DUA

37 0 0
                                    

Salsha'POV

"Sha..lo mikirin apa sih, lo punya masalah?" Tanya adara dengan nada khawatir. Bukannya aku ingin membuat dia khawatir tapi mulai dari tadi otak gue ga bisa berhenti memutar kejadian dimana gue mengambil keputusan yang sangat berat. Gue takut kalau gue bakal nyesal suatu saat nanti

"Ah engga kok ra, gue cuman agak pusing doang. Kita pulang aja kuyy" secepatnya aku menarik tangan dara untuk menjahui cafe itu tapi dia malah narik tangan gue yang membuat gue jadi berbalik natap dia

"Lo bohong shaa.."

"Engga"

"Iya"

"Engga"

"Iya"

"Oke ra oke, gue akui gue udah bohong sama lo"

"Apa yang lo sembunyikan?" Ada raut kemarahan yang kubaca di wajah cantik adara.

Dengan sangat terpaksa aku mulai menceritakan kejadian saat adara pergi ke toilet, kemudian aku menenangkan seorang wanita yang sepertinya pemilik dari cafe ini. Bukankah putranya bernama Stevanno maCielant lalu cafe ini diberi nama yang sama dengan nama belakangnya De'CIELANT. Berarti dugaanku tepat. Dan aku juga menceritakan bagaimana dengan sangat bodohnya aku menerima penawaran itu. Aku sudah tau pasti adara akan sangat marah setelah mendengarkan cerita ku yang terakhir.

Adara dihadapanku saat ini sangat menyeramkan, aku sangat mengenal sahabatku ini. Dia pasti sangat marah dengan keputusan yang kuambil tanpa meminta pertimbangannya terlebih dahulu. Tapi aku bisa apa? Aku akan menerima semua amukan nya.

"Lo bodoh shaa.. Gue ga nyangka lo bakal jadi jalang hanya dengan bayaran. Lalu buat apa lo capek capek kuliah sampe S1 dan habisin semua uang lo. Mending selama ini lo pergi ke bar buat nyari cowok murahan yang bakal bayar lo setelah selesai aksi di ranjang"

"Dan Lo tau ga shaa?? Percuma lo punya gelar S1 kalau masalah yang kayak gini aja lo ga bisa ambil keputusan yang tepat"

Tes.

Cairan bening yang mulai dari gue tahan akhirnya berhasil keluar dengan liar.

Kata kata adara barusan udah buat gue ga bisa nafas. Dada gue terasa sesak, gue merasa kekurangan oksigen sekarang. Gue berusah menghirup oksigen yang ada disekitar gue tapi tetap saja hasil nya nihil. Memang semua yang dikatakan adara itu benar. Tapi adara ga bisa ngerti kenapa gue nerima penawaran itu

"Ra..lo harus dengerin penjelasan gue dulu" ucapku sambil mengusap kasar air mata yang sedari tadi merembes

"Kenapa gue harus dengerin penjelasan lo shaa? Kalau lo aja ga pernah nanya pertimbangan gue sebelum ambil keputusan. Udahlah shaa, gue malas ngomong sama lo" adara pergi meninggalkan sasha yang sekarang kelihatan sangat kacau.

Sasha tidak punya cukup tenaga untuk mengejar adara. Dia menangis sesenggukan sambil berjongkok menekuk lututnya dan membenamkan kepalanya dengan kedua tangan. Dia merasa sangat tersakiti dengan kata kata adara yang bagaikan pisau belati membelah dua jantungnya. Walaupun sasha tau kalau sebenarnya adara tidak berniat melukai hatinya. Dia tau kalau adara hanya tidak mau kalau dirinya suatu saat akan menyesal dengan keputusan yang dia ambil. Tapi mungkin cara adara menyampaikan nya kepada sasha terlalu kasar sehingga membuat sasha sangat kacau sekarang

"Kelembutan kadang tidak menjamin kalau dia orang yang benar benar peduli dengan kita. Ada titik di mana ucapan yang kasar merupakan lambang dari  kepedulian"

AUTHOR'POV

"Jangann ngemis disini pergi sekarang juga dan jangan lupa bawa ini" suara berat itu masuk ke indera pendengaran sasha yang terdengar sangat dingin dan memberikan rangsangan ke otak sasha untuk segera mengangkat kepala nya yang entah sudah berapa lama di benamkan dengan telapak tangan nya. Matanya menyapu uang yang jatuh berserakan di hadapan nya. Namun entah mengapa sasha tampaknya tidak berniat untuk membalas perbuatan lelaki yang ada dihadapannya.

MY GAY BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang