"AIR MATA INI"

28 10 13
                                    

Part 2

  Besok sudah hari minggu. Aku punya rencana dengan sahabatku. Namun, sampai saat ini papa belum juga pulang. Sudah dua minggu papa menghilang tanpa kabar. Disaat papa pulang mama selalu sedih. Pasti ada sesuatu yang tak ku ketahui.

  Ku melihat ke luar jendela mobil, rintikan hujan mulai turun dan membasahi sebagian jalan. Ingin rasanya menari diantara sejuknya air hujan.

  Rintikan air kini telah berubah menjadi hujan deras, lampu-lampu jalan mulai menyala. Ku melihat ke pinggir jalan sebelah kanan. Ku melihat sekilas sosok papa yang sedang menggandeng seorang wanita. Aku harus memastikannya, apakah itu benar papa?.

  "Pak, tolong berhenti di cafe itu." pintaku menunjuk cafe yang terdapat di pinggir jalan. Mobil berhenti akupun langsung turun.

  "Non, payungnya." aku hanya menoleh sekilas lalu bergegas masuk ke cafe, ku mencari sosok pria tadi. Ku tersentak kaget karna melihat papaku mencium tangan wanita yang tak ku kenal.

  Diriku diam membisu mendengarkan percakapan mereka. "Sayang... kamu janji ya, cepat-cepat ceraikan dia'' perkataan tante itu membuatku emosi namun papa hanya mengangguk setuju.

  Ku ingat jika membawa masker. Masker itu langsung ku pakai hingga menutupi sebagian wajahku. Tanpa pikir panjang ku lemparkan sebelah sepatu yang tadinya ku kenakan. Sepatuku tepat mengenai meja itu dan membuat makanan dan minuman berantakan.

  Para pengunjung cafe melihatku dengan tatapan aneh. Tak kalah tante dan papaku menatap ke arah diriku dengan tajam.

  "Eehh...kamu anak kecil, kurang ajar banget sichh. Ganggu orang pacaran aja." Bentak tante itu, ku tak percaya dengan pernyataan tante ini. "Ehh...ada masalah apa kamu dengan kita." ucap tante itu sekali lagi.

  Ku membiarkan saja tente ini marah-marah. Meskipun di jawab gak penting juga buang-buang energi mendingan diam saja. Bentar kalau lelah kan berhenti sendiri.

  "Eehh...ditanya malah diam aja! Apa alasan kamu mengganggu kita." Ku hanya memberikan tatapan mengejek kepadanya.

  Tiba-tiba tangan kasar mendarat di pipi mulusku. Karena kesabaran ku sudah dibatas teratas dari tadi telingaku penuh dengan ocehan-ocehan tante menor nih, tanpa menunggu perintah siapapun ku buka maskerku dan membuangnya ke sembarang tempat.

  Ku mencengkram kuat tangan tante itu hingga tante itu merintih setelah puas mencengkramnya lalu sedikit ku putar tangan tente itu hingga ia menjerit pelan lalu ku hempaskan dengan sangat...sangat...sangat kasar.

  Tante itu meniup-niup tangannya lalu berkata. ''Mas kok diam aja sih.". "Manja banget sih tante. Cuman gituan doang lebay tau gak." Ketusku sambil menyeringai.

  "Kamu tuh manusia apa robot, kasar banget."

  "Kalau robot masalah."

  Rasain tuh sakit sekali kan, itu mah gak seberapa sama sakitnya mama jika mengetahui ini. "Ta...tania ini kamu nak, ada apa kamu kesini." Akhirnya papa tersadar dari lamunanya.

  "Jadi mas, ini an...anak kamu." nih lagi, nyambung aja udah kayak kabel aja.

  "Aahh...sudah ya dramanya."ucapku sambil menekankan kata DRAMANYA.

  "Nak, maafin papa karna selama ini papa tidak pernah pulang. Papa lagi sibuk." ucap mr.Tomi (papaku). Sibak...sibuk bilang saja lagi bercinta sama nih tante lebay.

  "Iya pa tania ngerti kok, papa kan lagi sibuk berduaan." ucapku perlahan dengan nada mengejek.

  "Nak bukan begitu." Elaknya. "Jika bukan begitu lalu bagaiman?." Balasku. Dia hanya memberikan seribu alasan yang tak ku dengarkan satu pun sampai tante itu berkata.

  "Nak, maafin tante karna sudah menamparmu." kata tante lebay memelas, ia menggenggam tanganku sambil terus memasang mata memelas yang menjijikkan. Ku melotot ke arah tante itu, ku bisa melihat wajah takut dari wajah tante menor.

  "Tampar lagi juga boleh, nanti hadiahnya tangan tante patah dan butuh 7 sampai 10 bulan untuk sembuh. Tertarik." ucapku seperti psikopat yang menawarkan pilihan untuk dibunuh. Tante itu semakin gemetar dan wajahnya semakin pucat.

  "Maaf! Kalian minta maaf. Ya...ya...ya maaf kalian ku tolak. And jangan panggil nak. Memangnya kapan anda ngelahirin saya hah." bentakku dengan wajah yang memerah bagaikan batu yang membara tapi suara terdengar.

  "TANIA" teriak papaku dengan sangat lantang. Aku hanya menoleh dan tak merasa takut sedikit pun.

  "Apa! Pa, papa tak terima kalau aku bilang seperti ini. Apa papa mau membalasku silahkan...silahkan saja." balasku dengan sedikit menaikkan nada.

  "Kamu tidak boleh seperti itu, sejak kapan kamu jadi seperti ini? Kelakuanmu ini tak pantas. Apakah ibumu yang mengajar seperti ini." tanya papa dengan wajah yang merah padam.

  "Suka-suka aku pa, sejak papa tidak pernah perhatiin aku dan mama, sadar diri pa coba papa pikirkan apakah kelakuan papa selama ini pantas? Dan jangan sebut-sebut mama karna ia selalu menjagaku dan merawatku dengan kasih sayang ingat itu." bentakku pada papa.

  Plakkk...
Itulah suara yang mendarat di pipiku. Papa menamparku dengan keras hingga ku terjatuh duduk, ku menatapnya dengan tatapan kesal sambil memegangi pipiku yang sakit. Air mataku pun menetes makin deras.

  ''Nak, papa minta maaf karna sudah menyakitimu." ucap papa yang memelas.

  "Maaf tak menghilangkan sakit ini. Kelakuan papa terhadapku dan mama jauh tak pantas dari pada kelakuan tadi. Asal papa tau mama dirumah selalu menghawatirkan papa. Sedangkan papa, apakah papa pernah memikirkan kita meski sedetik saja? Hah!!! Jawab pa. Papa tak pernah punya waktu buat kita, papa selalu HAPPY dengan wanita ini sedangkan aku dan mama selalu khawatir dengan keadaan papa. Apakah itu belum cukup buat papa. Aku benci papa. Papa orang yang tak bertanggung jawab." ucapku panjang lebar di sela-sela tangisku.

  "Nak maafkan papa." jawabnya dengan wajah iba melihatku, tangan papa menyentuh tanganku berusaha membantuku berdiri namun dengan cepat ku hempaskan.

  "Tak perlu bantuan dari orang seperti papa." ucapku sambil terus berlinang air mata dan berlari keluar cafe. Aku tak menghiraukan semua pengunjung cafe yang melihat ku dengan tatapan iba.

  "Pak, anda pulang menggunakan taxi. Dan sampaikan kepada mama aku akan pulang telat." ucapku dengan memberikan beberapa uang kepada pak.Yayan.

  Pak.Yayan hanya memberikan ekspresi bingung. "Tapi, ada apa non?"

  "Sudahlah pak jangan banyak tanya." pak.Yanyan memberikan kunci mobil. Ku langsung naik dan menginjak gas meninggalkan cafe.
 

Sekian dulu cerita part ini. Maaf jika masih banyak kesalahan.
  Jangan lupa vote and comment ceritaku.
Terima kasih

      🍯Salam semanis madu🍯
   🌷Arianti oktav🌷

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Beauty Of Hidden : RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang