The War

35 2 1
                                    

Saat pagi tiba, Fanny menyambutnya dengan sebuah senyuman indah walau suasananya masih sangat gelap, gadis berambut panjang itu membuka gorden jendelanya dan merapikan kamar nya. Sembari menunggu sang mentari menyambut, Fanny bergegas mandi dan membantu ibunya menyiapkan sarapan pagi.

Setelah mentari terbit, Fanny bergegas mengambil tas dan mengikat rambutnya.

"Hm... enaknya diikat apa ya?" Sambil memegang sebuah ikat rambut berwarna biru.

"Kak ayo berangkat, aku piket ini." Mendadak Sarah masuk ke kamar Fanny.

"Iya bentar, kakak mau ngikat rambut dulu. Kamu manasin motor aja dulu. Jangan lupa helm ditarok di spion biar gak lupa."

"Udahlah kak pakai ikatan yang kemaren, Ponytails itu aja." Ucap Sarah Sambil meninggalkan kamar Fanny.

"Hm... iyalah, pakai Ponytails aja." Fanny bergumam sambil mengikat rambutnya. 

Setelah Fanny dan Sarah selesai beres-beres, mereka berpamitan dan langsung berangkat sekolah.

Saat diperjalanan, Sarah sempat meledek gaya rambut kakaknya yang baru. Fanny pun tersipu malu sambil membayangkan jika Silentcore berjumpa dengannya. Suasana jalan yang masih renggang tanpa adanya truk dan bus yang menaburkan asap kematian berwarna hitam membuat udara disana terasa segar. Terlalu asyik menikmati perjalanan yang sangat damai itu Fanny tak sadar kalau dia sudah tiba didepan gerbang sekolah.

"Kak, ayo turun udah sampe sekolah nih, aku yang bawa motornya ya?"

"Hm.. eh ? Iya kamu yang bawa. Dah cepetan sana! kamu ada jadwal piket kan?" Turun dari motor dengan perlahan sambil mengelus helm yang digunakan Sarah.

Setelah Sarah pergi, Fanny langsung menuju kekelasnya. Tepat didepan kelasnya, cewek Ponytails itu berpapasan dengan Silentcore.

"Hai-- oi bocah lu sombong amat huh?!" Sapaan manis yang berubah menjadi sebuah kalimat ajakan perang.

"Memang ngapa?!" Menatap Fanny dengan sinis.

Fanny hanya bisa menundukkan kepala karena ia sadar bahwa itu tadi bukanlah dirinya yang biasa.

"Tch... Dasar bocah!" Ucap silentcore sambil beranjak meninggalkannya.

Tak lama dari situ, Izurin dan Izuddin melihat sikap Fanny yang murung.

"Izurin, kakak kekelas dulu ya? Temenmu samperin tuh perasaan kakak gak enak nih." Ucap Izuddin sambal memegang pundak adiknya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Izurin langsung menghampiri Fanny dan memeluknya. Tetes demi  tetes air mata mulai membasahin pipi Fanny dan perlahan jatuh ke pundak Izurin.

"Fanny kamu kenapa?" Dengan mengelus kepala Fanny.

"..." Fanny hanya bisa menangis tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Setelah Izurin berhasil menenangkan Fanny, Cewek berambut pendek itu hanya bisa membiarkan Fanny sendiri untuk sementara dan mengobrol dengan beberapa teman sekelasnya. Namun, lain halnya dengan Arya yang langsung melontarkan jutaan perhatiannya setelah mengetahui Fanny yang barusan bersedih.

"Fanny, kamu kenapa? Kok sedih? Gara-gara Wisnu ya?"

Mendadak Fanny berdiri dan...

*Plak!* 

Sebuah tamparan yang langsung meninggalkan memar di pipi kiri Arya.

Mengetahui  Fanny yang terlihat sangat aneh, Izurin  perlahan mendekat dan menasehati Arya.

"Arya, biarin dia sendiri untuk sementara waktu. Dia butuh waktu penenangan."

"Tch! Diperhatiin malah gak mau, dasar cewek aneh!" Arya langsung pergi dan kembali ke tempat duduknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The ConnectorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang