t i g a

169 20 9
                                    

Hati menua
Kasih terlupa

Teruntuk yang hatinya terpenuhi
Cintanya terisi
Dan impiannya terjadi

Coba pahami bahwa di sekitar ada yang cintanya mulai tersudahi
Dan impiannya tergadai

Sedang berusaha
Untuk bersikap sewajarnya

-pengaggum awan

***

Bintang diam sejenak, dari tadi dia resah luar biasa.

Berhubung ini pelajarannya Pak Kahar ia tidak bisa berkutik, dan sialnya pantatnya tidak mau lagi berada di kursi.

Alasannnya? Beberapa menit lagi adalah pelajarannya Bu Yuyun dan ia belum mengerjakan PR, selanjutnya karena ia pusing perutnya minta tolong diisi.

Alhasil ia memilih jalur tengah, mengemut permen lalu tidur di pojokan.
Ya, kursinya memang di pojok, tempat mahluk penghisap darah berkumpul dan mungkin mahluk mahluk alam lain bersembunyi.

Bukan, sebenernya Bintang lebih abstrak dari mahluk halus sekalipun, mengingat ini pelajaran seni budaya dan dia tidak bisa bermain musik atau apalah itu.

Ingat ya, Bintang bukan cowok wattpad yang serba perfect, yang sudah pintar, tampan, jago musik dan olahraga.

Bintang itu spesial, tapi bukan martabak.

Mana ada martabak yang warnanya hitam?

Kecuali kalau gosong.

Masa iya ada yang beli?

Nah itu, bodohnya Annisa Dhea Shasmira masih doyan sama bintang.

Agil Bintang Novalen
Sepertinya bintang keberatan nama.
Bintang semakin tidak menentu, ada dua soal yang belum ia kerjakan dan hanya gadis itu yang bisa membantu nya.

Puk

"Awh"
Sontak gadis itu mencari si pelaku.

"Pssst Dee, Dhea, Annisa Dhea!"

Dari kejauhan Dee, mengerutkan keningnya sambil memasang wajah bingung.

"Apa?" bisiknya.

"Kertas, kertas!" balas Bintang sambil menunjuk kertas yang sudah berbentuk seperti bola yang mendarat bebas di kepala Dee tadi.

Gadis itu secara perlahan mengambil kertas yang berada di bawah meja nya.

"MTK soal nomor 2 sama 5"

Gadis itu kembali menoleh ke si pengirim kertas, memasang wajah datar dan menulis balasan untuknya.

Tak mau ambil masalah Dee mengoper kertas itu, kalau dilempar ya alamat nyari mati.

Kalo Bintang mah sudah mati, kan dia lebih absurd dari mahluk halus.

"Kerjain sendiri, kalo gak tanya sama Rahma!"

Bintang cengengesan sambil memasang puppy eyes nya, kembali memohon agar Dee bersedia membantu.

"Bintang!!"

Mampus gue

"Ngapain kamu kaya cacing kepanasan gitu? Pantat kamu gatel? Pelajaran saya itu seni musik bukan seni tari"

"Bintang kan panu an pak, pindah kali ke bawah" balas yang lainnya.

"Sudah diam, Bintang kamu pindah ke depan di depan Rahma"

Mati gue

"Gak bisa gitu dong pak, nanti dia uget uget lagi gimana? Kan ganggu saya" ucap Rahma dengan sinis.

"Gue juga gak mau kali duduk depan nenek Lampir kayak lo"

"Hahahahahhahah"
Sontak Dee tertawa mendengar perseteruan dua temannya itu.

"Ehem, Dhea ada yang lucu dari pelajaran saya?"

"Eh enggak kok pak"

"Lama lama saya ruqyah juga kelas ini, kalau begitu pelajaran saya selesai. Selamat belajar"

"Terimakasih pak"

Teet teet

"Dee, ayolah bantuin aku oke"

"Kamu kan bisa sendiri, kemarin aja pas pertanyaan berdiri kamu duduk ke tiga"

"Yakan yang ini susah tau"

Dee menyumpal kedua telinganya dengan headset dan kembali mengerjakan soal-soal nya.

"Dee--"

Tidak ada jawaban Bintang mencari jalan lain.

"Dhea!!" bintang mengguncangkan bahu Dee.

"Annisa Dhea!"

Brugh

Sontak mereka berdua terdiam, nafas bintang seperti menjalar menyentuh kulit Dee, bagaimana tidak? Jarak mereka tidak ada satu jengkal.

Dee mengerjap ngerjapkan matanya menatap bintang, begitupun sebaliknya. Posisi mereka yang bisa bikin salah paham membuat nya tak bisa bergerak sekarang.

Bukan karena apa, tadi ketika mereka mengobrol Baga,Adit, dan Candra berlarian di samping mereka dan mendorong bintang sampai ke posisi ini

Ah Dee ingin mati saja, kenapa Bintang mendekat.

Oke ini lebih parah jarak mereka tinggal 5 cm

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Ughhh gembulnyaaa"

Sontak gadis itu membulatkan matanya, merasakan cubitan dari kedua tangan besar Bintang.

"Bintang!!!!"

"Sorry Dee kelepasan, ah ampun Dee! ampun jangan kelitikin aku ahhahahahahah ampun Dee hahahahhahah"

Gadis itu semakin mempercepat gerakannya menggelitik bintang tanpa henti.

Sampai mereka menubruk seseorang.

"Apaan sih lo?"

"Apa Lo nenek Lampir"

"Lo buto ijo"

"Lo, badak bercula satu"

"Lo gajah Afrika"

"Lo--
"Lo--

"stoppp!!"

Sontak Rahma dan bintang menoleh ke arah sumber suara.

"Mending baikan aja oke"

Keduanya serasi menjawab bersamaan
"OGAH"

LCE I : Bintang Untuk Dee  [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang