e m p a t

158 17 27
                                    

LAGI SUKA AJA

aku benar tentang menyukaimu, bahkan aku akan membagi permen sugus ku untukmu
Tukar dengan senyummu
Sama manis

Bedanya permen sugus dibungkus, kamu engga
Kalau kamu dibungkus, kasihan

Susah nafas

***

"Ma"

"Apa Dee?"

"Hari ini kan hari senin"

"Terus?"

"Kita diluar pager"

"Ya terus kenapa?"

"Kok kamu malah makan permen karet sih"

"Terus aku harus nangis darah manggilin kak Fikri apa?" Rahma mengunyah permen karetnya sesekali menggembungkannya, "kapan kapan aku ke rumah kamu lah kan bisa liat kak Fikri duh makin cakep aja ya? Tapi, pasti selalu sama kak ara kan?"

"Kan mereka sahabatan"

"Ya tapikan kalo sahabatan kaya gitu kapan kak Fikri nya punya pacar"

"Ah udahlah, semua aja kamu mau tape tape"

"Soalnya kacamataan sih Dee"

"Terus kalo aku kacamataan kamu mau juga sama aku, kalo Candra kacamataan kamu mau juga?"

"Ada apa kok ngomongin aku?"

Suara itu?

"Candra?" sontak Dee menutup mulutnya, uh bagaimana ini.

Stay cool Dee, stay cool.

Berbanding terbalik dengan dee, Rahma malah menggembungkan permen karetnya semakin membesar, besar, besar dan--

Puk

"Agh kok di kempesin sih Dee,"

"Kamu gak tau malu," Dee lalu melirik di balik gerbang mereka bertiga terpaksa harus upacara di balik gerbang.

"Loh kamu kok bisa telat sih can, bukannya rumah kamu Deket sini ya?"

"Beneran? Rumah kamu Deket sini? Dimana ? Kok aku gak tau"

"Ma" Dee melemparkan tatapan tajam ke gadis itu.

"Hehe, keceplosan loh Dee"

"Haha, gapapa kali Dee Rahma nya lucu gitu"

Lucu?

What?

Darimana?

"Can, kamu gak sakit kan kok bisa sih bilang aku lucu" balas Rahma dengan wajah khawatir.

"Huek mau muntah rasanya ma liat kelakuan mu itu"

"Gapapa lah sekali kali kan telat biar bisa sama kamu"

Sontak kedua gadis itu, menoleh ke arahnya.

"Apa can?"

"Ulangin can?"

"Eh enggak, enggak" Candra tersenyum kikuk "nanti duduknya pindah kan? Yang ngatur siapa ya?"

"Ya sapa lagi kalo bukan pak Kahar"

Sebenarnya pak Kahar itu gak horror, dia cuma agak tegas dan yang bikin horor itu adalah dia mengajar dua kali pertemuan dalam seminggu dan itu khusus untuk kelas Dee.

"Itu yang di luar pagar, kalo masih mau ngobrol pulang aja"

"Iya maaf maaf bu"

***

"Eh Ma, aku masuk ke kelas duluan ya mau narikin uang TIK"

"Okay Dee"

Dan di sini lah, tinggal Candra Yoga Aditama dan Rahma Sifa Rania. Di kantor mengisi daftar murid yang terlambat. Untung baru pertama kali jadi hukumannya gak berat berat amat.

"Ma,"

"Hmmm"

"Kita ngambilin sampah ini?"

"Ya iyalah, masa ngambilin pasir gak selesai-selesai dong can"

"Aku boleh manggil Sifa aja gak?"

Rahma mengehentikan aktivitasnya, menoleh ke arah Candra.

"Kenapa?"

"Soalnya kadang kalo manggil kamu Rahma, si Mak dhila nengok juga"

"Kalo kamu manggil aku Sifa nanti as-syifa nengok juga"

Rahma kembali melanjutkan aktivitasnya, memunguti sampah di lapangan sebesar ini sungguh sangat melelahkan.

"Masa iya manggilnya Rani?"

"Kok rani?"

"Kan Rahma Sifa Rania"

"Terserah kamu deh"

"Kalo senyorita?"

Rahma kembali menatap Candra, cowok itu tersenyum sambil memunguti daun daun pohon beringin yang berguguran di bangku dekat lapangan.

"Itu kepanjangan mending dipendekin lagi jadi SAY gitu?"

"Kalo manggil say kan gak ada artinya"

"Emang senyorita artinya apa?"

"Wanita cantik"

Blush

Tiba tiba angin bertiup, serasa syuting goblin, daun daun berguguran,a ngin yang berembus sesekali menerbangkan rambut keduanya. Kira kira dari jarak satu meter ini mereka berdua seakan tahu.

Mereka punya rasa.

***

"Pagi anak anak"

"Pagi pak"

"Baik sesuai perjanjian, bapak akan mengatur tempat duduk kalian"

"Siapkan tas kalian dan berdiri"

Tak butuh waktu lama pak Kahar menyelesaikan kegiatan tukar kursi yang rutin dilakukan seminggu sekali itu.

Oke, Ini tidak baik
Setidaknya untuk Dee.

Aghhhhh

"Kenapa jadi ketukar begini?"

LCE I : Bintang Untuk Dee  [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang