***
Kami berjalan beriringan.
Tak ada menggenggam tangan, tak ada senyuman juga di wajahnya.
Suasana ini sangat canggung, aku benci susana seperti ini dan entah kenapa dia menjadi sangat pendiam.
"Kau ingin membeli sesuatu?"
"Tidak. " masih sama. Responnya sama seperti cara dia membalas pesanku.
Singkat.
Kenapa tiba-tiba dia menjadi dingin begini, ini seperti aku berkencan dengan es berjalan.
"Sayang, kau tak merindukanku?" akhirnya dengan seganap keberanian aku menggenggam tanganya.
Dingin.
Seperti sikapnya, dia sangat dingin. Entah kenapa tangannya sangat dingin.
"Apa kau sakit?" dia menggeleng.
"Kau ingin apa? Biar aku belikan. "
Jia hanya diam. Hening.
"Baiklah ayo ke Kafe itu, kita membeli coklat panas kesukaanmu ya. " Aku mengelus rambutnya dan Jia hanya mengangguk.
Kami Sudah duduk sambil memandangi coklat yang masih mengeluarkan asap.
"Ji minumlah, kau pasti kedinginan tadi. "
Dia menurut dan meminumnya.
Kenapa hanya aku yang berbicara? Kenapa aku terus bermonolog seperti ini. Ini semua membuatku frustasi.
Aku mencoba menggenggam jemarinya.
"Ceritalah. " dan dia hanya menatapku lalu kembali pada coklat panas yang belum dia sentuh sama sekali.
"Baiklah tak apa jika kau tak ingin, sekarang katakan padaku. Apa yang kau inginkan saat bersamaku?"
"Aku ingin pulang. "
Cukup sudah.
Sekarang aku benar-benar mengantarnya pulang. Dia sudah masuk kedalam rumahnya dan aku bergeming memandangi pintu rumahnya yang tertutup rapat.
Mengapa begitu asing?
Bahkan dia tak mengucapkan sepatah kata terakhir, dan hanya pergi.
Tak menyuruhku masuk seperti biasanya.
"Lee Dawon?"
Aku menengok.
"Hyung? " aku membungkuk, memberi salam.
"Kenapa diam diluar won-ah?"
"Ayo masuk kedalam. "
Yes! Terimakasih Jaeyoon hyung kau pengertian sekali.
Akupun masuk kedalam rumahnya, menunggu di ruang tamu. Rumah Jaeyoon dan Jia sama sekali tak berubah.
Yang berubah adalah manusia, tepatnya pacarku itu.
Dihadapanku sudah duduk Jia yang menatapku heran, tentu saja tadi dia bilang ingin pulang. Tapi aku malah menemuinya lagi.
"Ada apa?" Jia bertanya tepat untukku, dan dengan nada tak suka.
Apa salahku sih?
"Aku masih merindukanmu. "
Dia menghela napas lalu membuka suara."aku mengantuk Lee Dawon. "
"Kenapa kau memanggilku seperti itu?"
"Apa yang salah?" Jia hanya melirikku.
"Tentu saja, kita ini sepasang kekasih kau memperlakukan aku yang merindukanmu seperti ini? Seakan aku tak ada dan aku bukan siapa-siapa bagimu. " aku mulai emosional.
"Apa yang salah dengamu Lee Dawon?" Dia menatap tepat dimataku, maniknya begitu asing.
Dia berbeda, aku merasa kalau Jia menyembunyikan sesuatu dariku.
"Kenapa kau berubah?"
"Aku tidak berubah."
" Semenjak kekulusan kau tak meresponku dengan baik. Kau anggap apa aku ini? Hanya aku yang memohon padamu hanya aku yang mengatakan rindu. Tapi kau tidak. "
"Cukup. Ini sudah larut, pulanglah. "
"Kau mengusirku? Jadi beginikah kau menyambutku?"
Dia berdiri melangkah pergi menaiki tangga.
Tiba-tiba Jaeyoon datang, membawa minuman dan makanan ringan.
"Oh, kalian sudah selesai berbincangnya?" Jaeyoon meletakan makanan itu di meja, dan duduk dihadapanku.
Aku mencoba mengontrol diri. "Iya sudah selesai, aku pamit dulu hyung. Maaf mengganggu. "
Aku berpamitan dengannya, dan melangkah pergi dari rumah Jia dengan sejuta emosi yang bergejolak.
Ada apa dengan kekasihku?
Kalimat itu terus berkeliaran di benakku.
Sungguh, ucapan selamat datang yang sungguh menakjubkan dari seorang kekasih.
Perlahan rasa kekecewaanku muncul, aku cukup tersakiti jika begini terus.
***
·듀위·
©Imdewiraa
KAMU SEDANG MEMBACA
Easy Love · LDW ✓️
Short StoryPernahkah kau membayangkan bagaimana isi hati pria ceria seperti Lee Dawon? ·듀위· ©Imdewiraa