Haiii. Huaaa akhirnya aku ada waktu lagi untuk menulis bab baru di sini.
semoga kalian suka. Maaf, Jinhwan gak keluar di bab ini :p
Happy reading :*
***
Warteg.
Bo Na suka sekali dengan nama yang ayah berikan untuk rumah makan milik keluargaku. Gadis itu tak tahu saja jika warteg di Indonesia adalah rumah makan kelas bawah. Tapi di Korea, warteg milik keluargaku tidak bisa dipandang sebelah mata.
Awalnya ide ayah membuat warteg di rumah kami ditentang ibu, tapi seperti yang aku bilang kemarin, ayah adalah laki-laki paling nekat yang pernah aku kenal. Dia mempopulerkan Indomie, ketoprak, tumis buncis bakso, tahu isi, ayam bakar, dan pepes tahu teri kepada para tetangga. Tak lama, warung makan kecil-kecilan buatannya itu menjadi warung makan yang paling ramai di Distrik Geumcheon-gu. Saking ramainya, aku sampai dibuat pusing dan kuwalahan mengerjakan tugas sekolah karena hingar bingar suara obrolan pelanggan menembus kamarku di lantai atas.
"Kak, aku tak bisa serius mengerjakan tugasku kalau begini caranya! Mereka sangat berisik di bawah sana. Aigoo..." rengek Nana, adik perempuanku yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
"Kerjakanlah sebisamu," kataku acuh tak acuh. Sama seperti Nana, aku pun masih bergelut dalam tugas kelas seni yang selalu menjadi momok menyeramkan setiap minggunya.
"Kak, bantuin, please!" Nana merenggek.
"Nggak," ucapku seraya menatapnya tajam. Gadis itu manyun.
"Kak."
"Nggak! Sekali enggak ya enggak, Nana!"
Aku bisa mendengar Nana berdecak kesal di meja belajarnya yang hanya berjarak dua meter dari ranjang tempatku berbaring. Aku kembali menatap kertas folio kosong di hadapanku, bukti jika sejak tadi aku hanya memandangi kertas itu tanpa menorehkan apapun di sana.
"Hana, ada temanmu di bawah!" Teriakan ibu terdengar dari arah tangga. Aku mengernyit. Teman?
"Siapa, Bu? Bo Na?"
"Bukan, Yesung," jawab ibu.
Aku menghela napas lemah. "Ji sung, Bu."
"Hua?!! JI SUNG OPPA?!!" sahut Nana histeris. Gadis kecil itu langsung bangkit dan setengah berlari menuju meja rias di kamar kami. Dengan lincahnya ia memoleskan bedak bayi di wajahnya. Aku mengernyit.
"Hey! Kau ngapain sih?!" bentakku ketika tangan Nana hendak mengambil lipbalm kesayanganku dari atas meja.
Gadis itu berbalik, menatapku dengan wajah cemongnya.
"Ketemu Oppa. Dia ke sini pasti mencariku," katanya polos. Aku menjambak rambutku gusar.
Hih! Bocah ini benar-benar tak ada bedanya dengan Bo Na.
"Duduk kembali dan fokus saja mengerjakan tugas sekolahmu," bentakku seraya berjalan ke luar dan menutup pintu kamar.
Nana mendengus. Sambil menuruni tangga, aku masih bisa mendengar rengekkannya.
Sampai di lantai bawah, mataku langsung mengedari warteg yang lumayan ramai, menemukan Ji sung sedang duduk di meja pojok dekat dengan jendela kaca besar. Ia melambaikan tangannya dan tersenyum begitu melihatku. Aku menghampirinya.