I know you've got the best intentions
Just trying to find the right words to say
I promise I already learned my lesson
But right now, I want to be not okayI'm so tired, sitting here waiting
If I hear one more just be patient
It's always gonna stay the same"Sudahlah Sha. Aku capek." Ingrid melemparkan tas nya ke sofa, disusul kemudian mantelnya. Kepalanya berdenyut nyeri, ia tak bisa berpikir lagi sementara Sacha justru terus memberondongnya dengan semua pertanyaan yang membebani kepalanya.
"Ma lihat!! Ash mendapat nilai 90 untuk pelajaran menggambar!!!" teriak Ashlyn, ia berlari sambil melambaikan secarik kertas. Ingrid yang belum siap menerima serangan, terjatuh saat tubuh kecil Ashlyn menabrak dirinya. "Ma lihat!!" Ashlyn kembali memekik.
"Mama sedang tidak sehat Ash, kembali ke kamarmu." gumam Ingrid pelan sambil menggeser Ashlyn dari atas tubuhnya tapi nihil. Ash tetap berkeras pada posisinya.
"Tapi Ma..." sekarang Ashlyn merengek karena merasa tidak diperhatikan.
"Ash..." kesabaran Ingrid mulai menipis. Harinya sungguh melelahkan, kepalanya nyeri, tubuhnya terasa tak bertenaga, ia ingin meraung dan menghancurkan semua yang tampak di hadapannya, namun Ashlyn kecil yang tidak mengerti kondisinya saat itu, bagaikan pedang yang memotong tali terakhir yang menjaga mentalnya tetap waras.
"Ash, turuti Mamamu. Kembalilah ke kamar dengan kakakmu." Sacha mengangkat tubuh Ashlyn dari atas tubuh Ingrid.
"Tapi Bu..." Ashlyn mencoba mengelak, tapi segera Aroha datang dan menarik tangan Ashlyn dan membawanya pergi ke kamar mereka. Sacha mengucap syukur dalam hati dan membisikkan terimakasih pada Aroha saat mereka berjalan melewatinya untuk menuju kamar mereka.
"Ingrid." panggil Sacha saat ia mendapati Ingrid tak bergerak sedikit pun dari tempatnya semula. "Pergilah mandi, semuanya akan lebih baik."
"Kau pikir semua ini akan selesai semudah itu?" Ingrid bangkit dan berdiri menghadap Sacha. Ia mendongak dan menatap Sacha tepat di kedua matanya, tubuhnya yang lebih pendek tak menghalanginya dan membuatnya jadi takut saat berhadapan dengan tubuh Sacha yang tegap dan menjulang. "Kau pikir dengan mandi semua masalah akan ikut hanyut dan hilang tersapu bersih dengan sendirinya?!"
"Ingrid, semuanya akan baik-baik saja." Sacha meraih kedua pundak Ingrid namun segera ditepis.
"Kau tak mengerti."
"Percayalah aku mengerti."
"Kau tak tahu bagaimana rasanya."
"Percayalah aku tahu." Ingrid mendengus dan tertawa parau.
"Kau tak tahu bagaimana rasanya kalah. Dan kau harus kehilangan semuanya." Ingrid berjalan kesana kemari di antara ruang sempit di ruang tamu mereka, nafasnya memburu dan setiap kata yang diucapkannya bagaikan berondongan peluru di medan perang. Berdesing, cepat, dan tak terduga. Sacha harus memusatkan perhatian pada tiap kata yang Ingrid ucapkan karena Ingrid juga tengah mengunyah kukunya lagi sehingga setiap kata yang ia ucapkan tidak jelas.
"Dan saat kau merasa kau berada di titik terendahmu, sesuatu terjadi dan menenggelamkanmu hingga ke dasar lautan dimana tak satu cahayapun bisa mencapaimu. Not even the sun or the sparkling plankton. Dan tekanan di dasar palung itu begitu menyesakkan. Membakar paru-parumu, memeras habis kehidupan dari dalam jiwamu." Ingrid menghela nafas dalam saat ia selesai, namun ia tetap berjalan kesana kemari dengan gelisah.
"Ingrid, duduklah. Tenangkan dirimu." Sacha kembali membujuknya, tapi Ingrid kembali menepis. Ia berjalan ke arah jendela dan menatap riuh kota tak jauh di bawah mereka. Sacha berada di belakangnya, tapi tak mendekat. Ia tahu bahwa saat ini Ingrid sedang membutuhkan ruang untuk dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Music to my Lyrics
Short StoryIf You Were A Movie, This Would Be Your Soundtrack