Ch. 1

74 5 0
                                    

Berjalan pelan ke depan meninggalkan kelamnya  masa lalu.

Menutup pintu yang sangat besar berukiran kayu lalu menguncinya.

Melempar kunci ke sembarang tempat dan jauh agar tidak bisa menemukannya.

Di balik pintu itu, aku bisa mendengar suaramu.

Menangisi kepergianku.

Menangis dan berteriak padaku agar kembali kesana.

Tapi aku tidak mau.

Keputusanku untuk pergi sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat lagi.

Aku pergi untuk masa depanku.

Aku pergi untuk kehidupanku.

Aku pergi untuk menemukan takdirku.

Jika aku tetap mendekam di masa laluku, sudah pasti aku tidak akan pernah menuju masa depanku.

Jika aku pergi meninggalkan masa laluku, aku juga harus merelakan satu hal yang amat sangat berat bagiku.

Yaitu meninggalkanmu.

Aku sangat tau kalau ini sangat susah namun aku harus mencobanya.

Kaca besar yang pecah berkeping-keping dan tidak bisa dikembalikan menjadi seperti semula.

Sama seperti aku dan kau.

Tidak bisa disatukan lagi.

Aku akan memilih jalanku.

Dan tentu kau akan memilih jalanmu sendiri.

Lalu kita akan menemukan takdir kita masing-masing.

Kenyataan pahit jika kau bukanlah takdirku.

Tapi seberat dan sepahit apapun itu aku akan tetap merelakannya dan terus melangkah ke depan.

Ahh..

Gerbang besar khas Yunani dengan pilar-pilar emas tinggi dan besar disekitarnya.

Gerbang itu bercahaya.

Menyilaukan mataku dan membuatku harus menutupi mataku dengan kedua tanganku sendiri.

Aku sedikit ragu sebenarnya.

Haruskah aku masuk, atau aku diam lalu kembali lagi?

Tidak tidak.

Itu tidak boleh terjadi.

Aku yakin kalau keputusanku ini benar.

Maka aku berjalan masuk ke gerbang itu sambil menutup mataku.

Aku sudah berjalan sangat lama, kuputuskan untuk berhenti.

Perlahan dengan rasa takut aku membuka kembali mataku.

Aku tidak tau aku dimana.

Yang jelas, semuanya serba putih bersih.

Kuedarkan pandanganku.

Dan aku menemukan seseorang disana.

Mungkin aku bisa bertanya padanya tentang tempat ini dan mengapa.

Ketika aku menepuk pundaknya, dia berbalik menatapku.

Rambut lurus coklat sepinggang berkibar karena angin.

Mata senada dengan rambutnya itu sangat lembut menenangkan hati gusarku.

Tubuhnya ramping dan tingginya sama sepertiku, mempermudahku untuk berkontak mata dengannya.

Aku sering melihat gadis tipe sepertinya.

Dan aku biasa saja.

Tapi baru kali ini rasanya aku..:

...gugup?

Jantungku sedari tadi terus memompa sampai kepalaku terasa pening.

Detaknya tidak beraturan.

Ketika dia menatapku, rasanya aku menjadi hangat dan nyaman.

Darah mengalir dengan stabil.

Dia berjabat tangan denganku dan dia mengenalkan namanya padaku.

Sera Zain.

Nama yang melambangkan kebaikan dan ketulusan.

Aku suka namanya.

Lalu aku juga memperkenalkan namaku.

Setelah itu dia mengajakku untuk menuju sebuah pintu yang sebelumnya tidak ada.

Aneh rasanya ketika dia bercerita kalau dia menungguku setelah berapa tahun lamanya.

Saat pintu terbuka dan kami berdua masuk bersamaan.

Rasanya aku benar-benar berhasil menemukan masa depanku.

Lalu aku menoleh ke samping.

Dia tersenyum lembut lalu mengaitkan tangannya padaku.

Dan --tunggu. Ada satu benang merah terikat di jari kelingkingnya.

Penasaran dengan ujung benang merah yang satu lagi.

Sungguh tidak menyangka.

Aku baru sadar.

Kalau dia adalah takdirku.

Terbukti dengan ujung benang merahnya yang terikat di jari kelingkingku.

Short Stories ComplicationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang