Calista pov
Aku berada di depan rumah dan bersiap ke sekolah. Aku belum memakai kacamataku, namun rambutku sudah dikebang dua. Di rumah, aku tinggal sendiri. Orang tuaku, Felix Heathcote dan Olivia Almant, tinggal di Paris untuk mengurus perusahaannya. Paling tidak, mereka mengunjungiku 2 bulan sekali. Sedangkan kakakku, Alex Damian Heathcote, tinggal di England untuk melanjutkan kuliahnya.
"Non Calista sudah siap?" tanya supirku menghampiriku.
"Sudah, saya bawa mobil sendiri aja, nanti sore saya langsung ke kantor manager saya."
Aku langsung masuk ke dalam mobil lamborghiniku. Aku menyalakan radio untuk menemaniku selama perjalanan.
Akhirnya aku sampai di rumah asisten daddyku. Untungnya aku teringat dengan kacamataku. Aku memakai kacamataku lalu turun dari mobil dan mengambil sepedaku. Jam di tanganku menunjukkan pukul 07:20.
Hanya memakan waktu 10 menit aku sudah sampai ke sekolah. Saat aku berjalan menyusuri lorong sekolah, tiba-tiba ada seseorang menggandeng pergelangan tanganku dari belakang. Aku berbalik untuk melihat siapa yang berani-beraninya menyentuh tangan mulusku.
"Oh my God" kataku kaget. Kami saling bertatapan kurang lebih 5 detik.Dan lagi, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Lebih payahnya, aku hanya bisa mematung saat dia menatapku.
Arlon pov
Aku melihat jam yang melekat di pergelangan tanganku. Ternyata sudah pukul setengah 7 kurang 15 menit. Setelah aku berpamitan dengan mommy dan daddy,lalu aku berjalan menuju garasi rumah. Kali ini aku tidak membawa jaguarku, tapi aku membawa mobil Pajeroku karena aku terbius oleh tatapan puppy eyes Alice saat memintaku untuk meminjamkan mobilku. Ya, karena aku kakak yang baik, kuturuti saja maunya.
Aku menambah kecepatan mobilku untuk mengejar waktu. Namun sayang, lampu kuning di traffic light itu berganti menjadi warna merah.Aku menengok ke arah jendela mobilku sebelah kanan. Mobil lamborghini warna putih berhenti di sebelah mobilku. Aku melihat orang yang menyetir mobil itu.
Tunggu..
Rasanya aku tidak asing dengan wajahnya. Aku melihat wanita yang sejak kemarin mengusik pikiranku. Dia tidak menyadari jika aku memperhatikannya.
"Damn, siapa sebenarnya dia? Kemarin gue liat dia pulang naik sepeda dan sekarang dia berangkat memakai lamborghini?!" Aku berbicara sendiri sambil memijat pelipisku.
Pikiranku campur aduk. Ditambah lagi aku melihat Adora tidak memakai kacamata. Sungguh, dia cantiknya bukan main. Pasti dia bukan gadis biasa. Aku merasa dia menyembunyikan sesuatu.
Aku menuruti perintah hatiku untuk mengikuti gadis itu. Kenyataannya, aku baru sekali ini aku penasaran dengan seorang wanita, dan membuntutinya seperti stalker.
Sesuai dengan instingku, jalanan yang ramai ini membuat Adora tidak sadar jika aku mengikutinya. Kuparkirkan mobilku agak jauh dari rumah tempat Adora memarkirkan lamborghininya. Dia keluar memakai sepeda. Aku masih membuntutinya dengan kecepatan lambat.
"Gue harus tahu semuanya." Batinku sambil memperhatikan gadis yang sedang memarkirkan sepedanya di parkiran sekolah.
Calista pov
"Arlon? Ngapain lo pegang-pegang tangan gue?"
"Ikut aku sekarang." Arlon menarik pergelanganku. Aku berusaha melawan genggamannya namun hasilnya nihil.
Dia membawaku ke gudang sekolah.
Tunggu..
Kenapa dia membawaku ke gudang, dan menutup pintunya? Apa yang akan dia lakukan? Dia mau berbuat macam-macam, atau gimana?
"Ngapain lo bawa gue kesini? Dasar kuker." Kataku ketus.
"Aku cuma mau tanya sama kamu." Kata Arlon dengan lembut.
Blush.
Pipiku terasa panas. Aku segera memalingkan wajahku ke arah lain. Sedangkan Arlon masih menatapku.
"Lo mau tanya apa?" Aku menundukan wajahku.
"Kamu sebenernya siapa sih?"
Deg
Kok dia tanya kayak gitu? Apa dia udah tau semuanya? Apa dia mengikutiku? Apa aku pasrah saja? Kenapa aku bodoh sekali? Padahal cuma dengan kunyuk ini, rahasiaku dengan mudahnya terbongkar. Kenapa aku nggak peka?
"Ya seperti yang lo liat sekarang, gue temen sebangku lo. Emangnya kenapa? Apa ada yang salah?" Jawabku cepat. Aku tidak berani menatap wajahnya.
"Coba kamu jawabnya sambil tatap aku." Kata Arlon sambil mengangkat daguku.
Aku memberanikan diri untuk mengulang jawabanku tadi dengan menatap Arlon.
"Kalau kamu emang nggak nyembunyiin sesuatu, buat apa kamu mengganti mobil lamborghinimu dengan sepeda?"
Aku belum sempat menjawab pertanyaan Arlon, dia bertanya lagi."Bahkan kamu menyetir juga nggak pakai kacamata. Untuk apa kau memakainya jika matamu masih normal,hm?"
Sialnya,aku masih terdiam saat tangan kanan Arlon masih memegang daguku, sementara tangan kirinya bergerak melepas kacamataku dan mencoba memakaikannya di wajah tampannya.
"Kacamatanya normal, ini salah satu kepalsuan yang kau buat, hm? Jujur saja,siapa kau sebenarnya,atau aku akan bertanya kepada pemilik rumah tempat kau memarkirkan lamborghinimu."
Haha, untung saja aku tidak bodoh. Asisten daddyku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya dengan Arlon, karena dia sudah menjadi kepercayaan ayah. Ayah tidak suka dihianati. Asisten daddyku pasti tau, jika ia mengatakan yang sebenarnya, maka hukumannya adalah kematian.
Aku tersenyum miring.
"Lakukan saja kalau kau bisa."
Dia melepaskan tangannya dari daguku. Posisi kami kembali seperti semula.
Huft..
Lebih baik aku pergi saja daripada dia bertanya macam-macam. Aku juga harus mengatur detak jantungku ini. Rasanya ingin lari, namun kaki ini serasa lemas tak berdaya karena tatapannya.
"Udah ah, gue balik ke kelas dulu."
Dia mengangkat alisnya dan masih menatapku. Aku melangkahkan kaki menuju pintu.
"Hei tunggu, kau mau ke mana? Urusan kita belum selesai."
Dia kembali memegang pergelangan tanganku. Apa memang hobinya seperti ini? memegang tangan orang sembarangan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Calista Disguise
Roman pour AdolescentsCalista Louca Heathcote yang menutupi identitasnya di sekolah sebagai model terkenal dengan nama samarannya Adora Dinar Calista. 2 tahun Calista berhasil menyembunyikan identitasnya dengan susah payah. Kedatangan murid baru pindahan dari EF Academy...