Arloji by @ranicantikas

47 3 0
                                    

Arloji
By ranicantikas

Aku ingin sekali dekat denganmu seperti arloji mu itu. Selalu hadir dalam hidupmu. Suka duka bersama. Menjadi saksi bisu hidupmu. Hiasi harimu. Menjadi pengingat yang selalu berarti.

Aku ingin dekat denganmu seperti dulu. Sebelum semuanya terbongkar. Tapi semuanya sudah terjadi, dan aku hanya berharap bisa seperti Arloji mu itu.

Aku, Nada Aulia Syifa, sang pengagum Evan Reza Darmawan. Ya ... Hanya sang pengagum. Dulu kita dekat, bahkan sedekat nadi. Kini, kita sejauh matahari. Mungkin kini kau tak kenal aku, tak menganggap aku ada dunia.

Kau jadi dingin, datar, cuek, dan jahat. Aku tau kejadian waktu itu bisa membuat orang yang belum pernah merasakan indahnya jatuh cinta menjadi enggan dan ketakutan.

Aku selalu ingin jadi penyemangat, dan sandaran untuk mu. Tapi apalah daya, kau selalu menghindar dariku.

"Van ... Lo kenapa sih?" Hening, tak ada ada respon dari Evan. "Evan please, dengerin gue sekali ini aja. Kita udah mau lulus, gue gamau punya masalah yang belum selesai. Karna apa lo tau?" Aku memberi jeda, "Gue tuh udah muak sama lo-"

"Oke ... Gue mau ngomong sama lo. Tapi please ga disini. Lo tau malu kan? Gue tau lo pasti bakalan marah-marah, dan kalo lo marah-marah disini yang lain, bahkan guru bakalan ngira gue tuh ngapa-ngapain lu. Lu mikir pake otak dong!" Jawab Evan.

***
Kini, sudah empat tahun semenjak kejadian itu. Dan aku sudah memiliki tunangan, namanya Mas Reza Hardiansyah.

Aku tak lagi memikirkan Evan sejak kenal dengan Mas Reza. Sampai suatu malam ketika aku sedang makan dengan Mas Reza kejadian tak terduga terjadi.
"Mas, aku ke toilet dulu ya." Mas Reza menggangguk.

Setelah keluar dari toilet dan hendak jalan tiba-tiba ada yang memelukku erat dari belakang. Dan aku tau wangi cowo ini.

"Seperti ..., Ah sudahlah. Mungkin ini Mas Reza yg ganti parfum." Dan aku menoleh.

Deg deg deg

Orang itu hadir kembali. Wajahku dengannya hanya berjarak beberapa cm. Aku berusaha keluar dari pelukannya, tapi dia malah menggeratkan pelukannya. Untung restoran ini sepi, jika rame sudah malu aku.

"Nda ... Sorry, gue ... gue ... Gue nyesel. Ndaa ... Setelah gue tau semuanya gua selalu nyari tau kabar lo, keberadaan lo. Gua udah tau semuanya pas gue buka kotak mainan dirumah eyang gue dulu. Dulu pas kita masih sama-sama. Dan gue tau, Reina pergi bukan karna lo. Sorry ... Nda, gue egois."

Aku terdiam. "Sekarang lo dateng dengan panggilan Nda lagi. Kemana lo selama ini. Semenjak SMA lu malah kaya ga kenal gue."

Evan melepaskan pelukannya, menghadapkan tubuhnya kedepanku. Mata kami saling menatap dan beradu. Kedua bola mata ini berair lembab bagaikan kota yang terus terhujani tanpa adanya kemarau. "Sorry ... Nda, tapi sekarang gue sadar kalo selama ini gue jadi dingin itu karna gue kurang perhatian dari lo Nda. Nda ... Gue ... Sayang sama lo."

Air mataku membuncah ruah, " gue udah tunangan Van. Dan ... Kenapa lo baru datang sekarang? Dan gue udah ada rencana mau merried sama dia."

Jujur hatiku bimbang. Aku masih mencintai Evan, tapi aku sudah mempunyai tunangan, bahkan akan melanjutkan ke jenjang berikutnya. Ya ... Rasa ku ini jauh lebih dalam kepada Evan daripada Mas Reza. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan Mas Reza yang sudah menjadi pengobat luka.

Aku melepas genggaman tanggannya lalu pergi.

"Kamu kenapa Nad?" Tanya Mas Reza.

"Engga ko, engga kenapa-napa cuma kelilipan aja." Alibi ku.

"Oh, iya aku mau kenalin kamu sama Ade aku."

"Kamu punya ade mas?"

"Oh, ini ade beda Ibu."

Tak lama Evan datang. Air mataku kembali menetes. Namun dengan segera aku menyekanya.

"Nad, ini ade aku Evan. Evan ini Nada," Mas Reza memperkenalkan.

Aku berusaha sekuat tenanga menatap matanya seraya mengulurkan tangan tanpa menjatuhkan air mata, "Nada."

Evan tak membalas uluran tanganku. Dan aku hanya tersenyum maklum.

Kami makan malam bertiga. Lalu Mas Reza bertanya yang sudah jelas bukan ditunjukan untukku, "kamu ngapain ke Jakarta, Van?"

Mata Evan terus menatap mataku lekat, "Aku cinta Nada, bang."

Semenjak tau Evan adikknya Mas Reza, aku seperti memiliki ketakutan. Dan yang kutakutkan terjadi. Aku tau sifat Evan, maka itu aku takut.

Wajah Mas Reza terkejut, "Kamu jangan bercanda deh Van. Lagian kamu baru aja kenal Nada. Bercandaan kamu ga lucu."

"Aku kenal Nada dari dulu, Bang. Begitu pula Nada. Dia juga cinta sama saya. Kalo abang ga percaya tanya aja sendiri."

Mas Reza beralih menatapku, "Benar itu Nad?" Aku hanya menunduk tak menjawab. "Maaf Nad, aku gabisa nikah sama orang yang hatinya masih untuk orang lain."

Kemudian Mas Reza pergi dengan hanya mengatakan kata maaf dan semoga bahagia. Disinilah aku menangis sejadi-jadinya meratapi nasib.

"Sorry ... Gue gak maksud ngerusak kebahagian lu. Tapi pasangan lo tuh harus tau kalo keadaan lo itu begini." Ucap Evan.

Aku pergi meninggalkan Evan sedirian. Aku pulang kerumah dengan make up yang sudah luntur karena air mata. Aku menceritakan semua kejadian tadi kepada mama.

"Sudahlah, itu semua sudah diatur nak. Mama gak akan nuntut kalo takdir beda. Yang sabar ya nak. Mama dukung kamu terus." Ucap mama.

"Makasih ya ma, udah dukung aku. Aku gatau kalo mama udah nyusul papa gimana jadinya aku sekarang."

"Hushh gak boleh sompral," mama masih setia mengelus rambutku. "Udah ah, kamu tidur gih." Aku hanya mengangguk.

Satu pesan yang ternyata berarti : jangan biarkan masa lalu merusak masa depanmu. Ya ternyata sangat berarti sekarang. Jadikan masa lalu sebagai pelajaran menyikapi masa depan.

***
Enam bulan berlalu, aku masih belum memiliki pasangan tapi aku yakin Tuhan akan mempertemukannya dengan cara yang istimewa bagi orang yang sabar. Dan kini aku fokus pada pekerjaanku sebagai psikolog.

End

***

Terima kasih sudah membaca cerpen ini, vote jika kamu suka yaaa...
Dan jangan lupa semangati Author-nya lewat komentar juga yaaa...

Semoga kamu menang dan berhasil membawa pulang sebuah novel ya, Ranicantikas!

LOMBA CERPEN AUTHOR MUDA BERKARYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang