugaskan untuk membersihkan sebuah ruang bawah tanah. Dengan berat hati, dia melakukan tugasnya itu. Saat dia sedang membersihkan papan-papan nama yang ada di ruangan itu, angin kencang bertiup dan menutup pintu kamar bawah tanah itu. Pemuda itu langsung panik dan berusaha membukanya, namun percuma. Dia terkunci di ruangan penuh mayat itu.
Pemuda itu mencuba berteriak, namun tak ada yang mendengar teriakannya. Pemuda itu lalu mencuba menenangkan dirinya dan melihat sebuah jendela di atas ruangan. Cahaya matahari menembus jendela itu dengan enggan. Bererti dia boleh merangkak keluar menerusi jendela itu. Masalahnya, jendela itu letaknya sangat tinggi. Dia tak mungkin dapat mencapainya.
Dia melihat ke sekeliling ruangan. Yang ada di situ hanyalah peti-peti mati. Pemuda itu mendapatkan akal. Kalau dia menumpuk peti-peti itu, dia dapat membuat semacam tangga yang dapat digunakannya untuk mencapai jendela itu. Dia lalu mencuba mengalahkan ketakutannya dan mulai memindahkan peti-peti mati itu.
Di luar dugaannya, peti-peti itu ternyata ringan. Mungkin kerana mayat di dalamnya sudah lama membusuk dan meninggalkan tulang belulang sahaja. Dia berhasil menumpuk beberapa peti mati dan mulai naik.
“Ouch!” teriak pemuda itu. Dia merasakan sakit di tumitnya. Dia sangka kayu dari peti mati itu yang menggoresnya.
“Ouch!” rasa perih itu kembali lagi. Namun dia terus melanjutkan mendaki peti-peti mati itu, meskipun kesakitan di tumitnya itu terus terasa.
Akhirnya dia berhasil mencapai jendela itu dan merangkak keluar. Pemuda itu berjalan kepincangan dan akhirnya bertemu dengan penjaga makam yang merupakan bosnya.
“Apa dah jadi?” tanya bosnya kehairanan.
Pemuda itu pun menceritakan segalanya.
“Dah tu kenapa kau jalan terpincang2 macam tu?”
“Tadi kaki saya tergores kayu dari peti mati.”
“Mana, meh aku tengok.”
Pemuda itu duduk di atas sebuah batu nisan dan bosnya kemudian memeriksa tumit pemuda itu. Bosnya menatap pemuda itu dengan wajah pucat.
“Ini bukan luka goresan kayu.”
“Jadi sebab apa?”
“Ini bekas gigitan manusia ...”